Saya pun membuka pintunya, gelap menerpa dari dalam ruangnya, sementara bau merebak seperti aroma bayi. Saya meraba dan menekan pin lampu penerang, sembari melangkah masuk. Mata saya berkeliling mengamati, ruangannya tidak berisi banyak perkakas, hanya sebuah ranjang bayi, meja kecil dan perlengkapan bayi dari mulai botol dot, bedak, hingga popok. Beberapa mainan bunyi bunyian menggantung. Segala terlihat rapi dan resik meski nampak silam.Â
Tidak ada sama sekali keseraman yang semula terbayang di kepala saya. Ternyata kamar ini menawarkan rasa nyaman dan kebahagiaan di hati saya, sementara aroma minyak telon dan bedak wangi bagai mengalir tiada putusnya. Entah berapa jam saya masih terduduk dalam ruang ini, merasakan ketidaksetaraan tubuh saya dengan rasa cinta dalam kamar ini. Cinta itu seperti menghitung dengan dirinya sendiri, membesar dan melampaui kemampuan diri saya.
"Dia sudah ada sebelum Sisai lahir.." Nyonya tua itu tiba-tiba hadir memecah kata. Saya menatapnya dengan mata rabun. "Cinta..?" ucap saya. Dan perempuan sepuh itu mengangguk. Perempuan renta itu membelai kepala saya. "Pulanglah segera anakku kerna dia sedang sekarat.." "Sisai..???" saya melonjak dan baru menyadari. "Berlarilah secepat angin, kau harus mengembalikan cintanya. Dia memerlukannya untuk kematiannya.." Perempuan tua itu menutup katanya dengan linangan. Secepat kilat langit, saya melompat dan berlari dan terus berlari sambil meneriakkan "Sisai  tunggu! Saya sudah menemukan cintamu! Saya akan mengembalikannya!"