Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kurir Duafa Bagikan 72 Paket Sembako

1 September 2019   16:17 Diperbarui: 1 September 2019   16:24 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Relawan tengah memotong donasi pohon kelapa (Foto: dok pri)

Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga, Minggu (1/9) pagi, sedikitnya membagikan 72 paket sembako kepada 72 duafa yang menjadi orang tua asuh mereka. Seperti apa keseruan para kurir duafa tersebut dalam mendistribusikan bantuannya ? Berikut catatannya untuk Indonesia.

Lima hari sebelum pembagian paket sembako, relawan perempuan terlebih dulu melakukan packing di basecamp. Kendati cuma 72 paket, namun, karena harus menimbang beras, gula dan memilah kebutuhan sasaran, tak urung packing memakan waktu cukup lama. 

Setelah semuanya siap, baru dibagi menjadi 9 tim (kelompok). Hal ini dilakukan agar tidak terjadi salah tukar antara sasaran satu dengan lainnya.

Ibu- ibu muda tengah packing sembako (Foto: dok pri)
Ibu- ibu muda tengah packing sembako (Foto: dok pri)
Seperti biasanya (saat hari H), pembagian paket sembako yang  diikuti sekitar 40 orang relawan. Sebelum memulai aktifitasnya, di basecamp Relintas di Jalan Patimura Nomor 110, Kota Salatiga, Bambang Setyawan (Bamset) selaku penanggungjawab komunitas sosial itu, terlebih dulu memberikan brifieng. 

Karena 72 duafa yang menjadi sasaran lokasinya masing- masing berbeda jarak, maka, ia menekankan agar relawan memprioritaskan keselamatan diri.

" Para orang tua asuh kita, tempat tinggalnya ada yang di Kota Salatiga, pelosok Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali, kegiatan ini paling cepat memakan waktu sekitar tiga jam. Untuk itu, saya mohon setiap relawan harus berhati- hati dalam perjalanan," jelas Bamset.

Menurut Bamset, kegiatan para kurir duafa ini sudah berlangsung 1 tahun lebih. Di mana, dimulai dari 24 orang duafa yang telah menjadi orang tua asuh Relintas, belakangan angka tersebut terus membengkak sehingga sekarang totalnya mencapai 72 orang. " Angka ini bakal terus bertambah, karena kemiskinan bukannya berkurang malah makin bermunculan," ungkapnya.

Mbah Tumini yang buta dan sebatangkara tengah menerima sembako (Foto: dok pri)
Mbah Tumini yang buta dan sebatangkara tengah menerima sembako (Foto: dok pri)
Diakui oleh Bamset, para relawan sengaja memposisikan diri sebagai kurir. Artinya, orang tua asuh yang mayoritas hidup melarat, tidak perlu repot- repot mengambil jatah sembakonya ke basecamp Relintas. Cukup duduk manis di rumahnya masing- masing, nantinya relawan akan mendatangi sembari menenteng paket sembako.

Untuk efektifitas distribusi, Relintas membagi personilnya hingga menjadi 9 tim. Hal ini dilakukan karena masing- masing personil di hari yang sama juga memiliki agenda tersendiri di kampungnya, yakni terlibat sebagai panitia karnaval 17 an Agustus. Setelah semuanya siap, tepat pk 09.30 puluhan kurir duafa mulai bergerak ke berbagai pelosok.

Begitu bergerak , masing- masing tim langsung meluncur ke sasaran yang berada di pelosok pedesaan. Di tengah sinar matahari yang menyengat, celakanya di berbagai titik tengah berlangsung karnaval 17 an Agustus dan pawai (taaruf) peringatan tahun baru 1441 Hijriah, akibatnya pergerakan para kurir lumayan terhambat.

Bamset dengan mbah Yahmi, duafa lumpuh yang sebatangkara (Foto: dok pri)
Bamset dengan mbah Yahmi, duafa lumpuh yang sebatangkara (Foto: dok pri)
Donasi para Hamba Allah

Relintas sendiri, kata Bamset , merupakan komunitas sosial yang bermarkas di Kota Salatiga. Dengan relawan aktif sekitar 150 orang, aktifitasnya terfokus pada bedah rumah milik duafa dan pembagian sembako terhadap orang tua asuh. Di mana, untuk berbagi sembako terbagi dua katagori, yakni katagori 1 dijatah dua minggu sekali serta katagori 2 mendapatkan kiriman sebulan sekali.

Untuk anggaran bedah rumah ukuran 4 X 6 meter, biasanya Relintas mengeluarkan dana sekitar Rp 7- 10 juta (tergantung dilengkapi sarana MCK atau tidak). Sementara berbagi sembako, menyerap anggaran Rp 7,2 juta. " Masing- masing paket sembako senilai Rp 100.000," jelas Bamset.

Nilai Rp 100.000, kata Bamset, diujutkan menjadi beras 5 kilogram, minyak goreng 1 liter, gula pasir 1 kilogram, kopi, teh dan mi instan 10 bungkus. Di mana, berdasarkan survei relawan di lapangan, satu paket sembako mampu untuk bertahan hidup seorang duafa selama dua minggu. Tak mewah memang, namun, faktanya kehadiran para kurir selalu ditunggu.

Mbah Tukiyem yang selalu menanti kedatangan kurir (Foto: dok pri)
Mbah Tukiyem yang selalu menanti kedatangan kurir (Foto: dok pri)
Lantas dari mana anggaran untuk bedah rumah mau pun berbagi sembako ? Iuran relawankah ? Relawan mah tidak gablek, mereka mau menyumbangkan tenaganya sudah teramat bagus. 

Sebab, di saat kepedulian di tengah masyarakat mulai luntur, empati serta rasa peduli sangat layak diapresiasi." Untuk mengapresiasi mereka, saya harus hadir di tengah mereka semua. Rasanya ga elok, relawan berpanas- panas, sedangkan saya malah plesiran," ungkap Bamset.

Jadi, anggaran puluhan juta rupiah untuk para duafa, sebenarnya berdatangan dari para hamba Allah yang merasa bersimpati terhadap Relintas. Donatur -- donatur tersebut, bermukim di Kota Salatiga, Kabupaten Semarang, Jakarta, Bandung bahkan luar negeri. Tentunya termasuk beberapa rekan Kompasianer yang memiliki empati dan rasa peduli.

" Untuk luar negeri, kebanyakan berasal dari Hongkong, Taiwan, Perancis dan Singapura. Mayoritas mereka adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang memiliki ikatan batin dengan Kota Salatiga, kabupaten Semarang mau pun Boyolali," jelas Bamset.

Relawan tengah memotong donasi pohon kelapa (Foto: dok pri)
Relawan tengah memotong donasi pohon kelapa (Foto: dok pri)
Hingga pk 14.00 seluruh kegiatan para kurir duafa dinyatakan selesai, kendati begitu, puluhan relawan masih harus menuntaskan agenda lain, yakni mengangkut donasi kayu kelapa (glugu) di Desa Cukilan, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang.  

Di mana, donasi awal berupa pohon kelapa di tengah kebun yang lokasinya lumayan jauh dari perkampungan.  Oleh relawan, pohon tersebut ditebang untuk dijadikan kayu blandar.

Celakanya, posisi kayu yang sudah ditebang berada sekitar 600 meter dari jalan perkampungan. Lagi- lagi, mobil pick up pengangkut harus melewati sawah kering sejauh 500 meter. 

Sedangkan relawan memaksa diri memanggul kayu- kayu itu sejauh 100 meter di tengah sengatan sinar matahari, asyikkkk. " Kayu-kayu itu untuk material bedah rumah di minggu mendatang," ungkap Bamset.

Begitulah aktifitas para kurir duafa Kota Salatiga hari ini, kendati harus berpanas- panas, namun, tak ada istilah mengeluh. Menempuh berkilo- kilo meter (dengan BBM beli sendiri), mereka merasakan nikmatnya berbagi. Relawan memang ada yang bertumbangan dalam perjalanan Relintas, namun, penggantinya terus berdatangan. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun