Kadang-kadang keputusan seorang wasit membuat suatu pertandingan menjadi tidak menarik. Seperti yang terjadi kepada 'center back' muda Wales, Ethan Ampadu 20 tahun. Ethan diusir dari lapangan 10 menit memasuki babak kedua, saat pertandingan mulai menarik setelah babak pertama Wales yang berkarakter dan melelahkan.Â
Bek Chelsea ini terlihat kaget, dia datang dengan sentuhan terlambat untuk membuat tekel yang akhirnya menginjak kaki Federico Bernardeschi. Tak seorang pun menduga ketika wasit Ovidiu Hategan mengangkat kartu merah dengan gerakan keras. Mata anak muda ini berkaca-kaca saat ulasan VAR hanya menegaskan acungan kartu dan dia mesti out. Â
Gareth Bale merangkulnya di langkah limbung Ampadu untuk membela hatinya, sementara Jorginho, playmaker Italy dan sahabat Chelsea tak urung pula membesarkan hatinya. Sementara fans meledak terhadap kartu merah yang keras hanya untuk suatu pelanggaran maldroit, suatu tindakan canggung tanpa ada maksud buruk.
Semenjak menit itu, Wales harus menetapkan bahwa penyerangan anggun mereka harus dibubarkan untuk menahan laju permainan dewa Italia. Gareth yang easy going harus mengumpulkan hal baru yaitu kekompakan dengan sepuluh pemain kerajaannya. Setelah dia dengan permainan jarang bola mengejutkan dengan membuang peluang di akhir babak pertama dari tendangan volley yang menciutkan Bastoni dan Chiesa. Sayang Bale memang terlalu menak dan tendangannya adalah tendangan langit.
Dengan fashion jersey merah bernyala lembut Wales memainkan sepuluh untuk lebih dalam guna menetapkan tempat runner upnya. Pencarian hasil imbang pun diluruhkan oleh pelatih Robert Page, untuk menjaga permainan ketat dan kerja keras untuk lolos di tempat kedua.
Dan meskipun Mancini melepaskan delapan baru di lapangan, tetapi Italia tak bisa melepaskan permainan dewa mereka, para pemain yang pintar dan ingin menang adalah keseragaman mewah mereka. Namun apakah kemewahan eksklusif kelompok Giorgino Chiellini ini akan menjadi kemewahan yang menjadi biasa?Â
Seperti Mancini yang terlalu biasa dengan kemeja Giorgio Armani dan dasi Royal? Nampaknya bisa ya bisa tidak. Hal ini tampak dari kejeniusan Albert Einstein yang masih dilekatkan kepada Roberto atas kemenangan tiga kali berturut-turut dengan kemenangan terakhir yang nyaris tanpa keringat pada malam lembab Roma.
Tapi itu hanya keunggulan dari seorang Matteo Pessina dengan gol semata wayang, selebihnya hanya kegagalan yang jujur, ketika Azurri menggambarkan warna tipis isyarat kegagalan untuk menekan dengan keunggulan jumlah satu orang  dari Wales. Sekaligus menandakan bahwa pernyataan Robert Page bahwa jangan pernah meremehkan keindahan sepak bola kerajaan kami yang anggun dan menyenangkan.
Tidak ada masalah dengan apapun yang ada di lapangan, bagi Wales ini adalah kekalahan yang manis dari kombinasi ketahanan baja dan kegagalan Swiss menjarah dua gol lagi dari Turki, untuk mepersilakan Gareth dan tim berada di bayang Italia sebagai kelas dua grup A.
Tak ada goal yang tercipta setelah sebelas melawan sepuluh, entah itu peragaan Mancini yang memancarkan kepercayaan diri dengan atraksi menahan bola dengan kaki belakang di pinggir lapangan dengan sepatu hitam mengkiltanya yang menarik tepuk tangan penonton.Â
Ataukah manajer Wales, Robert Page yang bertatto, bercelana training legam serasi hitamnya dengan kemeja polo, selalu mendesak timnya untuk menggali ketrampilan pemain lebih dalam dari cekikan pasangan duo Federico Juventus, Chiesa dan Bernardeschi rekan setim Aaron Ramsey?