Seiring perkembangan digital, banyak manfaat yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini kita dihadapkan pada situasi serba digital, yang cepat dan murah. Kita tak perlu lagi mengirim surat ke suatu daerah hingga berhari-hari, cukup melalui layar daring, dalam sekian detik sudah terkirim ke tujuan yang terkoneksi internet. Ini kemudahan dan kefektifan yang harus dimanfaatkan, terutama dalam dunia pendidikan.
Dunia digital saat ini telah menjadi kebutuhan utama dalam pendidikan. Dosen akan lebih mudah memberikan tugas melalui email atau website pribadi kepada mahasiswanya. Begitu juga sebaliknya, mahasiswa tak perlu mencetak tugasnya dalam bentuk lembaran-lembaran berjilid, namun hanya mengunggahnya dan mengirim ke email, tugas selesai dan terbaca oleh sang dosen.
Baik, kali ini kita akan bercerita tentang problema yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia yang tidak tersentuh dunia digital. Dalam hal ini kita khususkan kepada internet saja. Tentu, kita akan miris melihatnya, di saat kita telah menikmati berbagi pesan dan kabar melalui medsos kepada keluarga dan sahabat yang berbeda lokasi, namun kenyataannya masih banyak saudara-saudari kita yang bahkan menikmati pendidikan saja dengan kondisi yang memperihatinkan. Tak perlu kusebutkan lokasi mana saja yang masih kekurangan fasilitas pendukung pendidikan di sekolahnya masing-masing. Kita sudah mafhum dan kerap mlihatnya di layar kaca di pemberitaan.
Peran Pendidik Daerah Tertinggal
Menurut data Kemendikbud tahun 2015 ada 122 kabupaten yaang dinyatakan daerah tertinggal dan butuh pendampingan pendidikan. Hal ini dipermudah dengan adanya program SM-3T kepunyaan Kemendikbud yang telah berjalan. Fungsinya, mengirimkan tenaga pendidik yang telah terkualifikasi dan profesional ke daerah-daerah tertinggal tadi. Diharapkan dengan program ini, pendidikan yang menjadi modal utama pembangunan bangsa akan terealisasi merata di berbagai belahan nusantara.
Jadi, diharapkan sarjana-sarjana yang diterjunkan memberikan pendidikan yang tidak hanya sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri, melainkan menyisipkan nilai-nilai budi luhur dengan memanfaatkan teknologi. Setidaknya masyarakat yang tinggal di daerah tertinggal tersebut juga dapat mencicipi teknologi di bidang pendidikan melalui guru-guru yang dikirim oleh pemerintah.
Kompetensi Pendidik
Tentunya peran guru pendamping yang diterjunkan juga memenuhi fasilitas kelengkapan yang mendukung. Misalnya saja dibekali dengan smartphone, notebook dan LCD proyektor. Sehingga masyarakat juga dapat mengetahui penggunaan dan cara memanfaatkan teknologi khususnya di bidang pendidikan. Misalnya, bagaimana cara mengirim pesan melalui email.
Untuk menjadi guru pendamping  di daerah tertinggal tidaklah mudah, selain harus dibekali dengan kompetensi guru profesional, dia haruslah mematangkan mental untuk tinggal mandiri dan jauh dari keramaian kota dan keluarga. Untuk memperoleh sesuatu, harus melalui puluhan kilometer dengan jalanan  yang belum beraspal. Ditambah suasana tempat tinggal yang sepi, jam 8 malam pintu rumah warga sudah pada tutup. Sangat berbeda dengan kota besar tmpat biasa menuntut ilmu dahulu di kampus.
Di era digital ini peran guru tidaklah mudah. Selain sebagai fasilitator dalam mentranfer ilmu pengetahuan, ia juga harus mampu memberi pengalaman berharga kepada peserta didiknya. Kemudian pengalaman tersebut dapat diaplikasikan di kehidupannya sehari-hari untuk menjadi lebih baik.
Dengan begitu, pendidikan yang ada di daerah tertinggal dengan perkotaan tidak terlalu mencolok perbedaannya. Karena sedikit banyak telah menerima produk era digital yang telah mewabah di segala sektor kehidupan manusia, terutama pendidikan. Tentunya melalui insan pendidik yang diutus oleh SM-3T tadi.