Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mala

29 September 2019   00:00 Diperbarui: 29 September 2019   00:12 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jangan lupa mengingatku di satu kelak, Mas.." begitu pesan kata akhirnya.

"I will.." kataku menyakinkannya, untuk kemudian kami pun berurai.

***

Beberapa tahun pun berlalu. Meskipun berjalan, tetap saja waktu itu mengejutkan, dia berlalu begitu cepat seperti terus mendahului, yang kerap menimbulkan kekaguman sekaligus keheranan. Seperti terasa baru kemarin terjadi, namun begitu gahar perubahan tercipta yang memukau mata kita. Seolah olah berlalunya waktu adalah suatu konsep asing bagi manusia, bahwa berlalunya waktu tidak pernah berhenti mempesona.

Seperti di libur hari ini, yang kuhabiskan waktu sendiri di rumah, ketika istriku sedang berkunjung ke kampung orang tuanya. Setelah tetek bengek ku oprek, diriku pun berleha menikmati kesendirianku, yang tanpa sadar menggiringku ke kesunyian tidur tidur ayam. Dikejutkan oleh ketukan pintu muka ruang tamu. Dok, dok, dok! Malas langkah dan tanganku menggapai pintu terbuka, yang malah mengagetkan dan menajamkan buram mataku akan sosok perempuan dihadapanku.

"Mala?" aku terkesiap merengkuh mulutku. "Mas..." Dia tersenyum tak berubah layaknya ayu yang silam.

"Masuklah Mala.." gugup kupersilakan perempuan itu melangkah kedalam. Kami pun mengambil duduk bersebrangan, saling menatap di waktu jeda kerinduan. "Istriku sedang ke kampung" kuterangkan, Mala mengiyakan seperti entah mengetahuinya. "Mas belum berputra ya?" Mala berbinar tanya kepo, sedang aku surprise kepadanya, yang masih menjadi mahluk pengetahu, tak beda diwaktu lampau. Lalu keadaan cair dan kami berdua bercengkerama tentang masa lalu. Aku sendiri begitu antusias memandang kisah lalu kami yang begitu runut dan rinci yang dituturkan Mala. Aku sukak. Hingga tiba di akhir kenangan silam, kami pun tanpa sadar menginjak waktu didalam kisah aku dan istriku. Mala tersendat kelu. Tentu saja dia blank dengan kisah yang bukan miliknya, aku meyakini.

"Kamu kadang tertekan ya Mas. Istrimu..." tanpa antara Mala bersuara lamat terputus. "Kamu mengetahuinya.." jawabku tertahan. Kedua kami pun membeku, namun aku bisa membaca jawaban dari mata penasarannya sejak dulu. Ya, aku tau, Mala mengetahuinya penuh, tentang kekurang cocokkan diriku dan istriku.  Aku merunduk, seakan melihat wajah masa lalu, yang datang lebih update, untuk menemukan kembali hadiahnya atau juga aibnya. Aku menatap Mala tepat diwajahnya, seakan melihat masa lalu ku tepat di wajahnya.  

"Aku pulang.." serta merta dia beranjak. Entah apa yang ada di kepalaku, apakah akan memeluknya atau mendorongnya. Hanya kecamuk.

Dari punggungnya yang melenggang, aku kusapa kata terakhir, "Kupikir kamu selamanya tak akan pernah melepasku, Mala..". Sekejap Mala berpaling, wajahnya tersenyum sambil mengangguk. Persis seperti masa lalu itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun