Dikelilingi sahabat sahabat yang berbakat dan trade mark seperti Deddy Dhukun, Malyda dan Vina Panduwinata sebagai penyampai cinta dengan timbre yang elusive, Dian menemukan kekuatan lebihnya.
Melagukan nyanyian malam terkadang lagu patah, diiringi gitarnya sendiri dengan grip yang memikat hasil olah dari fitrah silsilah yang memang mumpuni yaitu turunan darah seni orang tuanya.
Dian PP Â bukan sekedar legend ataupun golden memories seperti di layar layar kaca, tapi dia telah membenang dan menjahit satu tapak musik negri, sebagai salah satu milestone permusikan kita pada dekade 80-90. Yang hingga sekarang merupa menjadi ikon di musik besar Indonesia.
Selamat jalan Dian Pramana Poetra.
Haruskah kuteteska air mata dipipi?
Haruskah kucurahkan sgala isi dihati?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI