Kita semua tau bahwa Konggres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat versi Deli Serdang melibatkan pertikaian dua jendral lama yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Â dan Moeldoko. Namun ada satu lagi "Jendral" baru yang bakal lahir di KLB yang dibilang "Abal-Abal" oleh "petahana" Â Partai Demokrat.Â
Menyimak dari dorongan peserta yang bakal memunculkan bintang baru bagi penggagas KLB sebagai "Jendral Baru Sibolangit" yaitu tak lain adalah Jhoni Allen Marbun dengan pangkat baru jendral sekretaris atau sekretaris jendral. Â Meskipun bukan dari militer namun dia juga tetap seorang jendral, dan berhak mamakai nama depan akronim 'sek' menjadi sekjen.
Jhoni JAM, yang dikenal "jagoan" sekaligus berjuluk "orang sakti" Â adalah sosok politikus karatan di dunia Demokrat. Â Dari segala 'talk show" yang kekinian bisa ditonton, beliau nampak terampil berdebat dengan logika, 'knowledege' dan eksperiens yang begitu melekat di dalam otaknya.Â
Tidak mudah dijatuhkan dalam ragam perdebatan terutama soal histori hukum dan politik partai dengan lambang "Benz" ini. Penuh perhitungan dan tampak "licin" disela penguasaan dan administrasi tajam tentang lika-liku kepartaipolitikan.
Bukan orang baru di partai yang digagas oleh SBY dan bergabung Partai Demokrat sejak 2002. Jhoni memang bukan politisi kaleng-kaleng, dia organisator ulung sekaligus 'hands on' sebagai orang lapangan yang bergumul dengan kehidupan nyata sehari-hari, jadi bukan 'out school' turunan menak yan bisa sekolah enak apa-apa tersedia. Â
Jadi jangan diragukan semangat tarungnya betulan si Abang Jago. Agak mengherankan jika Partai Demokrat cq SBY tidak mendengar pendapat seorang Jhoni. Jhoni bukan seperti Rahlan, Andi Arief atau Rocky Gerung yang banyak bermain putaran teori logika, dia praktisi degup kehidupan politik sebagai pemegang tiga periode anggota DPR.Â
Berani berbeda pilihan dengan partainya untuk memilih Jokowi-Ma'ruf dalam pilpres 2019 seperti mengindikasikan bahwa Jhoni bukan seorang ABS, asal bapak senang. Kritis dengan analisisnya dan kelihatan tidak membabi buta membela bosnya.Â
Sayang memang, Demokrat memecat JAM, mungkin seandainya dilakukan diskusi internal mereka, maka KLB bisa terhindar, dan isu kudeta hanya utopi dan  menjadi catatan penting untuk introspeksi perubahan Demokrat kembali ke pada makna dari para pendirinya sesuai namanya demokrat.
Tapi sudahlah, KLB telah terjadi, membelah kubu Partai Demokrat sementara ini, bahkan menurut saya, timing KLB seperti lebih cepat lahir dari rencana yang logikanya mengikuti evolusi progres isu kudeta jadi mendadak KLB.Â
Meskipun demikian dari segala liputan media gambar terlihat helatan KLB cukup terorganisir dan terkontrol, memberi kesan bahwa persiapannya bukan main-main dan pastilah dalam kurun waktu yang cukup. Bisa di kesankan bahwa KLB 'in situ', memuat rencana yang cukup detil dan sistematis, dari tempat, kehadiran dan kontingensi, semuanya tampak  sudah masuk perhitungan.Â
Mungkin ini gaya khas Jhoni Allen dalam merancang suatu momen. Ditinjau dari peserta yang cukup besar yang di klaim 1.200 orang pemilik suara sah, fasilitas akomodasi, transportasi dan perangkat personal seperti seragam, finansial yang terlihat matang, bahkan antisipasi unsur terkait anti-aksi di lapangan terlihat sudah diperhitungkan, termasuk perijinan dan koordinasi instansi terkait seperti terjalin. Dari sisi software dibuat pula keputusan perubahan AD/ART, pembubaran Majelis Tinggi, hingga KTA 'lex specialis' untuk Moeldoko dan segala hal yang diperlukan sebagai bentuk antisipasi yang bisa membentur aturan. Â
Jadi secara kasat mata , secara pribadi, KLB dorongan 'Jendral' Sibolangit ini terkesan memiliki aura yang boljug (bole juga), standar, terkontrol dan tidak terkesan norak. Â Dan dari sinilah diperlukan 'counter measure' yang melebihi padanan, dari seorang Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketum Partai Demokrat 'asli'.Â
Konsolidasi dilanjutkan dengan unjuk kekuatan riel soliditas DPD/DPC yang masif dan produktif  dan bukan hanya dalam kata kesetiaan searah namun timbal-balik, mau enggak mau harus digelar sebagai pengecilan Demokrat KLB Deli Serdang. Orasi soal keluh kesah kudeta, harus segera dimasukan laci sebagai bagian masa lalu, begitu pula pola menarik-narik petinggi kekuasaan untuk pemihakan hanya menyiratkan inferiorritas. Perlu strategi pemikiran orang-orang Demokrat sekelas Jhoni, untuk memformulasikan gerakan yang efektif pada implementasi, bukan orang-orang pinter demokrat pemain twitter atau tiktokan.Â
Secara detil bisa mengkonter segala aturan yang demokratis sejalan dengan aturan undang-undang kumham, guna persiapan langkah kedepan di pengadilan sekaligus Partai Demokrat  baru yang bertransformasi tidak hanya bapak-anak.  Jadi enggak perlu buang energi buat ekspos ke menkumham atau ekspose lainnya yang memunculkan bias dan kontra produktif dan malah bisa membesarkan simpati ke kubu lawan.Â
Langkah menambal atap bocor lebih penting dengan mereview fakta bahwa tuduhan yang dilakukan Demokrat KLB itu hanya masuk angin saja dengan cara introspeksi kedalam untuk dilakukan segera perbaikan guna mendapatkan partai modern kembali di jalur demokrat dan di hati rakyat.Â
Jangan yang dibawah disuruh janji-janji tapi justru sebaliknya, yang atas yang mesti berjanji untuk membawa yang di bawah mulia. Kalo mau ekstrim dan yakin akan dukungan penuh ada di 34 DPD dan 514 DPC, berani aja adakan KLB tandingan yang baru untuk menepis segala isu atas munculnya KLB Sibolangit, sekaligus untuk me 'reset' pucuk kepemipinan AHY apakah 'firm' atau tidak. Jika 'firm', Â proses dualisme partai yang kelak masuk pengadilan bisa dimasukkan keranjang sampah dan acuhkan saja KLB Sibolangit yang pasti akan kusam sendiri bersama waktu akan kehilangan legitimasi. Mungkin inilah saatnya 'turning point' seorang AHY yang harus dilakukan secara benar dan memang harus berbeda dengan ayah mentornya, SBY.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H