Tumini (73) warga Dusun Karang Tengah RT 3 RW I, Desa Karang Tengah, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang adalah sosok yang sarat nestapa. Di mana, selain sepanjang hidupnya tak pernah menikah, sudah empat tahun belakangan mengalami kebutaan. Â Seperti apa derita panjang yang dialaminya, berikut catatannya.
Perempuan yang biasa disapa mbah Tumini ini, sebenarnya ditemukan Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga sekitar dua tahun silam. Di mana, ketika puluhan relawan tengah melakukan aksi bedah rumah milik almh mbah Muini (70) di desa yang sama, tiba- tiba masuk informasi mengenai dirinya.
Sebagai penanggungjawab Relintas, saya didampingi dua relawan segera menyambanginya. Ternyata, hal tersebut benar adanya. Mbah Tumini menumpang di rumah Salamun (60) dan diberikan kamar berukuran 2,5 X 3 meter, untuk makan keseharian, ia dijatah oleh istri Salamun.
Di dalam kamar, terdapat meja kecil berikut dipan (ranjang) kayu sederhana. Saat saya raba, ternyata mbah Tumini hanya tidur beralaskan tikar, tanpa kasur. Melihat hal itu, salah satu relawan bernama Anne Sunarto segera bergegas ke Kota Salatiga untuk membelikan kasur lengkap dengan bantal guling.
Berdasarkan cerita warga, mbah Tumini sebelumnya sehat seperti orang kebanyakan. Hingga tahun 2017 silam, saat terjadi erupsi gunung Merabi, dua matanya kemasukan debu. Karena memang awam terhadap pentingnya kesehatan mata, tangannya mengucek- ngucek dua matanya. Akibatnya fatal, ia langsung berada dalam kegelapan hingga sekarang.
Karena saban bulan saat mengirim sembako kerap dilakukan relawan, semenjak saat itu saya kurang memantaunya. Sebab, berdasarkan laporan relawan, beliau dalam kondisi baik- baik saja. Hingga akhirnya, memasuki bulan Januari 2021, masuk informasi yang menyebutkan kasur donasi kondisinya sudah sangat memperihatinkan. Di mana, kasur kapuk itu terlalu sering ketumpahan air minum, akibatnya menjdi bantat.
Selain masalah kasur yang kehilangan empuknya, saat relawan memandikannya, ditemukan luka di tangan kanannya yang membengkak kehitaman. Diduga keras, awalnya terdapat luka, namun karena merasa gatal, akhirnya digaruk sehingga menimbulkan luka. " Kemungkinan besar, mbah Tumini kadar gulanya juga tinggi," kata Vee Ul yang melihat kondisi mbah Tumini.
Mendengar kabar yang dibawa Vee Ul, saya segera menyambangi mbah Tumini. Rabu (20/1) siang, sembari membawakan kasur busa lipat, bantal dan perlak berbahan Oscar, saya tancap gas menuju Desa Karang Tengah. Tak butuh waktu lama untuk menempuh perjalanan sekitar 12 kilometer tersebut.