"Kau perlu rehat Gio"
"Sudah kucoba, hanya membuat kepalaku pecah. Please tolong aku, bukankah kau seorang dokter jiwa Ferguso!"
"Pulanglah Gio. Aku berikan kau pil tenang. Kuncilah kamarmu. Dengar kataku, kunci kamar tidurmu"
"Oke. Aku akan menurutimu, Ferguso!"
Ferguso memberiku pil dari kantungnya, dan aku menyalaminya erat. Ada rasa pesimisme ketika ku tinggalkan bayangnya di kekelaman.
Langkah kaki kurasakan berat menjemput kamar sewa yang kusam minim cahaya. Kubuka pintu dan seperti saran dokter Ferguso, aku meyakinkan kunci kamarku double klik.Â
Dan aku merasakan mengunci pintu  dengan kunci imajiner menjadi metafora pikiranku. Aku merasakan ruang inilah sebagai tengkorak dan jiwaku sebagai penyair. Aku senyum, bener juga kamu sahabat Ferguso, aku terbebaskan dari perawatan luar oleh kurungan ini. Jiwaku bisa dengan berani menjelajah melampaui alam duniawi  dan masalah masalah kefanaan.
"Kesadaran yang muncul dari pembuangan adalah kesadaran yang kebebasannya tidak menyandera lagi. Ferguso, aku menemukan kebebasan langit!" aku terpekik sendiri diruang terkunci.
Aku menelpon dokter Ferguso, kelewat gembira.
"Kawanku!"tuturku.
"Bagaimana saudaraku" suara Ferguso lembut menjawab di seberang.