Dia seorang penyair yang sukses dengan headline di sepanjang waktu, puisinya menghipnotis para pemirsa dan nyonya admin. Sering berkisah tentang matahari yang melepaskan gaun merahnya  di senja tenggelam, membuat rima sajak yang aduhai. Aku salah seorang pengagumnya selalu berpendar wajahku setiap membaca diksi yang tiada duanya.Â
Terutama sajak-sajak matahari nan mempesona. Dan kupikir ada seseorang yang spesial dari nada iambik nya, seorang wanita istimewa, dan mereka menyebutnya wanita seperti matahari. Mereka bersahutan dalam susastera yang begitu lembut nan gairah, membuat kami menyetujui bersama keindahan cinta. Sementara diriku yang mengikuti arus, mengalir saja seperti selokan yang luput dari perhatian dan keramaian asmaradana.
Seorang lelaki penyair yang sukses dan seorang wanita seperti matahari, mereka adalah pasangan serasi. Sedang aku? Hanyalah seekor pungguk merindukan rembulan, sekalipun matahari menyinari segala rerumput hijau, namun tak pernah secuilpun menghangatkan hatiku yang diam-diam setengah mati memujanya, yang mencintai bertepuk sebelah tangan.
Namun waktu yang tak lekang harusnya mengakhiri entah itu stagnan atau kematian yang mebosankan, akhirnyapun terealisasi sejalan takdir di dalam semesta.
Apakah engkau sudah selesai? Sang penyair bertanya kepadaku. Dan aku manggut-manggut membenarkan, bahwa aku telah menyadari bahwa waktuku sudah selesai.
Bagaimana dengan dirimu? Aku balik bertanya.
Hahahaha.. Penyair itu hanya terbahak dengan nada meremehkan.
Bagaimana dengan perempuan Matahari? Aku tak putus asa untuk menanyakannya tentang nasib perempuannya.
Hahahahaha... Penyar sukses kembali tertawa lebih kencang, seperti menemukan kepandiran.
Dan memang tak selang lama, perempuan cantik itu muncul yang langsung menelusup kedalam rangkulan mesra sang penyair. Aku yang tersihir hanya melongo melihat sinar mentarinya yang masih saja menyelimutinya.