Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Sejati

15 November 2021   12:09 Diperbarui: 15 November 2021   12:24 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image dari pixabay.com

Pagi yang datang tidak terlihat seperti biasanya, tiba-tiba saja matahari berpendar. Selalu begitu, aku tak pernah memperhatikannya lagi semenjak meninggalkan tulisan terakhir yang tidak menghasilkan apa-apa. 

Sudah batang rokok kedua terselip di jari dengan abunya yang memanjang tak hendak jatuh, baranya masih melingkari dan asapnya membubung. Kamar yang berbau sigaret, kopi dan minuman semalam beraduk campur, seperti membuat kesenangan di alam lelaki. 

Sisa aroma parfum yang selalu ditinggalkan Sarah tak juga pernah pergi dari ruang kumuh ini. Perempuan yang belasan tahun lebih muda ini yang menjadi temanku, setelah perjalanan panjang seumur lelaki. 

Aku memandang sekat ruang makan merangkap dapur yang berantakan, pecah belah yang tertidur semalam di dalam sink, sama sekali belum tersentuh. Ku hisap dalam-dalam rokok yang memendek, dan abunya pun berjatuhan di linen bawah tee shirt, sebagian menggelinding ke lantai dan yang tertinggal membuat titik lubang api. Aku menepiskannya ketika terasa panas spot api tembakau di perutku. Menyeruput kopi basi semalam untuk membasahi bibirku yang mengering.

Menjelang pukul sembilan pagi, aku mulai menatap jendela yang separuh terbuka, setengah berharap perempuan itu tidak lagi terlambat pulang. Sarah yang wangi dengan pesona, berambut pirang dicat, yang menyambung kehidupanku sebagai lelaki tanpa kehilangan jatidiri. Dan benar saja aku mendengar langkah-langkah kakinya, sehabis didahului oleh angin yang mengirim semerbak lotionnya.

Jon aku pulang, buka pintumu!

Aku membuka pintu yang tak terkunci, menyambut wajah sumringahnya bersama hembusan fragrans yang menggairahkan. Perempuan indah itu membawa bungkusan kertas yang berisi minuman can dingin, membasahi kantung kertasnya.

Begitu siang? Aku menanyakannya sembari berbalik duduk.

Maafkan Jon! Malam yang buruk! Sergahnya sembari merobek can. Crack! Dan liquid yang keluar hanya berupa busa. Dia menenggaknya dan mengirimkannya ke tanganku.

Terimakasih Sarah! Akupun menghirupnya seperti rusa haus.

Lelaki itu payah, Jon!

Maksudmu dia lemah?

No! dia sangat normal dan luber energi, Jon!

Lalu?

Ah! Sudahlah! Hei! Aku pikir dia tidak bisa menggunakan semuanya! Gairahnya, nafsunya, uangnya, mobil planetnya,  dan segala isi rumah dan kamar tidur mewahnya.

Sarah mengeluarkan duit satu gepok yang masih tersegel oleh kertas pengikatnya. Jariku yang besar, menyentuh ketebalan kertas-kertas yang masih berbau mesin cetak.

Hmmm! Kau jangan terlalu menekannya, Sarah! Siapakah dia, aku lupa namanya Sarah!

Kau sudah mulai mudah melupa, Jon! Lelaki manja itu bernama Kevin!

Ah! Ya. Aku mengenalnya meski tidak begitu, dia pewaris bankir itu bukan? Maafkan lupaku Sarah!

Lalu Sarah menyalakan sigaret di bibir merahnya, dan menyorongkannya ke tangan kiriku, dan aku menghisapnya. Asap rokok mentol yang dingin itu seperti menyergap langit-langit mulutku dan seluruh saluran hidungku. Membuatku terbatuk. Uhuk! Uhuk!

Sarah menyungging senyumnya, mata indahnya seperti melihat lelaki yang silam yang pernah di cintainya setengah hidup. Namun sekarang? Ah! Aku tetap mencintainya, meskipun lelaki ini mulai redup. Tetapi dia tetaplah jantannya lelakiku. Benarkah? Sarah membuat bulatan-bulatan asap dari bibir tebal ranumnya, seperti membubungkan kenangan yang pernah demikian peka.

Kau melamun Sarah? Aku memperhatikannya. Sarah menggeleng sampai rambut bule lembutnya bergerak berurai-urai.

Dia tidak seperti engkau, Jon. Meskipun kau cuma pemuisi, tapi kau benar-benar lelaki sejati! Maksudku Kevin muda itu. Dia lelaki yang tak bisa membahagiakan perempuan! Jon, Kau mendengar aku?

Aku mendengarmu Sarah!

Kau tahu semalam, ibunya yang seperti mall berjalan itu, selalu menguntit kami berdua. Ibu itu berbicara tentang kekayaan mendiang suaminya dan memuji Kevin berpendidikan tinggi, kaya dan digilai wanita. Dia menghina saya begitu samar namun tajam. Dasar perempuan tua posesif kepada anak lelakinya yang payah! Aku bisa gila mendengarnya berisik! Sarah mengomel kesana kemari.

Hei! Kau dengar aku Jon?

Sudahlah! Aku mencintaimu Sarah! Kataku bersuara serak. Lalu aku merangkul wanita itu, mencium baunya dan meresapi hingga ke otakku.

Hanya engkau yang bisa membahagiakanku, Jon! Sarah menyerudukkan kepalanya ke leherku. Lalu kami diam berdekapan.

Tiba-tiba aku merasa tak beres, membuatku tubuhku meregang, dan tanpa sadar mencengkeram lehernya. Ada sesuatu yang tidak semestinya, aku menjadi sangat tahu perubahan ini.

Hei! Bukankah kau bermain dengan Kevin? Kau berbau berbeda, Sarah! Aku menyentakkan lengan besarku, membuat Sarah terhuyung. Hei! Kau kasar Jon? Dia menjerit. Aku tak hirau, mendorong tubuh Sarah kedua kalinya,  membuat perempuan itu tersungkur. 

Aku tahu kau bermain dengan Kevin, aku mencium wangi yang berbeda, bukankah begitu? Aku berteriak tanpa berhasil mengontrol darahku, sembari menendang meja, kursi dan apa saja yang dekat dengan tubuhku. Membanting semua benda yang ada di atas meja hingga segala berantakan. 

Aku terus- terusan berceloteh tidak karuan dan bergerak kesana kemari, sehingga membuat tubuhku yang berat, mulai limbung dan aku terjerembab di depannya. Tiba-tiba saja aku merasa mual dan lunglai.

Jooon! Sarah menjerit dan mendekapku di lantai, mataku terasa berputar seperti mabuk, bibirku bergetar komat-kamit. 

Bukankah aku lelaki sejatimu, sayang? Aku merasakan kepalaku ada dipangkuan Sarah, menatap dalam ke matanya. 

Tentu, Jon! Kamulah lelaki sejati selama ini! Sarah mengusap kepalaku dengan gentle dan aku merasa begitu damai dalam belaianya. Membuatku terpejam dengan rasa kantuk yang hebat, ku pikir tak lama akupun tertidur di pangkuan Sarah.

Aku tak mendengar apa-apa lagi dan masih mengigau ketika dia menaruh bantal di kepalaku. Aku berusaha menyapa tapi tak sampai, ketika sisa kesadaranku hanya bisa melihatnya berjingkat, perlahan mendekati pintu untuk keluar lalu meninggalkan ku.

Di luar terlihat udara terik, perempuan cantik Sarah berjalan perlahan menyusuri  pedestrian bulevard, melewati pertokoan yang sudah mulai membuka dagangannya. Bersama rokok putih dingin di bibir merahnya, Sarah berjalan seakan mengetahui arah tujuannya.

Dan Sarah berhenti di depan sebuah bar layaknya familiar. Udara dingin ruang dalam kafe menyeruak keluar ketika Sarah membuka pintunya. Bartender tersenyum menyambut kedatangan tamu wanitanya dan memberi kode dengan matanya. Sarah menatapnya tanpa reaksi, sambil terus berjalan mendekati meja seorang lelaki.

Apakah kau terlalu lama menunggu, sayang? Sarah merebahkan  tubuhnya tepat di sebelah lelaki yang ditujunya, lelaki itu mendekapnya.  Maaf Kevin, si tua itu terlalu banyak mengoceh!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun