Kenapa kita jadi gampang terbakar yang sesegera pula menjadi gampang tersentuh. Kita mudah dari ekstrim marah menjadi ekstrim menangis. Kita mudah kejam dan sekejap berubah welas. Kita cepat terbentuk menjadi lovers dan haters didalam alam baru yang provokatif yaitu medsos.
Tragedi tragis Bekasi berdarah salah satu kasus pengulangan yang pernah kita lalui bersama lengkap dengan romantisme pasca kasusnya.
Muhammad Al Zahra Zoya tukang servis elektronik berusia 30 tahun dituduh mencuri ampli usai shalat asar di mushala.
Tanpa pembuktian di pengadilan, ia ditangkap, dianiaya dan dikepruk kepalanya, diseret, diguyur bensin dan dibakar hidup-hidup disaksikan ratusan warga.
Ia pergi selamanya meninggalkan istri yang kini berstatus janda, anak balita yang kini menjadi yatim, dan janin yatim masih berusia 6 bulan.
Ayo bantu keluarga yatim almarhum Muhammad Al-Zahra.
Ngeri bingit! Terbayang jika berada ditengah peristiwa tersebut, kita seperti tanpa kendali kecuali amarah dan swa-record, swa-foto or wefie sesudahnya. What the hell is this? Ciyuus bro, ini terjadi di Indonesia, OMG!
Jangan jangan kita sudah lama sakit, hanya tidak dirasa. Disaat jiwa kita belum bisa menerima kemajuan fisik teknologi yang super cepat dan pragmatis, sehingga budaya asal lahir kita, tak lagi mendapat tempat dan waktu. Pengajaran budi pekerti menjadi barang dagangan di layar media yang malah dipenuhi kosmetik dan gemerlapnya artifisial. Orok yang baru lahirpun sudah ditempeli bando gawai, yang bisa membuatnya kejer dan histeris tanpa gadget daripada tanpa susu. Tontonan politik saat ini pun sangat memicu simton ekstrim ini. Begitu banyak tukang kompor saat ini, mengingatkan saya di jaman enam-tujupuluan saat kompor gas belum di temukan. Tukang kompor begitu populer dan didamba rumah tangga, tukang sumbu, pemulung blek, tukang minyak tanah, tukang pemantik colok dan selanjutnya.
Belum lagi sajian aksi tayangan koruptor yang kerap melambaikan tangan, ketawa aja atau menampilkan gerak gerik dan mimik yang terpelajar atau relijius, yang banyak berlanjut dengan vonis enteng dan dan ditahan dirumah tahanan yang ada di dekat dekat mall atau karaoke.
Genjotan infrastruktur yang masif mungkin juga penyumbang setres yang tersembunyi di budaya desa atau pelosok yang belum siap dan tanpa persiapan, menjadi kaget pontang panting mengiringi laju struktur beton super cepat. Pancaroba transportasi yang masih mahal dan macet makin menggelembung di kota padat seperti Jakarta ditengah upaya LRT atau MRT.
Herr.., jadi penganalis sosial neh, eheheh..