Mohon tunggu...
Banal Padliansah
Banal Padliansah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa Yang menyukai dunia penulisan. Suka baca buku, bincang ilmiah dan pegiat literasi di lingkungan kampus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Penjual Gorengan-Bagian 1

15 Mei 2024   20:03 Diperbarui: 15 Mei 2024   20:09 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Misteri Gunung Ciremai Jalur Palutungan - Homecare24 


Setibanya di gerobak, Hasan langsung mengambil kertas yang tadi ia taruh di kaca depan. Lalu duduk di atas kursi plastik. Amir juga duduk di kursi plastik tepat di sebelahnya.


 "Jadi begini Mir. Aku dari dulu belum pernah yang namanya jatuh cinta sama perempuan dan aku ngga bakal pacaran. Ini prinsipku Mir. Namun semenjak kita buka stand disini dan setiap kali keluar dari masjid selepas shalat magrib itu, aku entah mengapa kagum dengan Fatimah. Lalu kenapa aku bisa kagum sama dia ? karena Fatimah adalah satu-satunya perempuan muda yang menjadi pengajar ngaji anak-anak di masjid ini Mir. Bayangkan saja ia ibarat Intan Berlian diantara tiga mutiara yang lainnya haha."
 "Wah parah kamu San, maksud kamu tiga mutiara itu pengajar ibu-ibu yang ada di sebelahnya haha." Lepas sekali mereka tertawa bersama. Hingga tak sadar di samping nya sudah ada pembeli.


 "Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Hasan... Abi pesan Gorengan tiga puluh ribu. Di campur seperti biasa ya." Dari ucapan nya seakan ia sudah terbiasa membeli gorengan di sini. Ketika mereka berdua melongok ke samping gerobak, Waduh. Ternyata itu adalah abinya Fatimah. Semoga saja abinya Fatimah tidak mendengar obrolan mereka tadi, bisa gawat kalau kedengaran. Mereka pun menjawab salam nya lalu bediri dan mencium tangan abinya fatimah itu.
 "Mohon maaf abi, tadi lagi asyik ngobrol jadi gak tahu abi dateng ke sini hehe". Jawab Hasan.
 "Iya gak papa. Abi maklumi. Cuma jangan dibiasakan ya, nanti bisa-bisa pembelinya pada balik lagi ngga jadi beli. Oiya Abi beli gorengan nya seperti biasa ya Hasan. Campur saja 30 ribu."
 "Siap Bi. Abi mau rapat bulanan DKM lagi ya?" Tanya Hasan sambil memasukan gorengan pesanan abi ke bungkus kertas.
 "Iya Hasan." Jawab abi sambil menyerahkan uang tiga puluh ribu lalu menerima gorengan dari tangan nya hasan.
 "Ya sudah Hasan dan Amir, Terima kasih. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh".


Keduanya lalu menjawab salam tersebut. Tiba-tiba Hasan senyum-senyum sendiri.
 "Ngga ngeliat anaknya, ngga ngeliat bapaknya. Suka banget senyum-senyum sendiri. Mikir apa kamu hah ?" Komentar Amir untuk sahabatnya itu.
 "Haha kamu lihat gak tadi, kayaknya ke aku doang deh sikap Abinya Fatimah lebih ramah. InsyaAllah bakal lebih mudah jalannya ini mah buat ngelamar fatimah kalau hati abinya sudah dapat mah hehe."
 "Haha ya sudah lah, kalau memang benar jodoh pasti bakal dimudahin jalan nya San."


Tak lama mulai berdatangan pelanggan setia mereka yang terbiasa datang setelah magrib. Sepertinya ucapan Amir siang tadi benar-benar kenyataan karena pas sekali ketika adzan isya berkumandang pelanggan terakhir datang. Sudah menjadi keharusan bagi mereka untuk menutup dagangannya apabila adzan berkumandang. Mereka berdua pun mulai berjalan kembali menuju masjid. Iqamah dikumadangkan. Dan tentuya Abi Fatimah yang menjadi imam shalat.


 Selepas shalat isya mereka segera merapihkan dagangan. Gerobak di parkirkan di samping toko kelontang ibu siti. Semua perabotan dicuci. Setelah usai beres-beres, Amir pamit duluan pulang menggunakan motor beat merahnya.


Hasan tidak lekas pulang, ia masih berdiri di tempat biasa berdiri ketika berjualan, ia menatap masjid Jami Al-Istiqamah lekat-lekat. Lamat-lamat kedua bibirnya bergerak mengucapkan suatu kalimat yang setiap malam tak pernah ia tinggalkan selepas berjualan.
"Alhamdulillahi rabbil Alamiin. Hamba bersyukur kepada mu Ya Allah dan hamba benar-benar merasa cukup dengan rizki yang engkau anugrahkan hari ini. Rabbigh firlii wa liawadayya warhamhuma kamaa rabbayani shagiro. Aamiin."  Hasan menutup doanya dengan mengusapkan telapak tangan ke wajahnya.


Pukul setengah sembilan malam. Jalanan mulai sunyi. Para pedagang pun sudah banyak yang beranjak pulang sedari tadi. Hasan menaiki motor Supra Fit warisan kakeknya itu lalu melaju dijalanan menuju rumah. Neneknya pasti sudah menunggu di rumah. Ia nanti akan berhenti dahulu di warteg langgananya untuk membeli nasi dan lauk pauk. Jadwal makan malam nya adalah bersama neneknya setiba di rumahnya nanti. Tak henti-henti pula selama perjalanan lisannya di basahkan dengan kalimat-kalimat Thayibah. Subhanallah. Walhamdulillah. Walaa ilaha Illallah. Allahu Akbar. Tuntas sudah aktivitas berjualan hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun