Setelah sempat tertunda, akhirnya Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga mampu memerdekakan seorang duafa dari belenggu kemiskinan.Sebuah rumah sederhana menjadi hunian Mukmin (76) warga Pulutan Lor RT 02 RW 02, Pulutan, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Seperti apa proses pembangunan tempat tinggal lelaki uzur itu  ? Berikut catatannya.
Sekitar 6 bulan silam, seorang personil Relintas melaporkan keberadaan Mukmin, duda duafa yang menempati rumah berukuran 4 X 8 meter berbahan kayu lapuk, campur anyaman bambu yang terletak di gang sempit. Bambang Setyawan alias Bamset selaku penanggungjawab komunitas sosial tersebut, langsung melakukan pengecekan lokasi.
Begini kondisi rumah mbah Mukmin di gang sempit (Foto: dok pri)
Ternyata, apa yang dilaporkan benar adanya. Mukmin yang biasa disapa mbah Mukmin, merupakan seorang duda sejak 10 tahun yang lalu. Sepeninggal istrinya, ia hidup sendirian karena tak memiliki anak. Untuk makan keseharian, dirinya lebih banyak ditopang tetangga kanan kiri. " Bila tetangga lupa karena masing- masing memiliki kesibukan tersendiri, mbah Mukmin kerap 'berpuasa'," kata Bamset.
Mengutip penuturan mbah Mukmin, lahan yang ditempatinya sebenarnya merupakan tanah wakaf untuk didirikan mushola. Karena warga belum memiliki dana, akhirnya lahan kosong itu ditempatinya. Saban hari, ia hanya ditemani kucing- kucing liar yang sengaja diberinya makan nasi plus ikan asin. Kendati begitu, dirinya sangat aktif menjalankan ibadahnya.
Sosok mbah Mukmin , duafa yang bersahaja (Foto: dok pri)
Rumah yang dijadikan tempat tinggal mbah Mukmin terlihat sangat menyedihkan, di mana , selain mayoritas dindingnya sudah lapuk, berlantai tanah, juga terdapat lobang- lobang besar yang ditutup menggunakan MMT bekas. Celakanya, tidak terdapat sarana MCK, sehingga kalau kebelet buang air, beliau harus ke sungai yang berjarak lumayan jauh.
Mbah Mukmin mengaku, setiap hari, bila ada ada stock beras di rumahnya, maka dirinya menanak nasi sebanyak segelas atao 1/4 Â kilogram. Sedangkan lauk yang menemaninya, ya ala kadarnya. Kebetulan kakek tersebut relatif mudah dalam hal makan. " Ibarat dengan ikan asin pun tak masalah, karena memang beliau sering berbagi dengan kucing- kucingnya," ungkap Bamset.
Rumah mbah Mukmin diratakan tak bersisa (Foto : dok pri)
Demi mendengar pengakuan itu, Bamset segera meminta relawan untuk mengirimkan paket sembako. Selanjutnya, saban dua minggu paket yang sama bakal rutin dikirimkan ke rumah mbah Mukmin (belakangan beliau menolak diberi jatah sembako dua minggu sekali, mintanya sebulan sekali). Pada kesempatan yang sama, sebenarnya Relintas akan membedah rumah mbah Mukmin. Sayang, hal itu terbentur pada cuaca musim penghujan, sehingga syahwat bedah rumah ditunda sampai memasuki musim kemarau.
Hingga akhirnya, menjelang HUT Kemerdekaan RI ke 74, Relintas menilai merupakan saat yang tepat untuk memerdekakan mbah Mukmin. Selain kebutuhan makan dan sandangnya sudah tercukupi, maka, sebagai pelengkap dirinya akan dibuatkan rumah sederhana lengkap dengan fasilitas MCK nya.
Kerangka rumah dalam waktu singkat sudah berdiri (Foto: dok pri)
Dibangun dari NolUntuk memerdekakan mbah Mukmin, tentunya ada beberapa tahab yang harus dilalui. Di mana, selain ijin kepada pemilik lahan (mutlak), koordinasi dengan Ketua RT setempat mau pun warga dan saat semuanya beres, tinggal menghitung segala kebutuhan material. Terkait hal itu, Bamset menugaskan tim bedah rumah guna melakukan langkah- langkah yang perlu ditempuh.
Berdasarkan laporan tim bedah rumah, ternyata tak ditemui kendala yang berarti. Bahkan, ibu- ibu warga di sekitar rumah mbah Mukmin akan menyediakan logistik berupa makan siang plus snack. Kebetulan, di wilayah yang sama tinggal rekan Kompasianer Semuel S Lusi, sayang karena kesibukannya, beliau susah ditemui.
Pemasangan usuk dan reng untuk penyangga genting (Foto: dok pri)
Bila sebelumnya dari relawan yang di lapangan melaporkan bahwa rumah mbah Mukmin cukup dibedah, belakangan agenda berubah. Pasalnya, nyaris material lama berupa kayu tidak bisa dipertahankan lagi akibat lapuk dimakan usia. " Melalui diskusi cukup panjang, diputuskan harus dibangun mulai nol artinya rumah lama akan diratakan dulu," jelas Bamset.
Lagi- lagi relawan harus koordinasi dengan warga, sebab, tak mungkin relawan berlama- lama dalam menangani agenda ini. Untuk itu, warga diminta H-1 mau bergerak meratakan bangunan semi permanen yang ada. Sedangkan relawan bakal beraksi di hari H. " Alhamdulillah, setelah berkoordinasi warga menyetujuinya," tutur Bamset.
Para relawan KOMPAK Ampel, Kabupaten Boyolali ikut beraksi (Foto: dok pri)
Menjelang hari H, seluruh rumah mbah Mukmin sudah diratakan. Sementara para relawan yang telah menyeting kayu blandar, kuda- kuda mau pun kusen langsung mengirimkan material yang dibutuhkan ke lokasi. Hingga hari H, sedikitnya 50 personil Relintas memenuhi lahan sempit di lokasi. " Bahkan, kami juga mendapat pasokan dari relawan KOMPAK , Ampel, Kabupaten Boyolali," jelas Bamset.
Usai menerima brifieng dari Bamset, relawan langsung berpencar menjalankan tugasnya masing- masing. Relawan perempuan berikut anak- anaknya, seperti biasa bertugas melakukan pengecatan kalsiboard. Sedangkan relawan laki sigap mendirikan tiang, menaikkan kuda- kuda hingga mulai memasang usuk berikut rengnya.
Relawan perempuan ikutan menaikkan genting (Foto: dok pri)
Tepat pk 17.00, seluruh kegiatan pembuatan rumah untuk mbah Mukmin dihentikan. Kendati MCK belum dibuat, lantai masih berupa tanah liat, namun, rumah sudah bisa dihuni. Selanjutnya, pekerjaan tambahan akan dilakukan besok hari berduet dengan warga. " Warga sengaja kami beri kesempatan di hari ke dua agar tidak terjadi tumpang tindih," ungkap Bamset.
Akhirnya jadi juga rumah layak huni untuk mbah Mukmin (Foto: dok pri)
Setelah semuanya dinyatakan tuntas, belakangan masih ada sesuatu yang mengganjal. Mbah Mukmin yang kesehariannya memasak menggunakan tungku kayu, oleh Bamset ditawari satu set kompor gas. Sayang, beliau menolak, ia malah meminta tremos air panas dan kasur. Dalihnya, tremos lebih dibutuhkan di tengah malam atau pagi hari untuk membikin kopi. Sedangkan kasur, disebut- sebut dirinya tak mempunyainya.
Mbah Mukmin menerima kasur, bantal, tremos dll dari Bamset (Foto: dok pri)
Tanpa menunggu lebih lama, baik tremos mau pun kasur (busa) berikut bantal gulingnya segera direalisasikan relawan. Tentunya tak ketinggalan selimut dan sprei agar kakek tersebut mampu merasakan kehangatan di malam hari. Itulah momen memerdekakan duafa ala relawan Kota Salatiga. " Kami berharap, daerah- daerah lain bisa muncul komunitas- komunitas sosial seperti ini," ujar Bamset seraya menambahkan masih banyak duafa- duafa di luar sana yang belum tersentuh tangan panjang pemerintah. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya