Perihal kursi rotan berbahan pipa dan rotan sintentis, Sudarsih menjelaskan, awalnya ia bersama suaminya bertandang ke rumah kerabatnya di Kota Semarang. Dari sekedar berbincang ringan, tiba- tiba kerabatnya memberikan tawaran pada dirinya untuk merekrut tenaga kerja di desanya agar diberdayakan menjadi perajin kursi rotan sintetis."Bingung juga menanggapinya, pasalnya kendati kami memiliki banyak tenaga kerja, tetapi masih awam terhadap perakitan kursi," jelasnya.
Untungnya, lanjut Sudarsih, kerabatnya menjelaskan secara detail. Di mana, selain akan diberikan pelatihan, nantinya bahan baku juga bakal dikirim dari Kota Semarang. Tentunya, hasil pembuatan kursi harus sesuai standard perusahaan , mengingat hasil produksi dipasarkan ke Singapura. " Tawaran di saat pandemic itu terlihat menarik, sehingga, saya dan suami sepakat menyanggupinya," tuturnya.
Setelah pulang ke desanya, Sudarsih mulai bergerak, satu persatu warga yang terlihat menganggur ditawarinya. Kebetulan, ada rumah milik mantan Kadus Bawang yang kosong, sehingga bisa dimanfaatkan. Tahab awal, terdapat 30 orang yang bersedia bekerja. Untuk 1 unit kursi, mereka mendapatkan upah Rp 90.000 yang dapat dikerjakan 2- 5 hari kerja.
Karena hasilnya cukup menjanjikan, belakangan Sudarsih membuka titik produksi lagi di empat tempat, yakni di Dusun Gentan, Dusun Mendoh dan Dusun Ngesrep. Masing- masing titik berhasil menjaring 15 orang tenaga kerja. Bahkan, di Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang juga telah mulai memproduksi. Sehingga, total tenaga kerja yang terserap mencapai 100 orang, keren.
Sejalan dengan tingkat kemahiran seseorang, ungkap Sudarsih, belakangan tenaga kerja yang sudah mahir mampu menyelesaikan 1 unit dalam tempo 2 hari.Begitu pun dengan tenaga kerja yang sebelumnya didominasi kaum laki- laki, sekarang banyak ibu- ibu yang ikut terlibat. Kendati kecepatannya tetap kalah, namun lumayan untuk mengisi waktu luang mereka.
Menurut Sudarsih, selama hampir 5 bulan PKBM Mitra Harapan membuka peluang kerja perakitan kursi rotan sintetis, pihaknya telah mengirimkan hasil produksinya lebih dari 8 kali untuk diekspor ke Singapura. Di mana, unit -- unit yang terkirim merupakan kursi yang sudah lolos kontrol sehingga layak dipasarkan.
Itulah sedikit gambaran geliat peluang usaha di dusun di ujung aspal, di mana, ketika di perkotaan berbagai lini bisnis terhantam dahsyatnya pandemi, ternyata di kampung yang lumayan terisolir, tercipta lapangan pekerjaan. Eloknya, tangan- tangan warga pedesaan tersebut mampu menghasilkan produk yang menembus negri jiran. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H