Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nasi Bungkus Gratis Setiap Hari di Kota Salatiga

20 November 2018   16:53 Diperbarui: 22 November 2018   15:50 2710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Etalase di depan toko makanan khas Salatiga (foto: dok pri)

Dengan bermodalkan keikhlasan, pasangan suami istri itu nekad memulai usaha membantu duafa, baik untuk sarapan pagi, makan siang hingga makan malam. Hasilnya, umpan tersebut ditangkap masyarakat. 

Terbukti, saban hari minimal terdapat 50 nasi bungkus didonasikan ke tempat ini. "Peran media sosial sangat dominan," jelas cik Lany yang bersikeras menolak difoto.

Etalase di depan toko makanan khas Salatiga (foto: dok pri)
Etalase di depan toko makanan khas Salatiga (foto: dok pri)
Pasangan Paulus dan Lany sendiri, jauh sebelum mengeksekusi ide itu, sudah sejak lama berkutat dengan para duafa. Saban pagi, saat berolahraga jalan kaki, mereka selalu menenteng puluhan nasi bungkus yang dibagikan ke orang- orang yang membutuhkan. Melewati beberapa jalur tetap, mereka telah memiliki "pelanggan" yang menerima distribusi sarapan.

Hingga sekarang, kendati sudah membuka etalase nasi gratis, namun cik Lany beserta suaminya masih terus berbagi saban pagi hari. Mereka berdua menyatakan kurang tahu pastinya gerakan itu akan dihentikan. Pasalnya, rasa empati yang dimiliki sepertinya sulit terkikis jaman. Berbagi tanpa sekat adalah langkah yang keren.

Laper ? Silahkan ambil secukupnya (foto: dok pri)
Laper ? Silahkan ambil secukupnya (foto: dok pri)
Kembali ke etalase nasi gratis yang dirintisnya, cik Lany mengaku optimis gerakan itu akan menggelinding dan menular ke titik- titik lainnya. Ia pun berharap, virus kepedulian bakal muncul di kota- kota lainnya sehingga tak ada lagi istilah duafa merasa kesulitan makan. "Tapi tolong, nama kami ga usah disebut- sebut. Kami malu, langkah ini masih sangat kecil dibanding orang- orang yang setiap saat mampu berbagi dengan jumlah lebih besar," kata cik Lany.

Kendati cik Lany mau pun suaminya sudah berpesan agar namanya jangan disebut, namun, karena langkah mereka sangat menginspirasi, maka saya pun nekad melanggarnya. Sebab, di mata siapa pun, upaya menularkan virus kepedulian itu layak diapresiasi. Tertarik untuk mencobanya?. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun