Mohon tunggu...
April Perlindungan
April Perlindungan Mohon Tunggu... lainnya -

pemuda desa, menyusuri lorong sunyi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cecep Bin Katel

3 September 2013   14:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:26 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rupanya Wa Iton belum lupa untuk mengenang masa-masa feodalisme yang pernah ia rasakan dan saksikan, meski usianya belum genap 60 tahun,meski tidak tahu persis hari, tanggal dan tahun ia dilahirkan, sudah pasti usianya lebih muda dari republik ini.

Wak Iton memang tidak mengerti kata feodalisme, namun setelah mendengar perbincangannya mengenai nama, saya baru tahu, bahwa Wa Iton masih merasakan masa tersebut. Suatu masa dimana tuan-tuan tanah punya kendali penuh atas rakyat jelata. Hal itu terjadi disini, disebuah kampung kaki gunung, Garut Selatan-Jawa Barat.

Cecep Bin Katel, merupakan sebuah nama yang kerap kali dipikirkan Wa Iton, kenapa nama bagus semacam Cecep, harus Bin Katel ? padahal katel sendiri tidak lazim untuk menamai seorang manusia, Katel kalau dalam bahasa sunda, sebuah wajan penggorengan. Menurut Wak Iton, nama tersebut kurang lazim.

Nama-nama tak lazim itu sering juga ia temui ditempat pekuburan umum, TPU. Ketika setiap idul fitri lakukan ziarah. Terutama, nama Bin atau Binti yang tertulis dibatu nisan.

Ternyata, dari pengungkapan nama yang tak lazim ini, terungkap kisah, bahwa dimasa lalu, para Juragan, para tuan tanah, para hartawan, selain mengatur soal akses tanah, mereka juga mengatur soal nama seorang bayi yang baru lahir.

“ anak seorang rakyat jelata, namanya tidak boleh disamakan dengan anak juragan”.

Wak Iton mulai mengingat kembali masa suram itu.

Menurutnya, mungkin saja nama Cecep Bin Katelsebuah factor ketidaksengajaan rakyat jelata dimasa itu. Karena sepengetahuannya, nama Cecep dan sejenisnya, hanya boleh dipakai untuk anak-anak juragan. Apabila, sang juragan tahu bahwa nama anaknya sama dengan nama seoarng rakyat jelata, maka sang juragan akan memberi hukuman.

Jadi, entah siapa nama asli seorang Cecep Bin Katel, nama Cecep jelas nama asli, namun Bin Katel adalah ekspresi rasa takut seorang Jelata, yang memilih menyamarkan nama bua hatinya, demi menghindari amarah sang Juragan.

Meski banyak pepatah mengatakan, apalah arti sebuah nama. Namun anak-anak, cucu, saudara Cecep Bin Katel tak mengetahui asal-usul keturunan mereka. Mungkin, anak cucunya masih mengenal Cecep, tapi siapa Bin Katel ? rupanya Bin Katel yang tertulis dibatu nisan, telah memutus jejak leluhur mereka. dan masih banyak  nama -nama tertulis dipemakaman umum itu, dengan  nama-nama yang tak lazim.

Kini usia republik sudah genap 63 tahun, jika ekonomi dan politik kita belum merdeka, mungkin, kita telah merdeka menamai anak-anak kita.

Pamalayan, Garut-(08) 2013.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun