Kendati sebenarnya sejak bangku SD sudah mempunyai hoby menulis, namun, Widi baru berani menekuni dunia tulis menulis ketika berstatus sebagai mahasiswi. Tahun 2012, dirinya bergabung dengan Kompasiana bersama ratusan ribu Kompasianer lainnya. Sayang, dirinya kurang produktif. Padahal, artikel yang ditulisnya lumayan bagus.
"Saya juga kurang berinteraksi dengan rekan- rekan Kompasianer lainnya," akunya.
Secara perlahan, tangannya terus menghasilkan berbagai tulisan ringan. Bahkan,Widi sempat menerbitkan buku fiksinya berjudul Mahkota Untuk Emak.
Sayangnya, akibat kurangnya publikasi, ditambah menurunnya minat baca masyarakat, buku perdananya belum mampu cetak ulang.
"Ini saya ambil hikmahnya, publikasi sangat berperan penting dalam pemasaran sebuah buku," ungkapnya.
"Hasilnya, sekarang kami sudah memiliki anak laki- laki bernama Kevin," tutur Widi.
Pernikahannya dengan Ahmad Budairi yang seorang programmer IT, sekaligus jago membuat website membuat Widi makin mengenal dunia blogger.
Dirinya bertambah getol menulis di dunia maya, tentunya atas dukungan sang suami. Keinginan semasa kuliah jadi seorang pendidik, dikuburnya dalam- dalam.
"Sekarang, lebih banyak menekuni pekerjaan sebagai blogger," ungkapnya.
Perihal dunia pendidikan yang sudah ditinggalkan, menurut Widi, bukan tanpa alasan. Dirinya teringat ketika menjalani PPL Â mengajar, guru pendampingnya tak mau memaklumi ketika Widi merasa kesulitan berkomunikasi dengan murid- murid yang ada. Sehingga, setelah diwisuda tahun 2016, praktis gelar sarjananya belum pernah dimanfaatkan.