Sudah cukup lama Joni sering merasa pusing, kepalanya seperti berputar kehilangan keseimbangan, membuatnya terhuyung seperti orang mabuk.Â
Seiring waktu berlalu, pusingnya mendera semakin sering, yang tempo kali hanya satu minggu satu kali kini menjelma hampir setiap hari. Pernah beberapa kesempatan Joni sampai rubuh tersungkur saat dirasakan kepalanya berputar hebat.
Rasanya seperti meledak, Mama!
Joni terhempas di pangkuan mamanya yang sedih melihat pemuda semata wayangnya. Mama Joni membelai kepala Joni dengan lembut sambil memandangi wajah puteranya yang pasi.
Sabar ya anakku lanang.
Mama Joni menghiburnya kalem, wajah seorang ibu yang merasa lebih sakit daripada sakitnya anak.  Untung Papa Joni yang direktur perusahaan baru saja tiba di rumah  lalu ikut mengusap punggung Joni berharap bisa sedikit mengurangi rasa sakit.
Ku pikir sudah cukup komplit  observasi Joni, ya Mam? Papa Joni membuka percakapan seperti kepada dirinya sendiri.
Sudah segalanya Papa. Istrinya menyahut lirih.
Memang sejak awal pusing, Joni sudah mendapat perlakuan memadai. Pemeriksaan lengkap laboratorium darah  maupun urin tidak menunjukkan satu hal pun terindikasi. Bahkan pemeriksaan hormon akan kecurigaan autoimun seperti penyakit artis telah dijalani dengan hasil normal. Pengecekan THT juga menyatakan keseimbangan telinga penyebab vertigo tidak ditemukan, bahkan cureg kuping pun tidak terlihat di kuping Joni yang kinclong.
Pernah  Joni dicurigai sakit ayan, namun tidak ada gejala kejang-kejang maupun air liur yang menyembur dari bibir Joni, sehingga para dokter tentu saja menisbikan kemungkinan ini.
Bermacam-macam obat sudah pula ditelan Joni, namun sakit puyengnya hanya terganjal sekejap, untuk kemudian kembali menjadi-jadi. Kebanyakan remedy yang diberikan dokter hanya sebagai penghilang sakit atau pereda sakit kepala, nampaknya belum sampai ke akar masalah.
Team dokter sendiri yang menangani Joni terus berupaya untuk mencari "root cause" sakit kepala Joni, dan kemarin telah dilakukan pemindaian dengan MRI, memindai struktur yang ada di dalam kepala untuk melihat gambar organ atau potongan onderdil dalamnya.
Bagaimana hasil MRInya, Mam?
Papa Joni teringat dan menanyakan kepada mama Joni yang terus memandang suaminya. Wajah perempuan itu tak berubah.
Hari ini konsul reportnya, Papa.
Oke jika begitu papa akan ikut, ya Ma.
Mama Joni menganggukkan kepalanya yang tampak lelah, sementara Joni yang masih terlentang di pangkuan masih memegangi kepalanya yang dirasakan bergetar di pangkuan sang mama.
***
Sore menjelang, Joni yang kepalanya memakai bandana guna menahan cekot-cekot kepalanya, tampak digandeng kedua orang tuanya memasuki ruang periksa dokter.
Joni, Joni! Begitu dokter menyambut keluarga pasien ini dan menyilakan mereka duduk.
Bagaimana Prof, hasil MRI anak saya Joni? Papa Joni membuka konsul dengan hati meriang.
Dokter merenung sambil memandang pasangan dan anak lelakinya ini. Lalu membuka klise-klise yang menggambarkan daleman kepala Joni. Lama dia membolak-balik dan memelototi pindaian sambil sesekali membaca catatan dari radiolog yang memberi komen.
Bagaimana Prof? Mama Joni bertanya dengan suara resah.
Dokter pengalaman itu terdiam dan memperlihatkan garis wajah cukup serius, sebentar dia melihat ke mata Joni, seraya memegang kepala Joni.
Masih pusing Joni? Dokter bertanya.
Banget! Jawab Joni nggliyeng.
Dokter kembali mencoba menekuni report MRI, mengambil nafas panjang dan membuat coretan-coretan semacam catatan di kertas. Â
Masih tampaknya belum selesai, dokter kembali meneliti gelombang acak yang tampak mengganggu gambar dalam foto organ kepala Joni, kemudian menuliskan lagi sesuatu seperti menerjemahkan lengkung-lengkung gelombang yang mirip ceker bebek.
Setelah dirasakan selesai dokter memeriksa semua catatan yang telah dituliskannya.
Begini Ibu dan Bapak Joni. Mohon maaf, saya pikir kami tidak menemukan hal serius didalam otak Joni. Tapi dari gambar MRI menunjukkan adanya gelombang yang terputus-putus seperti benang kusut dalam medan magnet yang dialirkan. Ini saya mencoba menginterpretasikannya.
Sang dokter menerangkan sambil menunjukkan rangkuman tulisannya.
Jadi bagaimana Prof? Papa Joni bertanya mendesak dan dokter irit itu hanya menggeleng. Dokter malah mengalihkan perhatian menatap mata Joni yang tampak meringis, lalu menyuruh Joni membaca catatan yang telah ditulisnya dari analisa disturbansi gelombang.
Saya pikir ini yang membuat kamu pusing-pusing sakit kepala! Harus dikeluarkan! Kata dokter menambahkan.
Sehabis Joni selesai membaca analisa itu, dokter bertanya. Sudah selesai bacanya? Joni mengangguk seperti normal. Bagaimana sekarang kepala kau Joni?
Seger Dok! Jawab Joni nyengir.
Papa dan Mama Joni terperangah bingung melihat anak perjakanya berubah segar.
Serta merta mereka mengambil dan membaca catatan terjemahan rekam kepala Joni dari tangan Joni. Â Dan mereka mendapati tulisan itu berupa sebuah puisi yang berjudul "Puisi yang Tak Pernah Headline"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H