Ilham Irfani (15) putra bungsu pasangan Nurhadi (56) dan Siti Robiah (53) warga Dusun Ploso RT 03 RW 03, Desa Pabelan, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang mengalami derita berkepanjangan. Akibat terserang Sindrom Guillain Barre (SGB), dirinya sudah dua tahun belakangan lumpuh tak berdaya. Seperti apa penderitaan bocah cerdas tersebut, berikut penelusurannya.
Rabu (10/10) siang, bersama seorang relawan asal Kecamatan Pabelan, saya mengunjungi Ilham di rumah orang tuanya untuk mengantarkan donasi dari hamba Allah. Anak bungsu dari empat bersaudara ini, terlihat tergeletak di kasur dengan tubuh yang sangat kurus. Dua kakinya hingga ke paha mengecil, tinggal tulang dibalut kulit. Sementara dua tangannya belakangan juga ikut ketularan sehingga susah beraktivitas.
Kondisi Ilham mirip bayi, untuk menggerakkan tubuhnya saja ia tak mampu. Duh...siapa pun yang punya hati, tidak bakal tega melihatnya terbaring di kasur. Untuk buang air mau pun buang air besar, harus dibantu ibu kandungnya. Demikian juga ketika perutnya didera lapar, ibunya menyuapinya. " Dulu saat masih bayi saya merawatnya dengan sangat hati- hati, eh sekarang di usianya yang ke 15, malah kembali seperti bayi," kata Siti.
Menurut Siti yang sehari- harinya menerima jahitan pakaian ini, kejadian yang merenggut masa depan Ilham, dimulai saat anaknya duduk di bangku kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah (MI) Pabelan. Di mana, ketika pulang sekolah, Ilmah mendadak merasakan kakinya tak lagi mampu menopang berat tubuhnya. Bagian kaki sebelah kanan Ilham, terasa kebas, diduga virus jahat SGB sudah mulai menyerangnya.
Karena perkembangan kesehatan Ilham terus menerus memburuk, hingga akhirnya, oleh dokter Puskesmas memberikan rujukan ke RSUD Kota Salatiga.Â
Melalui berbagai pemeriksaan, di sinilah terungkap penyebab kelumpuhannya. Dokter memastikan anak yang akan naik ke kelas 3 MI itu terserang SGB. Penyakit langka yang hanya menyerang 1:100.000 orang. Duh, nelangsanya nasip Ilham kecil. Kendati begitu, pihak dokter menyatakan akan sembuh bila rutin minum obat dan therapi.
Tidak Ada Perhatian Pemerintah
Memasuki kelas 4 MI, Ilham yang nilai raportnya rata- rata 9 ini, praktis mengalami kelumpuhan total. Kakinya semakin mengecil, untuk berangkat mau pun pulang sekolah, ia harus digendong bapaknya atau ibunya. "Karena bapaknya bekerja serabutan dan sering berangkat pagi, maka saya lebih sering mengantar dan menjemputnya," tutur Siti sembari menambahkan jarak menuju ke MI untungnya tak begitu jauh.
Hingga akhirnya, Ilham di tahun 2016 dinyatakan lulus dari MI dengan nilai NEM mencapai 26,1. Kendati kuota siswa baru asal luar kota hanya 10 persen, namun ia juga dinyatakan diterima di SMP Negeri IV Kota Salatiga.Â