Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Suara-suara Serangga

8 Agustus 2020   22:06 Diperbarui: 11 Agustus 2020   21:01 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh StockSnap dari Pixabay

Siapakah yang menyenangi serangga? Binatang kecil yang selalu bergerombol mengerjakan pekerjaannya, menggigit dan mengunyah dengan suara berirama yang tidak enak, bahkan terkadang menyeramkan. 

Tak ada yang menyukai makhluk kecil pengerat ini, yang berjalan merambat bisa lambat bisa pula cepat tergantung kegentingan naluri mereka. Makhluk mungil yang berdegup dan gemeretak, layaknya suara detak jam, berbunyi sayup yang tajam melagukan irama mengancam. 

Menampilkan suatu bayangan kompetensi membunuh yang menyebalkan, sedikit demi sedikit untuk mencapai titik ujung keparahan sebelum menuntaskan dengan kematian.

Dan saya masih memperhatikan gerombolan titik-titik hidup ini berbaris mengerumuni batang pohon rumah saya. Semakin saya tatap semakin kejam balas tatap mereka, mengancam seakan mau merubuhkan pohon saya dalam satu tikaman halus ke titik terdalam kayu pohon kesayangan saya itu.

Sudah sejak seminggu terakhir ini saya juga baru menyadari akan kehadiran pasukan pengerat kecil itu, merayapi tanah seputar akar pohon mahal yang berpuluh tahun silam saya miliki hingga sekarang telah bertumbuh besar, gahar dan rimbun. 

Kerumunan serangga itu sementara sudah menutupi hampir separuh keliling lapisan batangnya, sehingga terlihat seperti lapisan warna kusam yang berdegup menjijikkan. Dan suara keratannya sangat seragam seperti padu suara dengan tembang datar yang menakutkan, tanpa henti dan tanpa jeda.

Telah saya coba untuk memikat mereka dengan semprotan beraroma wewangian yang mengandung kemikal anti serangga nan mematikan, namun mereka bergeming. 

Sebagian memang berjatuhan, namun sebagian besar malah tambah bernafsu mengunyah dan menguliti pohon saya, semakin dalam dan lebih dalam. 

Beralih ke strategi lain, saya pancing mereka dengan makanan serangga hasil dari konsul saya dengan seorang ahli anti insek, terlihat berhasil menggiring sebagian besar mereka untuk melahap umpan yang berbau balsam itu. 

Tapi lewat hari ketiga, serangga serangga mabuk yang bergelimpangan, mulai menggeliat lagi. Malah terlihat lebih kuat, lebih cepat dan lebih berisik. Barangkali mereka mulai menjadi imun setelah beberapa hari mabok melahap umpan sang ahli itu. 

Padahal untuk itu tidak kurang uang yang saya habiskan untuk biaya eksperimen rayuan obat serangga ini. Selanjutnya hal ini membuat saya frustrasi, seperti tak ada jalan lain untuk membasmi serangga menjengkelkan ini.

Kadang saya hanya bisa termenung memandangi pohon yang selama ini saya kagumi begitu gagah, kini mulai terlihat seperti orang yang terhuyung kepayahan diterpa penyakit akut. 

Sementara telinga saya tak henti mendengar suara gemeretak yang dibuatnya, seakan suara itu mengirim jauh kedalam otak saya akan tanda atau peringatan mendekatnya akhir cerita sang pohon tercinta. 

Dan suara gemeretaknya memang sangat mirip denga detak jam, yang memiliki efek tunggal di tengah malam, ketika semua suara lain terbungkam disaat segala hal telah tertidur. 

Serangga itu tak pernah tidur, benar-benar hanya bekerja mengetuk ngetuk batang pohon terdalam dengan rahangnya yang keras dan bahkan rakus memakan jalannya sendiri.

Meski merasa cemas di saban malam tidur saya, saya masih saja mengambil kesempatan menatap pohon gagah saya yang terlihat menghitam di sapu malam lewat jendela kamar. Seakan memberi semangat untuk tetap bertahan dari gempuran serangga dahsyat itu, meskipun saya tau bahwa spirit itu sudah semakin pudar.

Waktu pun berjalan tanpa terasa karena saya sudah menjadi terbiasa dengan ketegangan ini, sehingga tidak begitu merasakan lagi ketegangan di setiap malam.

Namun suara suara serangga itu semakin menggemakan irama tajam detak persis suara detik jarum jam sehingga hampir setiap malam mengganggu tidur saya dan membuat saya semakin lemah. 

Terlebih melihat pemandangan sehabis senja selesai, bayang lembayung pohon kehidupan saya semakin memucat menjadi lebih pekat ke warna malam, mendahului waktu petang yang masih sibuk mengguyur warna ungunya. 

Kadang saya pikir sudahlah menyerah saja, ketika menyadari ketrampilan seranga serangga itu yang sudah berhasil menempuh kedalaman masif di batang pohon saya. 

Kelihatannya para makhluk bersuara gemeretak ini sudah mulai bersiap memilin lewat taring-taring halusnya, merasuk ke inti dari pepohonnan saya ini, tinggal memeras serabut terdalamnya, setelah itu selesailah sudah. 

Saya sendiri mulai kerap tertidur semakin lemah memikirkan pohon itu, sambil menatap detik jam yang kayaknya semakin menyurut intensitas suaranya. Hingga di suatu malam seperti melayang, telinga saya terasa kedap dan sudah tak mendengar lagi detik jam dinding yang menggantung di kamar.

Sementara perawat tampak bergegas melangkah masuk ke kamar saya dan memeriksa pergelangan tangan saya, sembari matanya menatap ke jam dinding yang mati yang tak terdengar suara detaknya lagi. 

Serentak itu pula mama saya tergopoh masuk kedalam kamar untuk memeriksa keadaan saya yang terbujur diam sambil menatap mata sang suster perawat penuh tanda tanya.

Perawat kemudian nampak bicara kepada mama, katanya, dia mendengar detak jam berhenti sebelum saya meninggal. Terlihat nyata wajah tersinggung mama mendengar penjelasan suster perawat.

Kata mama kepadanya sedikit membentak, bahwa suara itu bukan detak suara jam dinding melainkan suara-suara yang dibuat oleh makhluk-makhluk kecil serangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun