Selama tiga hari berturut -- turut, Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga bersama warga, bahu membahu mewujutkan rumah sederhana bagi Suyahmi (85) janda duafa yang tinggal di Dusun Getas RT 5 RW 2, Desa Kauman Lor, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang. Seperti apa pembangunan rumah bagi nenek lumpuh tersebut, berikut catatannya.
Minggu (26/9) lalu, Bambang Setyawan selaku penanggungjawab Relintas sengaja blusukan ke wilayah Dusun Bantar, Desa Popongan, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang.
Oleh warga, diinformasikan keberadaan seorang nenek uzur yang tinggal sendirian di kawasan Dusun Getas RT 5 RW 2, Desa Kauman Lor, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang.
"Beliau sebenarnya merupakan warga Desa Popongan, tapi tinggal di Getas yang kebetulan hanya terpaut jalan kecil," kata salah satu warga.
Seluruh pintu dalam posisi tertutup, hingga beberapa saat kemudian, Suyahmi (biasa disapa dengan panggilan mbah Yahmi) membukakan pintu. Di tangannya tergenggam sabit, sepertinya ia bersiaga menghadapi orang yang belum dikenalnya. " Ketika saya dipersilahkan memasuki kamarnya, hmmm baunya luar biasa," ungkap Bamset.
Di kamarnya yang sempit, terdapat kasur berwarna coklat (saking kotornya), di berbagai sudut teronggok beragam barang tak terpakai. Sedangkan di depan mbah Yahmi, terdapat nasi basi yang mongering, biasa disebut nasi aking.
Celakanya, komunikasi tidak berjalan mulus. Akibat telinga simbah yang tuli, praktis semua pertanyaan yang diajukan selalu melenceng jawabannya.
Yang mengenaskan, selain tuli, mbah Yahmi ternyata juga mengalami kelumpuhan. Akibat pernah terjatuh dan tak mendapatkan pengobatan, diduga tulang paha kanannya patah. Untuk beraktifitas, ia ngesot di lantai tanah.
Hampir 15 menit berbincang, tetap saja tidak nyambung. Karena kesulitan "berdiskusi", akhirnya Bamset memutuskan menggali keterangan dari tetangga terdekat, yakni Giyarno (55).
Menurut Giyarno, mbah Yahmi sejak dulu tinggal sendirian di rumah milik almarhum kakaknya. Untuk makan sehari- hari, dirinya mengandalkan pemberian dari warga setempat.
Sementara lahan tempat rumah berdiri, sebenarnya milik PTP IX Getas, sehingga bantuan bedar rumah dari pemerintah sangat mustahil bisa didapatnya.
Diambil Alih Relintas
Ketika disampaikan bahwa rumah mbah Yahmi akan dibedah, Giyarno sangat antusias menyambutnya. Dirinya bersama warga setempat siap membantu sepenuhnya proses perbaikannya.Â
"Rumah itu harus dibangun total, karena hampir seluruh kayu mau pun papannya tidak bisa dipergunakan lagi," jelas Giyarno.
Usai mendapatkan keterangan tersebut, Bamset segera berpamitan. Temuannya langsung dibahas secara serius dengan para relawan yang biasa melakukan pekerjaan bedah rumah.
Hasil diskusi singkat, rumah mbah Yahmi bakal dibedah namun ukurannya diperkecil. Bila sebelumnya berukuran 6 X 8 meter, nantinya dijadikan 4 X 6 meter. " Untuk seorang nenek uzur yang tinggal sendirian, ukuran 4 X 6 meter sudah ideal," ungkap Bamset.
Menjelang eksekusi, datang berita dari Ormas Lindu aji Kota Salatiga yang akan ikut serta membantu proses bedah rumah. Di mana, selain membantu kebutuhan material, mereka menyatakan bakal mengirim personilnya. " Karena Relintas memang terbuka bagi komunitas apa pun, kami pun mempersilahkan Lindu aji untuk gabung," jelas Bamset.
Sedangkan mbah Yahmi diungsikan ke rumah Ketua RT dalam jangka waktu sepekan. Sebab, berdasarkan estimasi, bedah rumah membutuhkan waktu sekitar 3 sampai 6 hari.
Sebelumnya, dari pihak Kepala Desa Kauman Lor, Suharno yang diwakili oleh anaknya yang bernama  Indri sempat memprotes keberadaan mbah Yahmi. Menurutnya, di Dusun Getas, Desa Kauman Lor tempat ayahnya memimpin, tak tercatat warga yang memiliki nama Suyahmi dan tinggal di lingkungan RT 5 RW 2. Setelah dijelaskan, Indri meminta maaf serta menyatakan ayahnya bakal hadir di hari H.
Dipaksa Menangis
Hingga hari yang ditentukan, relawan sudah mengirim seluruh kebutuhan material. Dengan kekuatan sekitar 50 orang, dibantu warga setempat, pekerjaan bedah rumah langsung dikerjakan.
Ketika relawan pria meratakan bangunan papan, relawan wanita yang terdiri atas ibu- ibu langsung mengecat kalsibot sebagai bahan dinding. Mereka bahu membahu di tengah cuaca panas yang menyengat.
Begitu pun Bamset selaku penanggungjawab proyek akhirat ini, ia juga turun tangan memanggul kayu hingga mengaduk semen. Menurutnya, tak elok bila dirinya berdiam diri sementara puluhan relawan bermandi peluh. Â " Posisi apa pun, di lapangan pangkatnya tetap sama, yakni relawan," kata Bamset.
Butuh waktu 3 hari untuk menyelesaikan bedah rumah milik mbah Yahmi, hingga Selasa (2/10) sore, saat rumah mungil, sederhana namun hangat sudah berdiri, relawan menutup kegiatannya.
Selanjutnya, untuk pembuatan teras mau pun plester lantai diserahkan pada warga. Terkait hal tersebut, mereka harus berpamitan kepada mbah Yahmi.
Hal ini tentunya memancing reaksi relawan lainnya untuk ikut menangis secara berjamaah. Bamset mengaku urat takutnya berhadapan dengan siapa pun sudah putus, namun, ketika menghadapi duafa renta, lumpuh dan tuli, ia tidak kuasa menahan haru.
"Dalam waktu dekat, kami akan mengirimkan alat bantu dengar (ADB) bagi mbah Yahmi, karena beliau sangat membutuhkannya," ungkap Bamset.
Hal lainnya, lanjut Bamset, kebutuhan mbah Yahmi akan sembako guna bertahan hidup, nantinya akan dipasok relawan. Tiap dua minggu sekali, relawan bakal mengirimkan paket sembako.
Itulah sedikit perjalanan bedah rumah untuk memanusiakan manusia yang dilakukan Relintas. Nantinya, relawan senantiasa bergerak guna menyisir duafa- duafa lainnya yang belum tersentuh tangan panjang pemerintah. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H