Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga, Minggu (1/9) pagi, sedikitnya membagikan 72 paket sembako kepada 72 duafa yang menjadi orang tua asuh mereka. Seperti apa keseruan para kurir duafa tersebut dalam mendistribusikan bantuannya ? Berikut catatannya untuk Indonesia.
Lima hari sebelum pembagian paket sembako, relawan perempuan terlebih dulu melakukan packing di basecamp. Kendati cuma 72 paket, namun, karena harus menimbang beras, gula dan memilah kebutuhan sasaran, tak urung packing memakan waktu cukup lama.Â
Setelah semuanya siap, baru dibagi menjadi 9 tim (kelompok). Hal ini dilakukan agar tidak terjadi salah tukar antara sasaran satu dengan lainnya.
Karena 72 duafa yang menjadi sasaran lokasinya masing- masing berbeda jarak, maka, ia menekankan agar relawan memprioritaskan keselamatan diri.
" Para orang tua asuh kita, tempat tinggalnya ada yang di Kota Salatiga, pelosok Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali, kegiatan ini paling cepat memakan waktu sekitar tiga jam. Untuk itu, saya mohon setiap relawan harus berhati- hati dalam perjalanan," jelas Bamset.
Menurut Bamset, kegiatan para kurir duafa ini sudah berlangsung 1 tahun lebih. Di mana, dimulai dari 24 orang duafa yang telah menjadi orang tua asuh Relintas, belakangan angka tersebut terus membengkak sehingga sekarang totalnya mencapai 72 orang. " Angka ini bakal terus bertambah, karena kemiskinan bukannya berkurang malah makin bermunculan," ungkapnya.
Untuk efektifitas distribusi, Relintas membagi personilnya hingga menjadi 9 tim. Hal ini dilakukan karena masing- masing personil di hari yang sama juga memiliki agenda tersendiri di kampungnya, yakni terlibat sebagai panitia karnaval 17 an Agustus. Setelah semuanya siap, tepat pk 09.30 puluhan kurir duafa mulai bergerak ke berbagai pelosok.
Begitu bergerak , masing- masing tim langsung meluncur ke sasaran yang berada di pelosok pedesaan. Di tengah sinar matahari yang menyengat, celakanya di berbagai titik tengah berlangsung karnaval 17 an Agustus dan pawai (taaruf) peringatan tahun baru 1441 Hijriah, akibatnya pergerakan para kurir lumayan terhambat.
Relintas sendiri, kata Bamset , merupakan komunitas sosial yang bermarkas di Kota Salatiga. Dengan relawan aktif sekitar 150 orang, aktifitasnya terfokus pada bedah rumah milik duafa dan pembagian sembako terhadap orang tua asuh. Di mana, untuk berbagi sembako terbagi dua katagori, yakni katagori 1 dijatah dua minggu sekali serta katagori 2 mendapatkan kiriman sebulan sekali.
Untuk anggaran bedah rumah ukuran 4 X 6 meter, biasanya Relintas mengeluarkan dana sekitar Rp 7- 10 juta (tergantung dilengkapi sarana MCK atau tidak). Sementara berbagi sembako, menyerap anggaran Rp 7,2 juta. " Masing- masing paket sembako senilai Rp 100.000," jelas Bamset.
Nilai Rp 100.000, kata Bamset, diujutkan menjadi beras 5 kilogram, minyak goreng 1 liter, gula pasir 1 kilogram, kopi, teh dan mi instan 10 bungkus. Di mana, berdasarkan survei relawan di lapangan, satu paket sembako mampu untuk bertahan hidup seorang duafa selama dua minggu. Tak mewah memang, namun, faktanya kehadiran para kurir selalu ditunggu.
Sebab, di saat kepedulian di tengah masyarakat mulai luntur, empati serta rasa peduli sangat layak diapresiasi." Untuk mengapresiasi mereka, saya harus hadir di tengah mereka semua. Rasanya ga elok, relawan berpanas- panas, sedangkan saya malah plesiran," ungkap Bamset.
Jadi, anggaran puluhan juta rupiah untuk para duafa, sebenarnya berdatangan dari para hamba Allah yang merasa bersimpati terhadap Relintas. Donatur -- donatur tersebut, bermukim di Kota Salatiga, Kabupaten Semarang, Jakarta, Bandung bahkan luar negeri. Tentunya termasuk beberapa rekan Kompasianer yang memiliki empati dan rasa peduli.
" Untuk luar negeri, kebanyakan berasal dari Hongkong, Taiwan, Perancis dan Singapura. Mayoritas mereka adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang memiliki ikatan batin dengan Kota Salatiga, kabupaten Semarang mau pun Boyolali," jelas Bamset.
Di mana, donasi awal berupa pohon kelapa di tengah kebun yang lokasinya lumayan jauh dari perkampungan. Â Oleh relawan, pohon tersebut ditebang untuk dijadikan kayu blandar.
Celakanya, posisi kayu yang sudah ditebang berada sekitar 600 meter dari jalan perkampungan. Lagi- lagi, mobil pick up pengangkut harus melewati sawah kering sejauh 500 meter.Â
Sedangkan relawan memaksa diri memanggul kayu- kayu itu sejauh 100 meter di tengah sengatan sinar matahari, asyikkkk. " Kayu-kayu itu untuk material bedah rumah di minggu mendatang," ungkap Bamset.
Begitulah aktifitas para kurir duafa Kota Salatiga hari ini, kendati harus berpanas- panas, namun, tak ada istilah mengeluh. Menempuh berkilo- kilo meter (dengan BBM beli sendiri), mereka merasakan nikmatnya berbagi. Relawan memang ada yang bertumbangan dalam perjalanan Relintas, namun, penggantinya terus berdatangan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H