Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sterling Mengumpulkan Akumulasi "Penalti" yang Menjadi "Politik Pelintiran"

8 Juli 2021   18:31 Diperbarui: 8 Juli 2021   18:35 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sterling menerobos pertahanan Denmark dan jatuh di kotak penalti (Getty) Sumber: goal.com

Sepanjang jalannya laga, beberapa kali terlihat momen Raheem Sterling dengan tusukan tunggalnya dilanggar di dalam kotak enam itu, mungkin ada dua atau tiga kali, belakang Denmark terpaksa menjatuhkannya untuk menghindari petaka gol. Wasit Belanda sama sekali tidak bereaksi, boro-boro mendengarkan video asistennya saat Raheem melempar senyuman samar pelanggaran bahkan penalti, demikian pula Harry  dan Shaw yang mencoba menego.  

Kuantitasinya yang puncak terjadi di menit 104 itu, ketika Raheem berusaha lolos dari sekatan dua belakang Denmark ditambah datangnya Maehle yang lalu besenggolan paha sehingga Raheem terhuyung dan nyusruk ke depan di dalam kotak penalti.

Dan pengadil Danny Makkelie, menunjuk titik sebelas (kalau duabelas berarti satuannya yard) dan tidak berubah meskipun telah berdiskusi dengan 'earphone' di kedua telinganya.

Barangkali sudah banyak analisis ahli-ahli bola di Kompasiana yang berelasi dengan hal ini termasuk komentar veteran garis luar, Roy Keane, Gary Neville, Peter Schmeichel sampai kakek Wenger tentang "as penalty became such kind of a big mistake". Namun bisa coba dilihat dari dimensi lain bahwa kesan--kesan itu adalah potongan kejadian yang tidak utuh, yang  sudah sangat dikenal dalam perpolitikan Indonesia sebagai pelintiran atau dipelintir.  

"Harus dipahami secara menyeluruh dan utuh, jangan diambil sepotong-sepotong," Begitukan yang sering kita dengar dari politikus 'ngeles' kepada lawannya yang memelintir? Dan saya pikir, itu sudah umum dan bukan masalah lagi di Indonesia, hanya mungkin berbeda dengan di Eropa.

Boleh dikata wasit berada 120 menit di lapangan dan dekat dengan body pemain bahkan mungkin baunya pun terendus. Begitu dekatnya sehingga tekstur gerak asli atau 'gimmick' pasti dipahami, otaknya juga menyimpan jumlah ingatan atau peringatan yang diberikan tanpa kartu kepada pelanggar, termasuk berapa kali Sterling dijatuhkan dan berapa kali peringatan sudah disemburkan. 

Akumulasi ingatan adalah kartu kuning, dan kartu kuning menjadi dilema ketika harus dilayangkan di dalam kotak enam. Akhirnya wasit menunjuk titik sebelas duabelas itu ketika akumulasi peringatan tidak diindahkan dan harus memberikan hukuman yang sudah termaktub dalam ingatannya. Mungkin begitu? Meureun.
***
Menetapkan bek empat dengan formasi 4-2-3-1 betapa idealnya England. Apakah lalu berjalan sesuai skenario melawan formasi 3-4-3 Hjulmand yang juga ideal?

Proyek "Made in England" kali ini adalah mengisolir Dolberg sang pembawa 'dinamit', yang harus dilakukan oleh kereta cepat berkaki tangguh. Siapakah? Tentu saja dia 'midfield' bertahan, si tampan Declan Rice, seorang diaspora Irlandia dan lelaki Irlandia selalu dilahirkan dengan paras tampan. 

Lalu apa maksud 'fake 9' Mason Mount kerap berputar di tengah-belakang? Kelihatannya Mount membawa lisensi khusus berada dimana saja dengan tugas pokok mencirikan Mikkel Damsgaard sebagai sesama pembawa kepalsuan sembilan.    

Ah! Betapa rumitnya sepakbola? Ketika kesederhanaan Gareth mengusung  peak penyerangan dengan 6V7 untuk lebih aman dibandingkan dengan pertahanannya yang 7V7. Tapi dia tahu bahwa belakang Danish hanya satu yang kuat yaitu Jannik Vestergaard yang bergaya Jerman dengan ketinggian duameter dimana selebihnya adalah rata-rata.

Inggris memulai formasi pilihannya dengan ragu-ragu di menit-menit pertama, dengan menahan dua 'fullback' Shaw dan Walker di paruh lapangan saja, namun setelahnya lancar jaya. Pelebaran dan kepemilikan 'flank', oleh sayap kanan Bukayo Saka dan di kiri oleh Sterling, berhasil menarik lini tengah Denmark untuk bermain lebih ke belakang, membuat penguasaan lini tengah menjadi milik England.

Pengawalan berjenjang Damsgaard juga berakibat pelanggaran Luke Shaw terhadap Delaney  yang sedang "one-two" dengan Damsgaard tak dinyana membuat petaka. Ketika tembakan 'set piece' 24 meter, dengan tubuh Damsgaard kecil melengkung menumpukan seluruh gravitasi di kaki kanannya, melesak masuk ke kiri gawang Pickford tepat di menit ke-30.

Setelah di 9 menit kemudian, terjadi gol bunuh diri Simon Kjaer dibawah tekanan Sterling yang menakutkan, maka skor 1-1 tampaknya akan dipaku Denmark, sehingga Jack Grealish si pemecah batu harus dimainkan di menit ke-69 menggantikan Saka yang sudah pincang kaki.  

Grealish mengambil posisi Raheem di sayap kiri dan Raheem mengambil posisi sayap kanan bekas Saka. Ini bagus karena Raheem sebagai pemain kaki kanan akan maksimal, sedang Grealish yang walaupun juga "right footed", doi sudah terbiasa di sayap kiri karena kemampuan dribbling kaki kirinya macan banget. 

Setelah Grealish masuk, sudut kiri Denmark pun menjadi daerah angker yang kerap memberikan bola setan ke Kane. Tapi sayang Kane belum juga mendapat celah atau detik waktu meski sodokan Gealish dicelah kerapatan belakang Denmark yang bertubi-tubi sampai menyentuh perpanjangan waktu.

Sebelumnya, di menit ke-96, Henderson dan Phil Foden masuk menggantikan Rice dan Mount, untuk menambah daya gedor seorang Foden denga tendangan botaknya yang terkenal. Tanpa spin dan keriting, tembakan Foden menjadi ekstra keras dan orisinal, demikian pula dengan umpan-umpannya, bola dengan koefisien gesekan nol dengan rumput  akan mudah di senggol atau dibelokkan tanpa margin kesalahan.

Hjulmand juga menghabiskan kuota maksimum substitusinya, mulai dari Norgaard, Wass, Poulsen, Anderson, Jensen dan Wind. Tapi daya guna substitusi Gareth lebih terlihat sejak Grealish dan Foden masuk dimana Kane semakin berpeluang dan Sterling makin menebar senyum yang mengerikan belakang Denmark. Hingga di menit ke-104 Kane membukukan penalti dari buah kejatuhan Sterling yang keberapa kali dikotak 6m, untuk menetapkan angka 2-1.

Taktik Gareth masih berlanjut dimana Hjulmand telah berhenti dengan mengganti Grealish dengan Trippier untuk mengubah 4-3-3 ke 3-4-3 untuk lebih mengamankan sayap kanan bertahan Inggris dan mempertahankan kepemilikan bola di tengah, hingga peluit terdengar sebagai mulainya mengubah sejarah 55 tahun takdir tiga singa.

Dan Inggris semakin siap menatap Italia di final Euro 2020. Siapa takut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun