Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kompor

11 Agustus 2017   08:29 Diperbarui: 11 Agustus 2017   14:14 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kenapa kita jadi gampang terbakar yang sesegera pula menjadi gampang tersentuh. Kita mudah dari ekstrim marah menjadi ekstrim menangis. Kita mudah kejam dan sekejap berubah welas. Kita cepat terbentuk menjadi lovers dan haters didalam alam baru yang provokatif yaitu medsos.

Tragedi tragis Bekasi berdarah salah satu kasus pengulangan yang pernah kita lalui bersama lengkap dengan romantisme pasca kasusnya.

Muhammad Al Zahra Zoya tukang servis elektronik berusia 30 tahun dituduh mencuri ampli usai shalat asar di mushala.

Tanpa pembuktian di pengadilan, ia ditangkap, dianiaya dan dikepruk kepalanya, diseret, diguyur bensin dan dibakar hidup-hidup disaksikan ratusan warga.

Ia pergi selamanya meninggalkan istri yang kini berstatus janda, anak balita yang kini menjadi yatim, dan janin yatim masih berusia 6 bulan.

Ayo bantu keluarga yatim almarhum Muhammad Al-Zahra.

Ngeri bingit! Terbayang jika berada ditengah peristiwa tersebut, kita seperti tanpa kendali kecuali amarah dan swa-record, swa-foto or wefie sesudahnya. What the hell is this? Ciyuus bro, ini terjadi di Indonesia, OMG!

Jangan jangan kita sudah lama sakit, hanya tidak dirasa. Disaat jiwa kita belum bisa menerima kemajuan fisik teknologi yang super cepat dan pragmatis, sehingga budaya asal lahir kita, tak lagi mendapat tempat dan waktu. Pengajaran budi pekerti menjadi barang dagangan di layar media yang malah dipenuhi kosmetik dan gemerlapnya artifisial. Orok yang baru lahirpun sudah ditempeli bando gawai, yang bisa membuatnya kejer dan histeris tanpa gadget daripada tanpa susu. Tontonan politik saat ini pun sangat memicu simton ekstrim ini. Begitu banyak tukang kompor saat ini, mengingatkan saya di jaman enam-tujupuluan saat kompor gas belum di temukan. Tukang kompor begitu populer dan didamba rumah tangga, tukang sumbu, pemulung blek, tukang minyak tanah, tukang pemantik colok dan selanjutnya.

Belum lagi sajian aksi tayangan koruptor yang kerap melambaikan tangan, ketawa aja atau menampilkan gerak gerik dan mimik yang terpelajar atau relijius, yang banyak berlanjut dengan vonis enteng dan dan ditahan dirumah tahanan yang ada di dekat dekat mall atau karaoke.

Genjotan infrastruktur yang masif mungkin juga penyumbang setres yang tersembunyi di budaya desa atau pelosok yang belum siap dan tanpa persiapan, menjadi kaget pontang panting mengiringi laju struktur beton super cepat. Pancaroba transportasi yang masih mahal dan macet makin menggelembung di kota padat seperti Jakarta ditengah upaya LRT atau MRT.

Herr.., jadi penganalis sosial neh, eheheh..

Kembali keatas, barangkali masih banyak hal hal sosial terkait, atau yang mau dikait kaitkan, atau juga yang dipaksa dikait kaitkan. Namun jangan menjadi kompor mleduk ya...

Karena kembali ke hal yang paling dasar, bottom line, bahwa pikir itu pelita hati, tanpa pikir itu pelita ndase jeblug. Sungguh, jangan mudah terbakar karena akan membakar orang lain dan diri sendiri pada akhirnya.

Ditengah permainan politik nasional yang tertinggal jaman , usang, purba, primitif dan konspirasi global dunia terbalik, tetap teguhlah pada jalur hidup budaya heritage kita yang adem dan masuk akal untuk menghadapinya. Amin. Semoga selamat sampai tujuan dan hati hati, jaga barang bawaan anda. hati hati berkendara, jangan terpengaruh teori bumi datar.

Bye.

Lwk 20170811

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun