Itulah yang tersaji di panggung hijau "lalulintas tua" Old Trafford, pada laga Manchester United vs Liverpool hari minggu kemarin.Â
Bukan kekalahan yang ditangisi tetapi kehinaan yang disesali, begitu yang tergambar dari empat perlima kapasitas duduk stadion kosong dengan cepat seperti ombak yang pulang ke laut.Â
Keperihan hati semakin lengkap ketika 'Liverpoolian', bersorak: We want six! We want six! Mau enem kosong? Ah yang bener aje lu, Liv!
Solskjaer terpana, seperti kekalahan dobel dirasakan. Ketika kesebelasan bermain kalah maka yang kalah adalah MU sementara jika kesebelasan bermain menang maka yang menang adalah CR7.
Bermain dengan lamban dan tidak melawan, juga seperti tidak punya pola atau planning, bahkan planning yang terburuk sekalipun.Â
MU hanya menciptakan kemegahan untuk lawannya, Liverpool dan MU melawan hanya untuk seorang MoSalah yang menendang ketiga kalinya ke jala De Gea dengan indah sekaligus melengkapi kengerian, setelah empat gol di babak pertama yang tak kurangnmengerikan.
Lima gol yang tercipta dengan kengeriannya masing-masing, ketika empat bek 'hebat' seperti tidak memiliki apa-apa saat pertandingan baru tiga menit berjalan Naby Keita menyelesaikan umpan sempurna Salah begitu mudah seperti melewati gudang tak berpintu.
Gol kedua mirip fotokopi gol pertama Maguire dan Shaw saling mengitar, yang memberi kekosongan untuk Trent Alexander menerobos dari sayap kanan menyambut umpan Keita.
Begitu gol-gol selanjutnya, yang memperlihatkan MU sebagai kesebelasan yang tidak berkelas. MU banyak melakukan salah untuk hanya seorang Salah.
Solskjaer dihadapkan kembali ke dasar permainan. Fred, Maguire, Shaw, Pogba yang harus terusir merah? Padahal sebagian mereka adalah pilar tangguh The Three Lions di tangan Southgate.Â