Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

"Reshuffle Ghostbusters"

25 Desember 2020   08:31 Diperbarui: 25 Desember 2020   08:39 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Syahdan Cahya Nugraha dari Pixabay

Enam mentri subtitusi, pasti bukan seperti cadangan pemain di sepakbola. Berkostum' hoodie parka' berwarna biru langit, keenam 'supersub' ini diperkenalkan oleh presiden JokoWi, kemarin 22 Des 2020. Entah kenapa ada warna biru diatas warna putih, barangkali seorang penyair bisa mengatakan  langit lebih tinggi dari awan, atau awan ditarik dan terlihatlah langit. Whatever. 

Setelah sekian lama gonjang ganjing media masa yang brisik dengan pikirannya sendiri soal 'reshuffle', dan semakin menggelinding sehingga 'reshuflle' seakan menjadi mantra di masa panjang dan melelahkan dalam 'pageblug' ini. Lalu Kabinet Indonesia Maju  dan fans 'reshuffle' menemukan momentum mereka ketika ketika terjadi impuls atau tumbukan keras terhadap semesta, yaitu korupsi benur dan bansos. Engsel  pun bergerak dan pintu 'reshuflle' terbuka. "Jreng..Jreng..".

Dan enam punggawa pengganti diperkenalkan, lalu menyeruak keterkejutan, spekulasi, harapan, pesimis, biasa aja dan analisis yang seadanya, di ada-adain atau segala ada. "Kenapa cuman enam?" saya bertanya tanya dari dalam hati. "Maunya berapa sampean?" kata hati.  "Banyak!" maunya saya. 

"Kenapa?" Saya bingung karena banyak mentri yang saya enggak tauk, baik nomenklaturnya, namanya, apalagi rekam kerjanya. Apa mentri yang enggak saya tauk itu enggak kerja atau diem aja, tentu saja tidak. Tapi saya bener bener tidak tauk? Sumpah! Eh! Banyak yang seperti saya enggak sih? 'Help' dong! Kalo gitu, boleh saya usul kepada pak JokoWi, bagi mentri yang sudah dipilih harus ada tambahan syarat, bahwa dia harus mencari cara untuk terkenal atau dikenal rakyat. Sehingga saat dilakukan 'reshuffle' kayak gini, kita enggak bingung, kenapa mentri yang di ganti harus enam ( Nomor punggung Paul Pogba)? Kenapa enggak tujuh ( Christiano Ronaldo)?,  atau kenapa enggak sepuluh (Messi)?

Ya sudahlah. Tinggalkan masalah nomor punggung, dan kembali ke enam mentri pengganti, suka tidak suka, saya melihatnya ini semacam bentuk formal gugus tugas pandemi terkabinet, yaitu suatu struktur team formal didalam kabinet  yang bekerja sebagai 'commissioning' atau pemulusan untuk lepas landas periode pandemi  ke periode vaksinasi. 

Mungkin saya sebut 'Reshuffle Ghostbusters', pemburu hantu (virus).  Memang terlihat dari beberapa sayap yang mesti dikuatkan dan diseimbangkan guna pemulusan pelaksanaan vaksinasi Covid19, dari sisi bantuan sosial (kemensos), manajemen pandemi (kemenkes), keagamaan (kemenag), dan struktur marginal seperti nelayan, kaki lima, jasa jalanan dst yang dikover oleh kementrian KP. parekraf dan perdagangan.  

Jadi  di masa sendyakala virus corona 19 yang memorak poranda sosial ekonomi, dimana 'saturated' dan 'blankspot' pemerintah telah menjadi pintu lebar oposisi  untuk mendapat bangku bonus massa yang sensitif 'desperate'. Menyiratkan pesan bahwa perjuangan menuju akhir covid19 menuju keberhasilan 'remedy' vaksinasi yang sudah di depan mata, adalah bukan soal gampang. 

Setelah berdarah darah berperang dangan virus corona19 tentu pemerintah tak akan mau kembali 'bleeding' di tahap periode vaksinasi bila terjadi kegagalan capaian  target vaksinasi 160 juta orang, lepas dari perdebatan kekebalan kelompok atau 'herd immunity' yang gak jelas. Yang berarti pada periode antara, yaitu periode akhir covid19 ke awal kekebalan vaksinasi bisa menjadi periode rentan. 

Dan nampaknya , enam punggawa baru ini diangkat untuk misi 'Ghostbusters', memuluskan jalan dari halangan  untuk langsung turun ke jalan, memercayakan diri masyarakat dengan keadilan bansos (Bu Risma), keadilan vaksin (Budi Sadikin), kesahihan vaksin (Yaqut Cholil), harapan usaha kecil (Sandi Uno), nelayan (Wahyu Trenggono) dan lalulintas vaksin (M Lutfi).

Perkara lain mungkin hanyalah bumbu, seperti mengapa menkes bukan dokter, tapi bankers. Pastilah profesional dan manjerial selalu menjadi tolak ukur. Makanya disiasati dengan penunjukan wamenkes yang dokter. Ada juga referensi negara lain yang menkesnya bukan dokter, seperti Jepang, Australia, Arab Saudi dan beberapa negara lain yang sayangnya lebih maju dari kita. Bu Risma yang berwawasan kota harus bertransformasi nasional apakah menjadi mensos atau menbansos, mungkin tinggal lihat saja nanti waktu yang membuktikan. 

Namun yang menggelitik, kenapa Bu Risma baru masuk sekarang, tidak dari awal, sehingga kasus korupsi bansos gak bakal kejadian. Kerna hakekat menteri sosial itu mulia, sangat lekat dengan sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Bukan hanya bansos.  Barangkali yang menarik adalah majunya Sandi Uno masuk kedalam  jajaran 'supersub' ini, beberapa menyayangkan posisinya di pariwisata dan ekonomi kreatif bukan di kkp, ada pula yang setuju setuju saja. Barangkali kurang begitu penting dimanapun posisi Sandi dalam kabinet ini, karena dia seorang enterpreneur handal. Mungkin yang lebih penting adalah posisi Sandi diluar kabinet, yang sekarang menjadi kosong, menghapus legasi keindahan oposisi yang berkelas.  

Spekulasi masa depan 2024 bisa jadi salah satu pertimbangan. Atau bujuk rayu  Erick Thohir dan Lutfi untuk kembali menjadi 'tiga serangkai'memperkuat 'the dream team basketball' atau hanya sekedar menjadi "the rich outschool'? Marilah membiarkan waktu menjawabnya.
Perihal mentri agama Yaqut, barangkali tak perlu membahasnya, karena agama itu hubungan pribadi dengan Tuhan, religi, mengikat kembali  diri kepada Tuhan.

Mengenai mentri KKP, bapak Wahyu Trenggono, barangkali tidak lagi perlu di bandingkan dengan Bu Susi P sang mantan. Mungkin yang penting bahwa irisan kelautan harus mengikutkan badan  pengetahuan kompeten seperti LIPI, BPPT atau perguruan tinggi. 

Sehingga tidak menjadi sengketa data empirik dan perang kebijakan yang memicu pro kontra. Meski Bu Susi membekas di hati rakyat, pro-kontra yang di amplitudo media main ataupun medsos harus disingkirkan dari meja kerja yang baru.
Selamat bekerja "reshuffle ghostbusters", sampai jumpa di episode 'reshuffle' berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun