Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepotong Desember

8 Desember 2021   22:59 Diperbarui: 8 Desember 2021   23:02 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber dari pixabay.com

Yang lelaki berkepala plontos sedang yang perempuan berambut kusut. Jam 13:00 di meja panjang yang pudar semua melahap makanan siang. Tidak ada suara piring berdentang, sesayup hanya suara sendokan sayur bayam dengan air yang berlebihan, sekerat tempe goreng tampak menepi di setiap piring. 

Segala anak yang berjejer itu makan tanpa suara, sementara di paling ujung ibu tua merunduk serupa dengan mereka, memakan sayur air bayam dan sepotong mendoan. Yos dan Meri memandangi mereka, pasangan muda ini juga kut makan nasi sayur bayam. 

Menu siang yang sama seakan berabad silam tak pernah merona. Tapi Meri merasakan lain, makanan sederhana ini begitu enak yang tak pernah ada sepengalaman hidup di dunia. Begitu juga suaminya Yos, lelaki itu yang pertama tandas piringnya. 

Bola mata indah Meri melirik suami gantengnya yang mulai malu-maluin, bola mata perempuan ini berbinar-binar, bibir merah jambunya basah oleh liuran sayur. Gantian Yos menyipitkan kedua matanya, seakan baru pertama kali melihat istrinya makan bergaya demikian.

Kamu jangan rakus, sayang! Bisik suami.
Kamu juga rakus! Balasnya tak kalah pelan. Kedua mereka berpandangan menahan senyum.

Sekejap, waktu makan terlampaui, anak-anak panti membawa piringnya masing-masing ke pawon yang memanjang. Anak perempuan dua  menyiapkan air untuk mengumbah piranti bekas makan, lalu mereka mencuci piring gelas, lengannya cekatan berkejaran.

Yos dan Meri menuruti langkah ibu tua asrama menuju ruang khusus, ruang empat mata atau maksimal enam mata. Ruangan yang beratap julang berhawa sejuk, karena angin alam juga sudah merambah Desember. Mereka duduk berhadap-hadapan di sebuah meja kuno yang tebal.

Kalian sudah berteguh hati? Ibu tua membuka percakapan tiga mahluk ini.
Iya, ibu! Kami sudah menyiapkan segala kalbu kami! Jawab Meri halus.

Old Lady itu menatap lelaki-perempuan dihadapannya bergantian, matanya lembut dan sinarnya sejuk namun mengandung keteguhan yang alamiah. Dia menarik udara banyak dengan perlahan.

Oke! Surat-suratpun telah kumplit. Kalian boleh membawa anak perempuan itu, tapi...Dia memutus kata, terlihat wanita beruban itu ragu.
Jangan hawatir ibu! Kami akan mengasuhnya sepenuh jiwa kami! Yos menyejukkan suasana yang patah.

Bebi, kalian tahu, anak itu demikian lekat dengan rumah besar dan segala isinya disini. Aku Bahagia kalian mengambilnya karena sudah memanglah demikian waktunya. Mmm.. Karolina, bisa panggilkan Bebi? Ibu suri tua itu menjengukkan kepalanya ke jendela memerintah seorang perempuan muda yang ada di ruang sebelah.

Tak lama Bebi, seorang anak perempuan tujuh tahun telah hadir di ruang mereka, rambutnya memanjang lewat bahu, matanya bulat dengan pipi tirus dan dagu lancip, perempuan kanak itu berdiri membeku. Meri beranjak dari kursi dan menjelang Bebi, memeluknya lembut. 

Dia sudah mengenal Bebi sejauh proses adopsi yang panjang. Meri memeluknya lama, dan di setiap kejadian ini, mata Meri selalu berkaca, dia merasa tidak melulu berkehendak memiliki anak, tetapi dia mau memberikan kasih dan cinta yang selalu mengundangnya, semenjak pasangan ini merindukan kehadiran anak, kehadiran cinta kehidupan selanjutnya.

Sudah kau siapkan kopermu, nak? Ibu suri sepuh bertanya. Sudah ibu! Bebi bersuara hampir tak terdengar, hanya anggukan kepalanya saja yang menegaskan. Ibu sepuh bangkit perlahan, mendekati putri panti  yang dikasihinya, mendekapnya seperti tak pernah ingkar akan cinta sepanjang hayat. 

Tapi ibu tua tidak menangis meski mata keriputnya berembun, Bebi sendiri tetap membesi tanpa gerak, matanya menatap ubin. Dia anak perempuan terkenal paling kuat di panti asuh ini meski masih di angka tujuh tahun. 

Selanjutnya sekeliling hanya dingin, diluar  terlihat mendung dan udara berbau hujan. Keempat mahluk itu membeku. Untung Yos, lelaki yang juga setrong ini memecahkan salju dingin di dalam ruangan.

Mmmm... maaf! Kami masih memiliki ruang waktu yang cukup untuk tidak tergesa-gesa. Bukankah demikian , sayang? Pria bijak itu memegang pundak istrinya. Meri masih merenungi calon putri cantik di hadapannya, kepalanya mengangguk sehingga rambut Meri yang berderai ikut bergoyang.

Kapan pun, sayang! Mama akan menunggumu! Perempuan muda itu membelai rambut anak kurus itu. Bebi berjinjit dia mencium pipi calon mamanya, tapi dia tidak mengusap matanya seperti Meri. Lalu semua cair seperti kabut yang pergi ke langit.

Hari berganti minggu, hujan semakin saja tebal memasuki bulan 12 kali ini. Di sebuah rumah hangat, Meri dan Yos bercengkerama sebagai hari-harinya. Mereka membicarakan Bebi dan sesekali menanyakan kebahagiaannya. Mereka sudah menyiapkan kamar khusus menyambut putri angkatnya dengan selengkapnya. Dan itu sangat membuat hepi pasangan romantik itu.

Sementara hujan terus melapis  membasahai rumah panti yang kokoh meskipun menua, anak-anak di dalamnya berjalan dengan kehidupan kebersamaan, meski ujung tahun sudah menjenguk tapi mereka terbiasa tanpa orang-orang penjenguk.

Hingga di tiba di satu sore dengan hujan yang tegak lurus, bel pintu panti berbunyi. Dua anak yang berjaga menghambur membukakan pintu tebal setelah silam tanpa pengunjung yang datang. 

Pintu pun terbuka, menampakkan pasangan lelaki dan perempuan yang basah. Berpakaian sederhana tapi berwajah sinar, sang lelaki bertangan kokoh membawa peranti perjalanan yang sarat, wajahnya bergaris kuat persegi, sedang sang wanita yang rapat di sebelahnya sedang mengandung tua, parasnya spesial, bening dan cantik, cahaya matanya pengampun. 

Tiba-tiba saja hampir semua kanak bertimbun di pintu panti, mereka menyambut kedua tamu itu seperti menyambut pesta yang demikian silam dirindukan. Ibu suri panti ikut juga nimbrung, terpaku menatap tamu senjanya yang seperti pagi, bersinar mentari.

Kami memerlukan sekedar saung buat beristirahat. Maaf ini istri saya yang terlihat mulai kelelahan!
Si bapak tegap memohon. Ibu tua sregep mengambil kedua tangan ibu ayu yang hamil itu, lalu menariknya lembut memasuki ruang panti yang hangat. 

Anak-anak berlarian, membawa handuk yang paling bersih, beberapa anak lelaki membawakan baki berisi teko teh hangat dan cangkir terbaik,  juga minyak atsiri, sebagian lagi terlihat berlarian menyiapkan kamar tamu yang selama ini kosong  dan gelap seperti yakin telah tiba cahaya bintang gemerlap. 

Tiba-tiba saja atmosfer panti asuhan yang tua menjadi benderang, beraroma daun cemara dan riuh bagai pesta. Pasangan tamu yang mirip tukang kayu itu pun dipersilakan duduk di sofa khusus undangan yang jarang digunakan, mereka duduk dengan sederhana dengan wajah penyayang.

Selanjutnya panti menjelma bingar, sampai waktu tidur tiba, kanak-kanak penghuni masih merasakan mimpi indah yang tak pernah didapat. Sementara tamu spesial bagi mereka lelap di dalam kamar spesial pula.  

Ketika hari pagi menjelang bocah Bebi berjingkat membuka pagi, dia melihat tamu semalam berpamitan kepada ibu suri, dia mendengar cakap, bahwa perjalanan mereka masih cukup jauh dari tujuan. 

Kanak lain maish lelap dalam selimutnya, Bebi mengendap memperhatikan kedua tamu cemerlang itu melangkah meninggalkan asrama panti. Kali ini Bebi mengeluarkan air matanya yang tak pernah.

Seandainya mereka mau mengambilku menjadi ayah dan ibuku?
Putri kecil itu telah meneguhkan hatinya untuk menjadi seorang anak perempuan seperti silamnya.
Dia merindukan Yos dan Meri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun