Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pasien Terakhir

4 Desember 2021   06:46 Diperbarui: 4 Desember 2021   07:02 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sekarang melihat kehidupan adalah sebuah gambar dan kehidupan nyata ada di suatu tempat yang mengintai di belakangnya, dengan mobil-mobil yang diparkir dan halaman rumput yang hijau dan rumah-rumah kecil dengan pintu-pintu kecil. Semuanya. Maaf, apakah dokter paham?

Mmmm.. dalam istilah kami bapak mengalami disorientasi.. tapi baiklah, apa lagi yang mau bapak sampaikan?
Tidak! Tidak dokter. Dokter tidak memahaminya! Saya telah keluar dari kehidupan yang dikurung ini, seperti meletakkan anjing di belakang pagar atau seorang pria diam di balik jeruji jendela, yang bertanya-tanya, apalagi yang ada diluar jangkauan jendela itu. Dan saya tidak akan seperti itu, saya sudah separuh jalan dokter. Dan dokter tau, saya memerlukan pendamping saya, untuk menjalaninya bersama saya.  Tapi sepertinya saya tak pernah berhasil.

Pria pasien sejenak menatap mata Syanti, lalu dia bangkit dan beranjak pergi meninggalkan ruang, dokter Syanti berusaha menahannya, tapi lelaki itu mengabaikannya dan terus berlalu, menyisakan dokter Syanti yang memandang pria itu menjauh sampai menjadi bayang-bayang yang pernah sekali seorang lelaki pergi.

***

Hari pun menurunkan gelap lewat gradasi senja, dari abu-abu ke warna yang lebih pekat. Syanti mengeluarkan mobil dari parkirnya dan meninggalkan rumah sakit jiwa. Dia merasakan lelah yang mendera, terlebih memori kebenarannya, yang mulai dirasakan kehilangan keseimbangan fiktif dan fiksinya. 

Segala terasa bercampur baur. Dia berpikir hanya memerlukan istirahat panjang dari pengolahan jiwa sejauh ini.  Sementara Syanti syantik mengendarai sedan putihnya yang berkilat memecah cahaya merkuri di jalan yang sepi, dari dasbor mengalun lagu yang pernah, dari Once feat Dewa19, Pupus.

Dia melayangkan pandang ke deretan rumah-rumah di tepi jalan yang sudah tertidur, menutup cahaya lampu ruang mereka sehingga  menyemburkan sinar meremang yang memanjang.

Dan Syanti masih bisa memperhatikan tepian jalan, dimana selang beberapa rumah terlihat seekor anjing yang berdiri di belakang pagarnya dan seorang pria yang diam di jendelanya.

Syanti tetap meneruskan gelinding roda mobilnya, bola matanya dirasakan hangat dan basah, dia pun paham bahwa Rudi tidak lagi ada di posisi  seperti para pria jendela di rumah-rumah tepi jalan itu. Dokter perempuan baya itu mulai mengenal siapa pasien terakhirnya tadi.  Dia tau, silam dan sekarang, tak bisa juga menggoyahkan kehidupannya ketika pasien pria terakhir tadi membujuknya untuk terakhir kali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun