Leon merasa malu untuk mengejar kenangan dan bermaksud menyudahinya. Dia meraba bagasi kuda besinya, dan menyadari bahwa wadah kepala penumpangnya tak berada di tempatnya.
"Ah! Perempuan itu!" Leon menggerutu soal helmet yang terlupa namun masih mengingat sosok pemboncengnya semalam. Dia memeriksa ingatan semalaman hingga menyentuh pagi, dan otaknya mulai terasuki bahwa perempuan itu  seperti Maya. Makanya dia berhenti menawarkan tumpangan untuk melindunginya dari malam yang dirasakan terus melukai. Demikianlah adanya naluri.
Setelah menanti mentari mulai menyiram bumi, Leon menggerung kembali kendaraan besinya, memacu ke alamat yang dibisikkan perempuan semalam, sehingga tak lama kendaraannya sudah mencapai sebuah tujuan hunian yang tampak tersendiri. Leon menatapi rumah di depan wajahnya lalu memencet bel di pagar.
Entah kenapa hatinya berdesir menanti, layaknya sebuah penantian dalam pencarian panjangnya. Ketika seorang perempuan melangkah keluar pintu Leon seperti mematung, matanya diam tak bergerak.
"Maya?" Mulutnya bergumam menganga.
"Hei! Kamu yang semalam kan?" Perempuan itu mengingat. Kepala Leon mengangguk ditengah terpana, bibirnya terkunci.
"Masuk deh!" Wanita itu menawarkan sembari berbalik. Leon mengikuti bak kerbau tercucuk hidung melangkah masuk dan duduk tenggelam di sofa lembut.
"Helmnya kan? Sebentar, ya!" Lalu gadis itu berjalan  menghilang ke koridor belakang rumah meninggalkan dirinya. Leon menatap berkeliling dinding, beberapa foto menampakkan  sesuatu seperti di dalam otaknya. Dia merekam bahwa gambar-gambar perempuan yang tergantung itu adalah Maya, dari garis wajah dan fashionnya yang pernah berada di dekatnya detil setahun lalu.
"Aku tak mungkin salah! Kamu Maya tercinta.." Leon bangkit dan mendekatkan matanya pada foto perempuan di dinding yang membuat matanya terpejam perih.
Sementara tanpa suara perempuan muda itu sudah berada di sisinya, sebelah tangannya tampak memeluk helmet yang terbawa.
Dan Leon menoleh kepada gadis itu, menatap helmet yang dikenalnya berwarna puith telah berubah menjadi warna merah darah, begitu pula sepanjang lengan perempuan itu berlumur merah yang sama.
Leon terdiam, tubuhnya merasakan beku, seperti mengakhiri kesakitan panjang. Dia menatap perempuan di depannya dengan harapan.
"Tak mengapa, aku akan membawamu pulang Maya..." Bisiknya.
Leon menarik lembut tangan perempuannya lalu melangkah keluar dari rumah yang terpencil itu.
Juga meninggalkan sepeda motornya yang telah remuk  tak berbentuk lagi.