Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pohon Lain

17 Oktober 2019   21:32 Diperbarui: 17 Oktober 2019   21:38 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua anak yang berduka kerna ibunya mati yang tidak mereka sangka. Kebingungan adalah udara yang tersisa dari kepergian mama. Mereka dipastikan yatim piatu kerna papa pergi lebih silam. Dan mereka dua anak menjadi terlihat lemah dari segala. Tak ada yang menghiburnya lekat meski sanak kerabat mendekat. Menangis menjadi kerja dari mentari sampai rembulan meski terjaga alam semesta.

"Aku mau ikut mama" adiknya bersuara dipelukan kakaknya, yang hanya itu yang bisa diperbuat kakaknya, kerna tak pula kalah duka rasanya.

"Masuk kedalam aja ya dik" sang kakak berbisik sambil berderai, merangkul adik kedalam peraduan rumahnya yang sunyi namun tak biasa sepi. Mereka melepaskan kehabisan ruang lengkap kanak kanak,berdekapan didalam sangkar yang tak lagi hangat dan kasih. Hingga terlelap.

Hari mentari tiba memperbarui, melepaskan satu hari yang dinyanyikan sebagai yesterday  Beatles yang melebur kenangan. Tapi eits! Matahari tidak pernah mengenal kemarin, dia hanya bekerja membuat hari lalu membuangnya. 

Kitalah yang menciptakan yesterday. Sehingga kedua anak manis itu tergugah pagi dengan kenangan.  Sehingga terseok seoklah perjalan hari karena terseret ke halaman kenangan. 

Menangislah bila harus menangis karena kita semua manusia, disuarakan sendu Dewa 19. Kedua anak kecil itu tergugah dengan hati kecilnya yang berkeping lebih kecil lagi. Ketertinggalan berdua tanpa tuntunan tangan sang ibu, haruslah di lakoni. Dari sarangnya yang hangat haruslah mereka bersama berpegangan untuk memulai langkah kecil dan kepak sayap mandiri nantinya.

"Aku enggak bisa kakak" adik yang saban jeda merajuk membuat kakaknya kadang terlarut. Mereka terjatuh dan harus bangkitkan kaki kaki kecil mereka. Tapi emang berat, tetapi life must go on. Adalah kemampuan sendiri hanyalah omong kosong, bantuan alam semesta dan surga adalah kenyataan invisible touches, seperti diteriakkan Genesis and Phil Collins.

Hanya imaginasi nyata kedua malaikat kecil ini, seperti yang disibakkan sang mama sehari hari. Bermainlah sepuasnya hingga sirnalah luka. Dan berdua yang kerap bermain rumah diatas pohon lalu mengirim waktu banyak mereka disitu. Rumah pohon yang rindang tak begitu tinggi, bak sangkar unggas hangat menenangkan.

Maka terdapatlah sebuah pohon yang lebih tinggi disebelahnya, dimana bunga putihnya tak henti mekar dan menghambur kebawah menebar permadani. Mereka menyukainya karena mama suka tirai bunga yang jatuh, jadi kedua putri itu merasa selalu dekat. Mama tidak pernah melupakan putri  putri kecilnya, meskipun ada di pohon lain.

"Dan mama sering melihat kebawah" kata kakak sambil menerpa bola mata beloknya keatas memandangi pohon lain itu.

"Sungguh! Aku mau liat" adik berebut mendongak, sambil bermimik puas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun