Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Luna Mencari Udara

2 September 2020   10:01 Diperbarui: 2 September 2020   10:05 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Marielou Lolilop dari Pixabay

Dia begitu ingin bertemu entah dengan seseorang, atau sesuatu yang dia tidak melihat atau merasakannya secara jelas. Penuh keraguan namun juga bercampur kepastian, Luna terus menjulang untuk menguak hal yang ingin dicarinya meskipun telah membayang namun tetap tak tergambar jelas. 

Sementara udara disekeliling tubuhnyapun tak pernah beranjak, Luna merasakan udara itu hadir didekatnya, melindungi dan berjalan bersamanya, dia gembira. Luna seakan terbebas dari semua lelaki, bahkan orang orang terdekatnya dan terus berjalan menaik. Hingga tanpa disadari, dia telah mencapai puncak bukit biru, yang berwarna lebih biru kerna dekat dengan langit.  

Luna tak merasakan beban bahkan seringan apapun, begitu bebas tanpa tempat berpijak atau tanpa tempat tinggal, tidak pula tetangga. Tak ada kekuatiran terhadap orang lain.

Dan saatnya dia beristirahat di setengah bayang pohon yang teduh, buat membuka bekal makanan yang di panggul dalam ranselnya. Sementara angin berputar masih saja memusari sekitar, seperti tak hendak beranjak. Membuat matanya mengantuk setelah menghabiskan semangkuk bekal dari mama tercinta, Luna tertidur terbawa oleh sejuknya, tidak seperti biasanya.

"Bangunlah gadis, kamu nanti bakal terlalu lambat kembali ke rumah" seseorang menyentuh bahu Luna menggugahnya. Mata indah Luna terbuka dan menatap seorang lelaki dihadapannya, wajah lelaki itu begitu tirus tapi tampan, begitu pula tubuhnya sangat kurus  namun terlihat bersih. Luna menatapnya lama, seperti pernah mengenalnya silam namun entah dimana. Tanpa sadar Luna menggeleng, dia merasakan tiba tiba enggan untuk pulang.  

"Ku ingin disini saja kakak.." balas Luna malas. Sejenak lelaki tipis itu beranjak, gerakannya demikian lembut seperti bayu, dia mengambil tempat dan bersila dekat dengan tubuh Luna yang masih terbujur. "Nona, kamu telah terlalu lama bersama dengan sendiri" lelaki itu berujar. Luna seperti ingin berbicara banyak dengannya, Luna pun curhat, kepada lelaki asing itu. 

Luna berbicara seperti orang buangan kepada seorang tuan rumah yang ramah, tentang ratapan pencariannya di bukit biru. Hingga pada puncaknya, Luna merasakan sesak didada kekurangan udara, sementara lelaki tampan itu hanya diam terpaku saja, namun wajah beningnya semakin mendekat. Hingga ketika Luna menyelesaikan cerita, lelaki itu menarik nafas seperti menghirup udara teramat panjang.

Luna masih tetap teridur, cantiknya masih terbersit meski larut di ketuaan wajahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun