Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mendulang Rupiah dari Sabana Tepian Rawa

5 Oktober 2018   15:48 Diperbarui: 6 Oktober 2018   12:15 4429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan pacar ikut menikmati sabana (foto: dok pri)

Dalam sebulan terakhir, kawasan tepian Danau Rawa Pening, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang mendadak menjadi destinasi wisata dadakan. Akibat surutnya permukaan air, muncul padang rumput (sabana) di tiga dusun sehingga mengundang perhatian pelancong. Seperti apa suasananya, berikut catatannya.

Tiga dusun yang berada di wilayah Desa Lopait dan Tuntang, belakangan jadi perbincangan masyarakat Jawa Tengah. Di mana, ratusan hektar kawasan Rawa Pening yang terkuras airnya, tiba- tiba membentuk Sabana. Hamparan rumput hijau sepertinya mampu mendatangkan rezeki bagi masyarakat yang tinggal di Dusun Calombo, Klurahan serta Cikal.

Karena penasaran dengan gegap gempitanya pemberitaan melalui media sosial (medsos), maka, Jumat (5/10) sore, saya sengaja blusukan ke lokasi. Ternyata, apa yang beredar di dunia maya benar adanya. Jalan kampung menuju Dusun Calombo mau pun Kelurahan penuh oleh berbagai kendaraan roda dua dan empat.

Puluhan anak muda dari Karang Taruna terlihat berdiri di ujung dusun sembari memegang karcis restribusi, semua plat nomor kendaraan dicatat untuk mengantisipasi terjadinya tindak pencurian. Setelah hampir mendekati lokasi sabana, kendaraan- kendaraan tersebut diparkir di halaman penduduk .Akibatnya, tiap halaman selalu dijejali beragam kendaraan.

Pintu masuk ke sabana dijaga para pemuda (foto: dok pri)
Pintu masuk ke sabana dijaga para pemuda (foto: dok pri)
Untuk menuju areal sabana, pengunjung harus memaksa diri berjalan kaki sejauh 100 meter. Melewati jalan setapak, diduga bekas pematang yang bagian tengahnya saluran irigasi, waisatawan menyusurinya. 

Setelah olahraga sebentar, nampak hamparan rumput hijau yang bila diukur mungkin berjarak 1 kilometer dari bibir danau Rawa Pening. Kendati begitu, ratusan orang terlihat antusias.

Antusiasme wisatawan yang "diprovokasi" medsos ini, tak urung membuat kehidupan ekonomi warga setempat menggeliat. Naluri bisnis mereka tanpa dikomando segera bangkit. 

Dari sekedar warung tenda yang menjajakan minuman, hingga warung-warung makanan terlihat bermunculan. Jumlahnya sulit dihitung, yang pasti keberadaan sabana jelas mendatangkan rejeki.

Begini penampakan sabana tiban (foto: dok pri)
Begini penampakan sabana tiban (foto: dok pri)
Di mana, selain rezeki datang dari retribusi parkir sebesar Rp 3.000/sepeda motor dan Rp 8.000/mobil yang jumlahnya susah diterka, banyak pula pedagang dadakan yang bermunculan. 

"Rata- rata sehari untuk satu titik, khususnya Calombo dan Kelurahan dari pendapatan parkir mencapai Rp 5 juta," kata Moh Sabar (45) warga Dusun Calombo.

Membanjirnya wisatawan yang mayoritas hanya ingin berselfie di lokasi, lanjut Moh Sabar, terutama di sore hari. Saat matahari akan terbenam, antusiasme masyarakat sulit dibendung. Terlebih lagi di hari Sabtu mau pun Minggu, maka seharian bakal terlihat antrean ribuan kendaraan mengular di gerbang dusun. Bahkan, tak sedikit kendaraan berplat nomor luar Jawa Tengah ikut mengantre.

Menurut Moh Sabar, munculnya sabana di tepi Rawa Pening sebenarnya merupakan hal yang biasa, bahkan terjadi saban tahun. Yang mana, saat musim kemarau tiba, permukaan air di Rawa dipastikan mengalami penyusutan. 

"Sabana ini akan berakhir ketika hujan turun. Tidak usah lama- lama, turun satu jam saja, pengunjung bakal sepi," ungkapnya.

Areal yang berbahaya diberi tanda peringatan (foto: dok pri)
Areal yang berbahaya diberi tanda peringatan (foto: dok pri)
Dibesarkan Medsos

Kendati terjadi saban musim kemarau, lanjut Moh Sabar, namun di tahun- tahun sebelumnya tidak seramai sekarang. Penyebabnya, pengunjung hanya sebatas warga setempat dan tak meramaikannya di medsos. 

"Seperti yang terjadi tahun 2017 lalu, juga muncul sabana, tetapi karena musim kemaraunya relatif pendek, maka kemunculannya belum mengundang perhatian publik," jelasnya.

Berbeda dengan sabana di pegunungan, ungkap Moh Sabar, padang rumput di tepian Rawa Pening terbentuk dari endapan lumpur dan kompos akibat pembusukan eceng gondok. Ketika semuanya mengering maka bisa menahan beban manusia, sebaliknya saat kondisinya basah, kaki orang yang melewatinya dipastikan bakal terperosok.

Mantan pacar ikut menikmati sabana (foto: dok pri)
Mantan pacar ikut menikmati sabana (foto: dok pri)
Apa yang diungkapkan Moh Sabar dibenarkan oleh Juremi (70) warga Dusun Calombo, menurutnya tepian Rawa Pening merupakan areal persawahan milik Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Tengah. Di mana, di zaman pemerintahan kolonial Belanda, seluruh lahan yang berada di pingir Rawa, diambil alih pihak Belanda.

Selanjutnya, kata Juremi, saat air agak surut, lahan- lahan itu digarap oleh penduduk yang berprofesi sebagai petani. Namun, jelang hujan sawah tak bisa ditanami karena digenangi air. "Yang namanya bekas sawah, kalau mengering ya tumbuh rumput. Tapi kalau hujan, ya tidak bisa dilewati kecuali mau terperosok," ujar Juremi setengah slengekan.

Sejauh mata memandang nampak rerumputan (foto: dok pri)
Sejauh mata memandang nampak rerumputan (foto: dok pri)
Petuah Juremi benar adanya, di kawasan New Sabana warga terlihat memasang tali raffia dan menuliskan peringatan agar wisatawan tidak melewati areal tersebut. Ketika saya coba memasukinya, tanah yang diinjak terasa empuk serta ada kecenderungan amblas ke bawah hingga mata kaki. Sementara lahan yang masuk areal bebas, terlihat mengalami retak-retak.

Tanah retak eks perairan Rawa Pening (foto: dok pri)
Tanah retak eks perairan Rawa Pening (foto: dok pri)
Terlepas dari ramainya pemberitaan melalui medsos atau tidak, namun langkah sigap Karang Taruna setempat layak diapresiasi. Dengan adanya fenomena sabana di desanya masing-masing, mereka bertindak cepat mengantisipasi membludaknya pengunjung dengan menarik restribusi dan memasang rambu-rambu peringatan agar tak membuat celaka wisatawan.

Hal yang lucu dengan kemunculan sabana ini, di beberapa lokasi terlihat sampan mau pun jaring nelayan yang teronggok. Diduga, surutnya permukaan air dalam tempo singkat, membuat pemiliknya tak sempat memindahkannya ke tepian Rawa Pening. Oleh banyak pengunjung, sampan-sampan kosong dijadikan tempat berselfie.

Sampan yang terdampar di rerumputan (foto: dok pri)
Sampan yang terdampar di rerumputan (foto: dok pri)
Beberapa wisatawan lokal, ternyata juga ketagihan blusukan ke sabana ini. Salah satunya Fanny Arsianty (40) ibu muda asal Kota Salatiga, nyaris saban hari dirinya mengunjungi kawasan tersebut. 

Tujuannya selain menikmati sunset, juga berfoto dengan beragam gaya. Sepertinya, mantan foto model itu sangat ingin melampiaskan syahwatnya bergaya di depan kamera. Anda penasaran? Silahkan berkunjung sebelum musim hujan tiba. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun