Mohon tunggu...
bandung sihombing
bandung sihombing Mohon Tunggu... Lainnya - Suluh yang bersinar

Lahir di K. Darus. Kuliah di Pekan baru. Profesi Penyuluh Perikanan

Selanjutnya

Tutup

Money

Capitan Bu Menteri Masih Membekas

21 Juli 2020   03:48 Diperbarui: 21 Juli 2020   03:45 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Pencabutan Permen KP No. 56/PERMENKP/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) melalui Permen Kp No. 12 tahun 2020 mendapat  apresiasi dari pelaku utama perikanan khususnya di Kabupaten Langkat. Meskipun banyak dikritisi dan bahkan diributkan oleh para akademisi dan pengamat,  khususnya terhadap eksport baby lobster namun terbitnya kebijakan tersebut merupakan langkah  berani dari Menteri Kelautan dan Perikanan.  Polemik boleh tidaknya baby lobster di tangkap dan di eksport yang demikian riuh, seakan mengindikasikan bahwa kebijakan tersebut hanya pada komodity lobster,  padahal juga mengatur komodity kepiting  dan rajungan yang jumlah pelaku utamanya jauh lebih besar dibandingkan dengan pelaku utama komodity lobster.

Masifnya dukungan kepada ibu Susi Pujiastuti khususnya di media sosial yang menginginkan pelarangan tetap dilanjutkan, telah  menutup kegembiraan para pelaku utama perikanan yang terkait dengan ketiga komodity ini. Sebagai contoh kecil di Kabupaten Langkat, sejak terbitnya Permen KP no 12 tahun 2020 kegiatan budidaya kepiting sangkak/soka/lunak mulai dirintis kembali setelah 5 tahun terhenti.  Hal ini mendorong perputaran ekonomi di pedesaan  serta membuka peluang usaha dan lapangan kerja baru. Hasil tangkapan berupa kepiting berukuran dibawah 100 gr yang selama ini hampir tidak bernilai kini sudah mulai dihargai,  beberapa  ibu rumah tangga telah memiliki pekerjaan untuk membuat takir (rak pemeliharaan kepiting lunak), dan turut serta untuk mempersiapkan lokasi budidaya. Kegembiraan yang luar biasa dari para nelayan dengan terbitnya Permen KP No. 12 tahun 2020 adalah tidak adanya sanksi pidana bagi nelayan kecil yang menangkap kepiting sebagaimana penerapan kebijakan sebelumnya, sehingga mereka  terbebas dari  rasa takut yang selama ini menghantui.  

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki andil yang cukup besar dalam pengembangan budidaya kepiting lunak di Indonesia. Pada tahun 2009-2013, dengan memanfaatkan pinjaman luar negeri  LOAN 2285-INO (SF) KKP melaksanakan program Sustainable Aquaculture for Food Security and Poverty Reduction -- SAFVER (Pengembangan Budidaya Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan dan Pengurangan Kemiskinan), salah satu komodity yang diunggulkan saat itu adalah budidaya kepiting lunak. Untuk melakukan percepatan pengembangannya Pemerintah Daerah dan KKP menggelontorkan dana lebih 4 miliyard rupiah. Setelah berkembang dengan pesat dan para pelaku utama merasakan manfaat dukungan dan bimbingan pemerintah, tiba tiba di awal januari 2015 terbit Permen KP No. 1 tahun 2015 atau hanya 4 bulan setelah Ibu Susi Pujiastuti menjadi Menteri KKP. Dengan berlakunya peraturan ini maka kepiting yang boleh ditangkap minimal dengan ukuran karapas 15 cm dan bila di konversi ke ukuran berat rata rata 250 - 450 gr.   

Usaha budidaya kepiting lunak merupakan upaya untuk memanen kepiting dalam keadaan lunak yaitu pada saat kepiting mengalami pergantian canggang (molting), sehingga seluruh bagian tubuhnya dapat dikunsumsi. Budidaya hanya dapat dilakukan pada kepiting kecil dengan ukuran minimal 50 dan maksimal  110 gr. Bila ukuran terlalu besar kepiting akan banyak mati sebelum berganti kulit. Harga kepiting lunak biasanya 3 - 4 kali lipat dari harga kepiting keras seukurannya. bila kepiting keras ukuran 100 gr adalah Rp. 40.000 maka harga kepiting lunak bisa mencapai Rp. 120.000 - 160.000.-. selain harga yang relatif tinggi dan harga kepiting lunak juga relatif konstan tidak seperti harga kepiting keras yang fluktuatif dan hanya meningkat pada masa mendekati imlek di bulan Desember sampai dengan Pebruari.

Dengan dilarangnya penangkapan terhadap kepiting berukuran dibawah 200 gr maka usaha budidaya kepiting lunak mengalami kehancuran dan menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi pelaku utama ketika itu. Sebagai seorang penyuluh perikanan yang senantiasa bersama dengan para pelaku utama sangat merasakan bagaimana perihnya kehidupan mereka. Sampai sampai mereka membuat candaan bahwa capitan bu menteri jauh lebih perih dibandingkan dengan capitan kepiting berukuran jumbo (kepiting jantan dengan ukuran lebih dari 500 gr), karena  dirasakan oleh seluruh anggota keluarga dan dan dampaknya terasa cukup lama.   Hilangnya  sumber penghasilan menyebabkan banyak pelaku utama   meninggalkan keluarga dan berangkat merantau menjadi buruh kebun sawit ke daerah lain. 

Usaha  untuk mengkritisi dan menentang Permen KP No. 1 tahun 2015 juga telah dilakukan oleh para pelaku utama., Mereka melakukan demonstrasi dan mengadukan nasibnya ke berbagai pihak namun kebijakan tidak juga dicabut. apalah daya para nelayan, mereka tidak lihai untuk memainkan sosial media, tidak pula punya amunisi untuk berangkat berdemo ke istana negara  berjilid jilid. Sebagai bukti bahwa pengambil kebijakan sudah mendengarkan keluhan rakyat maka Permen KP No. 1 tahun 2015 direvisi menjadi Permen KP No. 56 tahun 2016, namun isi pokok kedua peraturan tersebut tetap sama yaitu melakukan pelarangan menangkap kepiting dibawah 200 gr yang berarti bahwa budidaya kepiting lunak tetap tidak dapat dilanjutkan.

Meskipun capitan itu  telah dilepas namun bekasnya tidak serta merta hilang begitu saja. Dukungan  terhadap ibu Susi Pujiastuti di media sosial  sangat kuat dan dikuatirkan oleh pelaku utama dapat mempengaruhi penilaian presiden untuk kembali mengangkatnya menduduki meteri KKP. Dengan kondisi ini para pelaku utama budidaya kepiting lunak menjadi ragu-ragu. Disatu sisi potensi dan prosfek pengembangan budidaya kepiting lunak yang besar sayang untuk disia-siakan, namun disisi  lain kekuatiran berlakunya kembali pelarangan dalam waktu dekat sangat menakutkan. 

Ketidakpastian ini tentu tidak saja dialami oleh pelaku utama di Kabupaten Langkat, namun juga dialami oleh para pelaku utama perikanan  di daerah lain di seluruh Indonesia. Pelarangan berbagai aktivitas perikanan dan pelarangan berbagai jenis alat penangkapan ikan terjadi begitu saja tanpa diawali dengan dukungan Mata Pencarian Alternatif (MPA) sebagai pengganti sumber penghasilan keluarga yang hilang menjadi pengalaman pahit para pelaku utama dan diharapkan tidak terulang kembali.

Keberanian menteri KKP Bpk. Edi Prabowo untuk mencabut berbagai larangan yang selama ini berlaku,  direspon sangat baik oleh para pelaku utama perikanan  khususnya di Kabupaten Langkat. Mereka menyampaikan terima kasih dan dukungan penuh, seraya berharap kebijakan ini akan tetap dipertahankan meskipun banyak orang di media sosial menggugatnya. Sekali lagi, terima kasih pak menteri...!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun