Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Derita Singkat dengan Sabar

26 Maret 2020   21:30 Diperbarui: 26 Maret 2020   21:35 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Harut Movsisyan dari Pixabay

Sejatinya aku telah mengenalnya silam, dan otakku bahkan seperti telah mememori, sumpah, telah mengenalnya beratus atau bahkan beribu tahun di belakang, yang sulit dijelaskan. Namun tergores demikian dalam dan jelas. 

Rasa ingin meloncat keluar dari ketinggian truk yang ku tumpangi, guna mengejar lelaki yang telah terlewat di belakang. Beruntunglah parade truk segera berhenti kerna tiba di tanah tertuju, berderet menanti 'unloading'. 

"Inilah kesempatanku!" aku menggumam, sambil berpegangan chasis menuruni truk raksasa ini. Menjejak tanah, kutoleh kearah belakang, lelaki itu masih lengang berjalan di kejauhan dan tanpa komando pasukan, ku berlari menyongsong punggungnya.

"Tuan! Bersegeralah masuk ke rumah, kali ini sangat berbahaya sendiri bagi anda!"  sedepa jarak dari belakangnya aku memperingatkan. Lelaki itu berhenti dan menoleh. 

Parasnya yang rupawan menatapku lurus tajam, membuatku seperti mengarungi hipnotis. Sementara tubuhnya sepenuhnya berpaling di depanku, meninggalkan gerakan tubuhnya yang demikian seksama, menyiratkan perbawa yang hikmat. 

Dia bukan lelaki sembarang, hati dalamku berkata, membuat tubuhku terdiam kelu. Lalu di melangkah mendekat. "Tuan! Kita tak boleh kurang dari satu meter.." ku mensergah gerak majunya. Dan dia menurut, berhenti berjarak dari ku. Parasnya bersenyum, lalu memandang langit dan bumi. Perlahan dia berkata.

"Aku pernah datang dibawah pagi bumi ini. Merasakan kesakitan dalam waktu singkat, satu derita hina paling mengerikan yang paling sabar..." Sebelum habis ucap lelaki memikat itu, aku segera menyadarinya. 

Ku pun berlutut lalu bangkit lari berbalik, kembali menjemput truk pengangkut raga korban wabah. Kupercepat  lari kedua kaki ku. Khawatir, mereka, para petugas, keburu mengangkat salah satu peti tempat ku berbaring.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun