Mohon tunggu...
Bambang Hadi P
Bambang Hadi P Mohon Tunggu... -

Guru Matematika di SMA Negeri 7 Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru-guru Harus Belajar Antri dan Sportif

14 September 2013   19:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:54 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai sobat,

Siapa sich yang ngak kenal GURU.

Emang kenapa dengan guru?

Eiit-eit sabar dulu donk, jangan keburu esmosi.

Menurut Anda, apakah masih berlaku anggapan bahwa guru merupakan sosok yang harus digugu(dituruti) lan (dan) ditiru (dicontoh/diteladani)?

Mungkin "Iya", munkin juga "Tidak"

Nah, buat sobatku yang merasa berprofesi sebagai guru nich,

Ayo belajar, agar guru menjadi sosok yang dapat "digugu lan ditiru".

Gimana tuch, belajarnya.

Coba kita tanya pada diri kita masing-masing beberapa pertanyaan berikut:


  • Apakah kita masih sering berebutan untuk dilayani, jika suatu urusan ditutut untuk "ANTRI"?
  • Sudahkah kita menghargai orang lain yang sudah datang lebih dahulu dan berada di ANTRIan?
  • Apakah kita masih menggunakan alasan kesibukan, ada keperluan mendadak, atau seribu alasan lainnya?
  • Jika jawaban satu diantara ketiga pertanyaan diatas adalah "YA", "BELUM", dan "MASIH", maka mari kita mulai belajar untuk ANTRI.


Hech siapa sih ini yang tulis? kayak orang betulan saja!

Emang yang menulis sudah bisa ANTRI?

Eiit-eiit, sabar donK, jangan EsmosI, meskipun Es di siang hari amat sangat nikmat.

Tahu tidak kenapa kutulis tulisan ini?

nich baca ya cerita saya.

Tadi tuch, saaat melakukan Diklat TIK untuk Guru Matematika SMA di P4TK Matematika ada kejadian yang cukup menggelikan dan lucu HaHahahaha....

Hei... lucunya dimana kok sudah ketawa sendiri

begini ceritanya..

pas materi " Online Dokumen dengan Google Drive", semua guru dalam ruangan diminta untuk login dengan account Google untuk mengolah data pada online dokumen.

Sebetulnya sich sederhana perintahnya cuma menuliskan triple phytagoras dan menuliskan nama yang menulis.

Coba bayangin aja, untuk melakukan itu semua pasti ngak butuh waktu satu menit, iya khn?

tetapi apa yang terjadi, hanya karena sang instruktur mengatakan cepetan menuliskan tugas tersebut dengan syarat tidak ada yang boleh sama, maka para guru itu saling berebutan untuk menuliskan jawabannya di bagian atas sendiri, mungkin dengan harapan jika tulisannya ada diatas maka dialah guru yang paling hebat.

Akhirnya, sebutulnya tugas itu tidak membutuhkan waktu satu menit menjadi lebih dari 45 menit untuk menyelesaikan tugas tersebut, karena masing -masing guru memiliki peluang untuk menuliskan jawabannya sama dan bisa menggeser atau menghapus pekerjaan temannya, tanpa harus takut diketahui siapa yang melakukkannya.

Kesal juga sich saya dibuatnya, tetapi apalah daya, akhirnya sempat emosi juga dengan melakukan hal yang sama.

Kesadaranku mulai bangkit, ketika sang instruktur berkomentar " Nah itulah sulitnya menjadi presiden"

Haach, Presiden? apa hubungannya coba

kuberanikan diri untuk bertanya emang ada hubungannya ya Pak tugas ini dengan PRESIDEN?

yang bikin saya keki, jawabannya adalah sebuah pertanyaan juga.

tahu, ngak apa jawabannya?

Bagaimana tidak sulit jadi presiden jika masing masing orang inginnya semaunya sendiri?

Iya-ya...

kami yang hanya kurang dari 30 peserta saja, saling tidak mau mengalah, tidak ada yang mau mengorganisir dan diorganisir untuk menyelesaikan tugas sederhana tersebut.

Untuk akhirnya kami sepakat untuk menuliskan jawaban kami di nomor urut masing-masing.

sesudah itu saya mencoba untuk menuliskan nomor urut kami dengan bantuan numbering.

Coba tebak apakah masalah sudah selesai?

Ternyata tidaklah semudah yang saya bayangkan.

masih saja rebutan untuk menuliskan jawabannya masing-masing, sehingga ya radak sedikit kacau.

kuputuskan untuk menunggu sampai tidak ada yang rebutan biarlah saya yang terakhir, dengan harapan tugas tersebut cepat selesai karena Adzan Maghrib sudah dikumandangkan.

Akhirnya saya berkesimpulan bahwa " Ternyata Guru harus belajar untuk ANTRI dan menghargai orang lain" ibarat kata sesama guru dilarang saling mendahului.

Buat yang ngak setuju dengan pendapat saya, tidak usah dibaca tulisan ini.

Meskipun demikian saya ucapkan terima kasih karena Anda sudah membacanya sampai di sini

salam

bamstheguru

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun