Akhirnya, Minggu (12/5) pagi, kandang ayam yang dijadikan tempat tinggal Jumiah (80) warga warga Dusun Saradan RT 3 RW 1, Desa Purworejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang dibongkar warga. Pembongkaran tersebut dilakukan untuk menjadikan rumah mungil janda renta itu menjadi lebih nyaman.
Pembongkaran sekaligus perbaikan bangunan berbahan anyaman bambu yang sudah ditinggali selama 3 tahun oleh Jumiah ini, merupakan instruksi Kepala Desa Purworejo Sutopo Broto. Di mana, paska artikel tentang Jumiah muncul di Kompasiana ( 9/5) lalu, warga akhirnya sepakat untuk memperbaiki rumah Jumiah yang sudah mulai pikun.
Sebagaimana diketahui, keberadaan Jumiah yang menempati kandang ayam milik Basaroh (65), terdeteksi oleh Bambang Setyawan selaku penanggungjawab Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga. Karena merasa Jumiah harus dimanusiakan, maka Bambang Setyawan biasa disapa Bamset, Kamis (9/5) sore langsung menyambanginya (baca : duh-janda-renta-ini-bertahun-tahun-tinggal-di-kandang ).Â
Jumiah sendiri, sebenarnya memiliki satu orang anak bernama Jumini (55) yang tinggal di Kota Semarang. Sayang, kondisi ekonominya kurang menggembirakan sehingga Jumiah tak betah ikut anaknya. Ia lebih memilih tinggal di desa kendati tak memiliki tempat tinggal. Karena merasa kasihan, Basaroh yang masih kerabat jauh, sejak 3 tahun lalu mengijinkan Jumiah tinggal di kandang ayam miliknya.
Untuk keperluan sehari- hari, khususnya berkaitan dengan makan, warga secara bergantian sering mengiriminya nasi berikut lauknya. Celakanya, saat Bamset mengunjunginya, ternyata tak ada sebutir beras pun di rumah mungilnya. " Untungnya, setiap kali saya blusukan, selalu berbekal sembako. Sehingga, ketiadaan beras mau pun yang lainnya langsung teratasi," kata Bamset.
Perihal kandang ayam yang ditempati Jumiah, lanjut Bamset, mengutip keterangan warga setempat, setahun yang lalu sebenarnya Jumiah sudah mau dibikinkan sebuah rumah kecil. Namun, hal tersebut terhambat oleh ijin pemilik lahan, yakni Basaroh yang tidak memberikan lampu hijau.
Belakangan, apa yang disampaikan warga, ternyata terpatahkan. Pasalnya, ketika Basaroh ditemui Bamset, ia langsung mengijinkan lahannya didirikan rumah untuk kepentingan Jumiah. " Saya sangat berterima kasih kalau ada yang mau membangunkan rumah. Karena mbah Jumiah sudah saya anggap sebagai ibu saya sendiri," ungkapnya seperti ditirukan Bamset.
Basaroh yang juga seorang janda mengakui, pihaknya tak mungkin membuatkan rumah tersendiri bagi Jumiah. Untuk itu, yang bisa dilakukan hanya memberikan lahan. Kebetulan, kandang ayam miliknya berukuran 3 X 8 meter, sehingga yang separuh tetap dijadikan kandang, sisanya dimanfaatkan Jumiah beristirahat.
Sementara itu, terkait Program Keluarga Harapan (PKH) mau pun bantuan lainnya, menurut Bamset, berdasarkan keterangan yang didapat Noer selaku Ketua komunitas sosial Mari Berbagi Kota Salatiga, ternyata dokumen kependudukan Jumiah pernah dicabut saat ikut anaknya ke Kota Semarang. " Itulah yang menyebabkan bantuan- bantuan pemerintah tak menyentuh Jumiah," jelas Bamset.
Sebenarnya, lanjut Bamset, bila pihak warga hanya bergeming dengan keberadaan Jumiah, Relintas usai hari Raya Idhul Fitri akan membedah kandang tersebut menjadi rumah yang layak huni. Sebab, Relintas memang memiliki program bedah rumah duafa yang selama musim hujan (sementara) dihentikan.
Sedangkan program lainnya, seperti pembagian sembako untuk 60 duafa di wilayah Kota Salatiga, Kabupaten Semarang hingga Kabupaten Boyolali tetap berjalan. Demikian pula santunan bagi orang- orang yang mendadak duafa akibat terkena bencana alam, Relintas selalu sigap menanganinya.
Berkaitan erat dengan bedah rumah yang dilakukan warga terhadap kandang ayam yang ditinggali Jumiah, Relintas mengaku sangat mengapresiasinya. Selain kesigapan, juga hal tersebut membuktikan adanya kepedulian masyarakat terhadap keberadaan duafa di sekitarnya. " Kita tahu, sifat gotong royong itu belakangan mulai menipis," ujar Bamset.
Terkait hal itu, Bamset dan Relintas berharap desa- desa lainnya tidak mengabaikan duafa- duafa renta di lingkungannya. Sebab, bila warga ikut peduli, maka tugas Relintas semakin ringan. " Begitu pun dengan dokumen kependudukan, kiranya pihak pamong desa bisa bersikap aktif membantu kepengurusannya," jelasnya.
Menurut Bamset, dokumen kependudukan sangat penting bagi seorang duafa. Sebab, dengan adanya e KTP, KK dan BPJS, berbagai bantuan pemerintah bisa menjangkaunya. Celakanya, berdasarkan temuannya di lapangan, cukup banyak duafa yang tak mengantongi dokumen kependudukan. " Jadi, kalau angka kemiskinan nasional mencapai 9,66 persen, rasanya saya koq meragukan," tuturnya.
Dugaan Bamset, angka 9,66 persen itu didata melalui dokumen kependudukan yang filenya adanya di instansi pemerintah. Artinya, orang- orang yang tidak ber KTP mau pun ber KK, tak pernah masuk dalam catatan 9,66 persen tersebut. " Sebaiknya, peran pamong desa setempat untuk sosialisasi pentingnya dokumen kependudukan lebih diintensifkan agar para duafa mendapatkan hak- haknya," himbau Bamset. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H