Bebi, kalian tahu, anak itu demikian lekat dengan rumah besar dan segala isinya disini. Aku Bahagia kalian mengambilnya karena sudah memanglah demikian waktunya. Mmm.. Karolina, bisa panggilkan Bebi? Ibu suri tua itu menjengukkan kepalanya ke jendela memerintah seorang perempuan muda yang ada di ruang sebelah.
Tak lama Bebi, seorang anak perempuan tujuh tahun telah hadir di ruang mereka, rambutnya memanjang lewat bahu, matanya bulat dengan pipi tirus dan dagu lancip, perempuan kanak itu berdiri membeku. Meri beranjak dari kursi dan menjelang Bebi, memeluknya lembut.Â
Dia sudah mengenal Bebi sejauh proses adopsi yang panjang. Meri memeluknya lama, dan di setiap kejadian ini, mata Meri selalu berkaca, dia merasa tidak melulu berkehendak memiliki anak, tetapi dia mau memberikan kasih dan cinta yang selalu mengundangnya, semenjak pasangan ini merindukan kehadiran anak, kehadiran cinta kehidupan selanjutnya.
Sudah kau siapkan kopermu, nak? Ibu suri sepuh bertanya. Sudah ibu! Bebi bersuara hampir tak terdengar, hanya anggukan kepalanya saja yang menegaskan. Ibu sepuh bangkit perlahan, mendekati putri panti  yang dikasihinya, mendekapnya seperti tak pernah ingkar akan cinta sepanjang hayat.Â
Tapi ibu tua tidak menangis meski mata keriputnya berembun, Bebi sendiri tetap membesi tanpa gerak, matanya menatap ubin. Dia anak perempuan terkenal paling kuat di panti asuh ini meski masih di angka tujuh tahun.Â
Selanjutnya sekeliling hanya dingin, diluar  terlihat mendung dan udara berbau hujan. Keempat mahluk itu membeku. Untung Yos, lelaki yang juga setrong ini memecahkan salju dingin di dalam ruangan.
Mmmm... maaf! Kami masih memiliki ruang waktu yang cukup untuk tidak tergesa-gesa. Bukankah demikian , sayang? Pria bijak itu memegang pundak istrinya. Meri masih merenungi calon putri cantik di hadapannya, kepalanya mengangguk sehingga rambut Meri yang berderai ikut bergoyang.
Kapan pun, sayang! Mama akan menunggumu! Perempuan muda itu membelai rambut anak kurus itu. Bebi berjinjit dia mencium pipi calon mamanya, tapi dia tidak mengusap matanya seperti Meri. Lalu semua cair seperti kabut yang pergi ke langit.
Hari berganti minggu, hujan semakin saja tebal memasuki bulan 12 kali ini. Di sebuah rumah hangat, Meri dan Yos bercengkerama sebagai hari-harinya. Mereka membicarakan Bebi dan sesekali menanyakan kebahagiaannya. Mereka sudah menyiapkan kamar khusus menyambut putri angkatnya dengan selengkapnya. Dan itu sangat membuat hepi pasangan romantik itu.
Sementara hujan terus melapis  membasahai rumah panti yang kokoh meskipun menua, anak-anak di dalamnya berjalan dengan kehidupan kebersamaan, meski ujung tahun sudah menjenguk tapi mereka terbiasa tanpa orang-orang penjenguk.
Hingga di tiba di satu sore dengan hujan yang tegak lurus, bel pintu panti berbunyi. Dua anak yang berjaga menghambur membukakan pintu tebal setelah silam tanpa pengunjung yang datang.Â