Lalu dia pergi dengan cuitan panjang yang semakin menjauh, mengucapkan selamat tidur. Aku masih menahan kantuk untuk membaca tulisan-tulisan ringan pengantar peraduan, sampai aku menyerahkan nasibku kepada dekapan malam. Mendengkur.
Pagi pun menjenguk. Matahari yang semula rebah di balik garis belahan bumi mulai terjaga. Matahari itu seperti ibu, yang tertidur di paling akhir dan terbangun di paling awal lalu melayani bumi. Aku mengulet sebelum benar-benar melek mata. Sedikit keganjilan kurasakan. Tak ada suara buruk si burung, temanku itu. Biasanya cocotnya sudah tak sabar untuk mendahului kelopak mataku, kali ini hanya sunyi pagi meski sinar mentari menerobos kisi.
Apakah dia bepergian lagi? Terkadang burung sahabat ini suka berlibur. Beberapa hari bahkan beberapa minggu tak menampakkan batang hidungnya. Lengking cicitannya hanya menjadi fatamorgana yang mengiang di kepalaku. Tanpa kehadirannya semesta terasa bolong. Dan kalo sudah demikian aku merasakan temanku pasti fana dan karenanya akan bisa mati. Kecuali suaranya, seperti sebuah rekaman di labirin otak yang otomatis mengeluarkan bunyinya sehari-hari. Cuit, cuiit, cuiiit!
Lalu membuatku rindu sekaligus bertanya-tanya. Apakah dia benar-benar mahluk burung atau mahluk lain?Â
Karena biasanya, selama kepergiannya, seekor lebah akan menggantikan kehadirannya. Suaranya yang berdengung dengan irama yang serupa dengan burung. Kasar dan menusuk. Tapi sekarang memiliki duri. Itu lebah yang menyengat di sela-sela taman bungaku, membuat jemariku berdarah pada titik sengatannya. Â Lalu dia berkeliling mengitari teman segala bunga yang ku pelihara, suaranya bernyanyi monoton karena melulu berupa dengungan tanpa irama.
"Sahabatku hanya satu!" aku berteriak di atas reremputan ketika mahluk itu terbang rendah berkeliling.
"Aku sahabatmu!" katanya kurang begitu jelas karena seperti mesin berdengung.
Aku mengejarnya untuk memastikan bahwa temanku bisa terbang dan mengapa menyengat yang artinya dia memiliki duri. Menjadikan ku penasaran.
Aku sudah mengeluarkan kedua kepekaanku, yaitu lengkingan cuitan burung dan sengatan duri. Mahluk apakah engkau? Â Ah, sobat aku penasaran. Engkau membuatku bingung!
Memang semenjak itu dia datang dengan berganti-ganti karakter, kadang burung kadang lebah. Aku menjadi pusing, seekor burung yang cerewet dan juga memiliki sengat lebah. Dan aku yakin bahwa kamu itu mahluk yang sama, bukan lebah sendiri atau burung sendiri. Bukan dua tapi satu.
***