Lebih jauh Supaat menjelaskan, saat tinggal di Kota Salatiga , ia bersama dua anak dan istrinya , bekerja sebagai buruh bangunan. Sayang, teman sekerjanya mengincar sang istri yang mungkin ketika itu masih terlihat sexy. " Tahu- tahu mereka menghilang bersama dengan membawa dua anak saya. Kabar terakhir mereka hidup di Jakarta," tukasnya.
Setelah ditinggal istri dan anaknya, Â Supaat kembali ke desa Jombor. Sempat menumpang di rumah kerabatnya, akhirnya ia memilih tinggal di lahan milik adiknya yang merantau ke Sumatera. Untuk makan keseharian, bila memiliki uang dirinya menanak nasi di tungku kayu buatannya. Tapi, semisal tidak memegang uang, dia makan di rumah saudaranya.
Akibat statusnya yang tak jelas itu, Supaat tidak mengenal namanya Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH) mau pun berbagai bantuan lainnya dari negara. Sebab, beragam dana sosial tersebut membutuhkan syarat administrasi yang lumayan ribet. " Saya belum ada kepastian akan kembali lagi ke Salatiga atau menetap di sini," ungkapnya seraya menambahkan di bulan puasa lalu, 30 ekor ayamnya digasak pencuri.
Klarifikasi Pemdes Jombor
Paska menyaksikan nestapa Supaat, saya segera memberitahukan kepada Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga. Di mana, komunitas sosial tersebut sudah berjalan selama tahun ke lima aktif mengurusi para duafa. Berdasarkan kesepakatan pengurus, Supaat akan dijadikan orang tua asuh yang tiap bulan bakal mendapatkan bantuan sembako.
" Melihat kondisinya yang sangat menyedihkan, kami tengah mempertimbangkan untuk membuatkan rumah sederhana yang layak huni. Sebab, tak mungkin beliau tinggal di lahan terbuka secara permanen ," kata Handoko, Koordinator Tim Bedah Rumah (TBR) Relintas.
Masih terkait dengan Supaat, saya sempat mempostingnya di salah satu grup Facebook dengan mencantumkan tempat tinggalnya. Tujuannya, semisal ada donatur yang tergerak hatinya, bisa langsung ke lokasi. Rupanya, postingan saya menimbulkan kegerahan di kalangan Pemerintah Desa (Pemdes) Jombor. Melalui Makawi, saya diundang ke Balai Desa setempat guna mendapatkan klarifikasi.
Tanpa mengajak relawan, saya pun memenuhi undangan tersebut. Ternyata, pihak Pemdes tengah menggelar rapat dipimpin oleh Kades Jombor Sudarso. Menunggu sekitar 5 menit, saya disuruh masuk ruangan yang didalamnya terdapat sekitar 10 orang. Di sini, Kades menjelaskan tentang keberadaan Supaat serta menyanggah yang bersangkutan tidak tercatat sebagai warga Jombor.