Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Reshuffle Nomenklatur

18 April 2021   21:23 Diperbarui: 18 April 2021   21:57 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Istana Merdeka, Jakarta (Danu Damarjati/detikcom)

Tanggal 9 April 2021 minggu yang lalu DPR mengesahkan perubahan nomenklatur baru  yaitu leburan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta hadirnya Kementerian Investasi dan Penciptaan Lapangan Kerja. Melihat panjangnya jeda waktu antara pengesahan dan reshuffle terkait dengan perubahan nomenklatur ini, memunculkan dugaan akan adanya reshuffle boncengan selain dua itu.

Peleburan dikbud dengan ristekdikti juga menjadikan cakupannya begitu luas untuk sebuah kementerian, terkesan menjadi kementrian yang paling ambisius sebagai tonggak edukasi dan teknokrasi. Kalau tidak bisa dibilang sebagai pemadatan karena kuota jumlah kementerian sudah habis.

Asumsi saja reshuffle itu sudah membosankan dengan sudut pandang seseorang sebelum dan sesudah direshuffle. Bahwa sebelum menjabat pasti nilai kandidat dipuja sebagai orang hebat yang kemudian drop ketika kena reshuffle. Selebihnya, apakah reshuffle menjanjikan hasil  pencapaian yang lebih baik? Jawabannya belum tentu.  Jadi ini 'trial and error', jika tolak ukurnya reshuffle.

Demikian halnya dengan nomenklatur, apakah dengan merubah atau menambah nomenklatur akan ada daya pendorong kementrian? Asumsi saja, 'body' nomenklatur itu besar sekali yang perlu waktu panjang untuk bereformasi, maka nomenklatur hanya akan merubah kepalanya saja.

Merubah nomenklatur di tengah jalannya kabinet jadi sama sekali enggak lucu, meskipun dengan alasan apapun. Cetak biru dari job desk sampai network koordinasi pasti sudah termuat pada fase sebelum kabinet berjalan dan fase memilih kandidat, lengkap dengan plan B jika terjadi 'major' seperti pandemi. Merobah nomenklatur harus menjadi tidak pilihan kalau mau digunakan sebagai pilihan terakhir atau mortal.

Sama halnya dengan reshuffle, sebaiknya tidak berada di level penilaian yang abu-abu. Ganti menteri hanya berlaku untuk kematian, sakit berat, pidana, mengundurkan diri dan berakhirnya kabinet, bukan rapor merah, kuning, hijau. Logis jika seorang menteri dicopot karena dinilai performanya jeblok, bukan hanya menjadi tanggungannya sendiri. Ada bosnya, ada sistemnya dan ikutannya, yang mesti ikut dibenahi. Presiden tidak hanya punya prerogatif tapi sekaligus punya 'enforce' agar menteri bekerja dengan performa baik. Mestinya ada kontrol dini dengan feedback, ketika seorang menteri mulai tidak perform. Jangan terlalu percaya pada polingan kepuasan terhadap kinerja menteri karena survei beginian mudah tergelincir ke dunia fans.
Jadi, ketimbang reshuffle boncengan, lebih jujur untuk melihat siapakah yang akan mengisi pos dua nomenklatur kementerian baru ini.

Bila asumsi diatas bisa ditelan, maka menteri Pendidikan dan Kebudayaan eksisting harus mengisi kementrian baru, leburan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Sesuai konsistensi dari asumsi diatas, Nadiem Makarim akan menjabat tetap di posisinya yang konsekwensinya dengan cakupan yang lebih luas seiring nomenklatur baru dengan tambahan.

Pro-kontra performa Nadiem akan bisa dibawa keman-mana seenak yang ngomong, tetap saja presiden yang paling mengetahui kerja pembantunya.

Monggo saja secara pribadi berhak menilai Menteri, termasuk Nadiem, siapa saja mau kompeten ataupun no kompeten, kelas ringan, sedang ataupun berat, ngaruh ataupun nggak ngaruh, termasuk saya.

Jika menurut pikiran saya, Nadiem itu 'out of the box', enggak tradisional, dia 'open wide', dia bekerja langsung menusuk ke jantung pendidikan, memakai standar nyata bukan semu, mengaplikasi standar PISA (Program for International Student Assesment) yang bercerita tentang kinerja skolastik untuk matematika, sains dan membaca yang dinamis terhadap kekinian dan sangat terbuka kepada variasi wawasan pembelajaran dengan faktor lain khas dan pengetahuan baru peserta tiap negara . 

Program ini disepakati organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Dunia yang menjadi lebih aplikabel dengan penyerapan sesuai perkembangan dunia. Nadiem orang yang berbeda dari sebelumnya, sehingga mungkin banyak yang belum paham sekarang, mungkin nanti setelah puluhan tahun kemudian baru dimengerti.

Dengan konsep Merdeka Belajar, banyak tradisi lama yang dipotong oleh Program Guru, Organisasi dan Sekolah Penggerak, membuat institusi satuan pendidikan ini untuk mandiri dan percaya diri, menghapus pola kuno dan tidak hanya bergantung kepada dinas-dinas setempat. 

Begitu pula halnya dengan pulsa PJJ yang langsung ke akun siswa, diharapkan pula dana BOS juga mengikuti. Karena masih banyak sekolah negeri yang membayar SPP dan mendapat paket buku BOS mengharuskan siswa membeli paket buku lain yang sejenis. Lah! Jadi 'curheart'.

Nomenklatur baru, Kementerian Investasi harus tetap dipegang oleh Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, lepas dari soal perform dan tidak perform. 

Bambang Brojo otomatis tidak lagi menteri karena Kementerian yang dipegang tidak ada lagi, lagian beliau juga sudah pamitan di salah satu acara satu ptn. 

Puas tidak puas dengan kinerja kedua menteri ini, sekali lagi jika asumsi diatas dipilih, maka Presiden sudah ada disetengah jalan keberhasilan program kabinet. Reshuffle hanya akan menambah jalan lebih panjang dan ketidakteguhan kabinet, apakah 'All for One and One for All" atau tidak. Apakah'solid' atau sulid. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun