Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Begini Kondisi Candi Plaosan di Klaten

30 Oktober 2018   17:41 Diperbarui: 30 Oktober 2018   17:46 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya jadi termenung melihat kondisi Candi Plaosan (foto: dok pri)

Berulangkali bertandang ke Kabupaten Klaten, namun, tiap akan mengunjungi kawasan Candi Plaosan selalu tertunda. Padahal, bangunan bebatuan ini merupakan salah satu bukti sejarah tentang arsitektur di masa lampau. Terkait hal tersebut, Selasa (30/10) sore saya sengaja menyambanginya untuk menikmati peninggalan nenek moyang itu.

Candi Plaosan terletak di Dusun Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten. Di mana, dari kawasan candi Prambanan yang kesohor itu, jaraknya hanya berkisar 2 kilometeran. Kendati begitu, eksotisme Candi Plaosan tenggelam di balik kebesaran Candi Prambanan. Padahal, tiket masuknya hanya sebesar Rp 3.000 dan tarif parkir Rp 2.000 bagi sepeda motor sedangkan mobil Rp 5.000.

Tumpukan bebatuan terlihat jelas dari luar candi (foto: dok pri)
Tumpukan bebatuan terlihat jelas dari luar candi (foto: dok pri)
Untuk menuju Candi Plaosan, dari jalan raya Klaten- Jogja, sekitar 300 meter sebelum tiba di Candi Prambanan akan terlihat lampu merah. Setelah mengambil arah kekanan, menyusuri jalan yang tidak begitu lebar, maka akan bertemu pertigaan kecil. Karena papan petunjuknya relatif kecil, maka bila kurang hati- hati bakal kebablasan. Untuk itu, sebaiknya sering bertanya pada warga agar mudah menemukannya.

Begitu tiba di areal Candi Plaosan, yang terlihat adalah dua bangunan candi berukuran lumayan besar, puluhan candi kecil dan bebatuan bekas reruntuhan candi. Jumlahnya tidak terhitung saking banyaknya, mulai bagian barat, selatan serta timur, bebatuan berbentuk kotak- kotak bertumpuk menjadi kelompok- kelompok tersendiri.

Candi Plaosan, seperti yang tertulis di papan namanya, merupakan Situs Candi Plaosan Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2010, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah .Seluruh areal candi dipagar besi setinggi 1 meter, sehingga tiap orang bisa memasukinya dengan cara melompati pagar. Kendati begitu, saya memilih melewati pintu gerbang yang di sebelah kirinya terdapat bangunan kecil berfungsi sebagai loket. Setelah membayar harga tiket sebesar Rp 3.000, pengunjung leluasa menyambangi satu candi ke candi lainnya.

Papan penunjuk cagar budaya di pintu masuk Candi Plaosan (foto: dok pri)
Papan penunjuk cagar budaya di pintu masuk Candi Plaosan (foto: dok pri)
Berdasarkan keterangan petugas yang berada di loket penjualan tiket, Candi Plaosan ditemukan pada tahun 1867. Kendati begitu, baru di tahun 1909 dilakukan penelitian oleh Ijzerman. Berulangkali dipugar, tapi sepertinya hal tersebut tetap kurang optimal. Terbukti, tumpukan bebatuan masih terlihat teronggok di berbagai sudut.

Masih menurut petugas yang sama, tentunya ia mengutip literatur yang ada, Candi Plaosan merupakan sisa peradaban Budha serta Hindu. Yang mana, selain puncaknya terdapat stupa, juga diperkuat dengan keberadaan candi perwara (pendamping) memiliki bentuk mirip stupa pula.  " Candi ini dibangun di jaman kerajaan Mataram Kuno yang dipimpin Rakai Pikatan," ungkapnya.

Candi- candi pendamping berukuran kecil di Candi Plaosan (foto: dok pri)
Candi- candi pendamping berukuran kecil di Candi Plaosan (foto: dok pri)
Mitos Candi Plaosan

Candi Plaosan sendiri terdiri dua bangunan utama, yakni Candi Plaosan Lord an Candi Plaosan Kidul. Jaraknya keduanya hanya berkisar 20 meteran, saat saya mengunjunginya,  wisatawan lebih banyak fokus di Candi Plaosan Kidul. Pasalnya, Candi Plaosan Lor tengah mengalami perbaikan. Terbukti, di sekelilingnya terdapat bambu- bambu sebagai sarana untuk memanjat para tukang. " Yang melakukan perbaikan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bukan dari pemerintah kabupaten Klaten," kata seorang petugas satpam, seusai menegur saya agar tak merokok di lingkungan candi.

Perbaikan dengan peralatan konvensional (foto: dok pri)
Perbaikan dengan peralatan konvensional (foto: dok pri)
Sebenarnya saya ingin menggali lebih banyak keterangan, namun, sepertinya sudah banyak yang mengupasnya. Akhirnya saya memilih memutari areal candi, di mana hampir di semua sudut, tergolek bebatuan ukuran besar (yang tentunya berbentuk kotak). Batu- batu tersebut, diduga merupakan bekas reruntuhan candi perwara. Kendati terdapat batu yang disatukan dalam satu kelompok, namun tak sedikit yang berserakahan.

Bila di Candi Plaosan Kidul terlihat banyak wisatawan lokal yang berfoto- foto, sebaliknya, di seberangnya yakni di Candi Plaosan Lor relatif sepi. Nampak sedikitnya 8 pasangan anak muda tengah tengah mojok sembari bercengkrama menunggu sore. Karena penasaran, saya pun bergegas mnenghampiri salah satu pasangan bernama Andi (27) dan Sari (25), keduanya warga Surakarta yang sengaja bertandang ke sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun