Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Rumah Sederhana untuk Nenek Dhuafa

8 Agustus 2018   13:56 Diperbarui: 8 Agustus 2018   17:18 1746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Begini kondisi rumah mbah waliyah sebelum dibedah (foto: dok pri)

Berpuluh tahun tinggal di rumah yang nyaris ambruk, akhirnya, terhitung mulai Rabu (8/8), Waliyah (87) warga Dusun Karang Salam RT 1 RW 1, Desa Segiri, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang mampu menikmati rumah layak huni. Semua itu, berkat kerja keras para Relawan Lintas Komunitas (Relintas). Seperti apa kiprah mereka dalam menebar energi baikfnya, berikut catatannya.

Akhir bulan Maret lalu, Waliyah yang biasa disapa mbah Waliyah, dideteksi keberadaannya oleh relawan Relintas. Kondisinya sangat mengenaskan, di mana rumah yang ditempatinya berukuran 3 x 6 meter, berbahan papan lapuk, sementara atapnya nyaris ambruk karena usuk-usuknya dimakan rayap. Ironisnya, beliau hidup tanpa penerangan dan air.

Karena mengaku perutnya belum terisi nasi, maka nasi bungkus yang dibawa relawan segera diberikan. Ngenes, itulah kata yang tepat. Sebab, usai menyantap nasi, ternyata di rumahnya tak ditemukan setetes pun air minum. Di sinilah yang membuat para relawan merasa terharu, hingga akhirnya keberadaan mbah Waliyah segera dikoordinasikan ke pamong desa dan warga setempat.

Hasil koordinasi, rumah mbah Waliyah dipasang aliran listrik yang menyalur dari tetangga terdekat. Begitu pun dengan air, jaringan pipa pralon langsung tersedia.

Kendati begitu, Relintas tetap akan membedah rumah yang mirip gubuk tersebut. Sayang, syahwat memperbaiki tempat tinggal sang nenek harus ditahan dulu. Pasalnya, pihak pemerintah desa sudah mengajukan program bedah rumah ke pemerintah kabupaten Semarang, konon pengajuan lewat salah satu anggota dewan.

Rumah mbah Waliyah dibangun ulang dari nol (foto: dok pri)
Rumah mbah Waliyah dibangun ulang dari nol (foto: dok pri)
Sembari menunggu realisasi program bedah rumah yang menggunakan dana pemerintah, selanjutnya kehidupan mbah Waliyah dirawat oleh relawan.

Kebutuhan makan hingga memandikannya dikerjakan relawan, saban pagi relawan yang rumahnya satu desa, mengirim nasi berikut lauknya. Usai membersihkan tubuh sang nenek, relawan tersebut baru berangkat kerja.

Empat bulan berlalu, ternyata rumah mbah Waliyah semakin parah. Banyak usuk yang patah sehingga menyebabkan gentingnya berguguran.

Sebaliknya, program bedah rumah yang ditunggu tak kunjung ada kabarnya. Karena tidak mungkin diabaikan, akhirnya awal bulan Agustus, Relintas memutuskan membedahnya. " Bila dibiarkan, setiap saat rumah ini bisa ambruk," kata Bambang Setyawan selaku penanggung jawab Relintas.

Berdasarkan hitungan, bedah rumah meliputi penggantian usuk secara keseluruhan, dinding diganti kalsiboard dan pengecatan ulang. Perihal pendanaan, tidak menemui kendala. Sebab, menurut Bambang, banyak donatur yang secara suka rela bakal membantu. "Kisaran dana yang dibutuhkan maksimal Rp 4.000.000, berdasarkan pengalaman, itu bukan hal yang sulit," jelasnya.

Pimpro bedah rumah sempat pusing kepala (foto: dok pri)
Pimpro bedah rumah sempat pusing kepala (foto: dok pri)
Bongkar Total
Terkait hal tersebut, Bambang yang biasa disapa Bamset segera menemui Ketua RT setempat untuk berkoordinasi.

Hasilnya, ada kesepakatan bahwa warga akan ikut membantu bergotong royong memperbaiki rumah mbah Waliyah. Ada pun waktu yang disepakati, seluruh pekerjaan dimulai hari Minggu (5/8) pagi. Sebelum relawan tiba di lokasi, maka warga memulainya dengan mengangkut material serta membongkar usuk.

Pengangkutan material memang menguras tenaga, maklum, jalan menuju rumah mbah Waliyah merupakan jalan setapak yang tidak bisa dilewati kendaraan roda empat. Jarak terdekat dengan lokasi penurunan material sekitar 100 meter, tentunya dibutuhkan stamina yang prima guna melangsir material.

Hingga waktu yang telah ditentukan, sedikitnya 50 relawan tiba di lokasi. Sementara material secara keseluruhan sudah dipindahkan warga, begitu pun dengan genting mau pun usuk, semuanya sudah diturunkan. Hanya yang menjadi masalah, ternyata tiang blandar hingga kuda- kuda rumah, ternyata tak satu pun yang bisa dipakai karena dimakan rayap.

Tebang pohon untuk tiang pengganti (foto: dok pri)
Tebang pohon untuk tiang pengganti (foto: dok pri)
Padahal, material yang disiapkan Relintas tak dilengkapi dengan tiang untuk kuda- kuda. Akhirnya, melalui diskusi singkat, diputuskan menebang tiga batang pohon milik warga. Artinya, agenda bedah rumah berganti mendirikan rumah baru karena seluruh material rumah yang lama tidak mampu dimanfaatkan. "Jadi, hampir setengah hari, relawan hanya menunggu penebangan pohon berikut pembuatan bahan,"jelas Bamset yang mengaku sempat pusing memikirkan hal ini.

Pk 13.00, selepas makan siang bersama warga, pembuatan tiang blandar mau pun kuda- kuda telah selesai. Maka, aksi segera dimulai guna mengejar tenggat waktu. Hampir dua jam penuh para relawan dan warga bahu membahu, hasilnya rangka rumah dinyatakan siap dipasang usuk. Tepat pk 17.00, seluruh genting terpasang sehingga dinding kalsiboard segera dipasang.

Mbah Waliyah dengan para relawan yang merawatnya (foto: dok pri)
Mbah Waliyah dengan para relawan yang merawatnya (foto: dok pri)
Jelang maghrib, seluruh pekerjaan dihentikan. Kesepakatan dibuat, bedah rumah akan dilanjutkan esok harinya dengan dukungan dua warga setempat yang kesehariannya berprofesi sebagai tukang kayu. " Stamina rekan- rekan sudah habis, jadi akan diteruskan Senin dan Selasa," kata Bamset.

Karena tinggal finishing dan pengerjaan teras, akhirnya Senin (7/8) seluruh pekerjaan berhasil dituntaskan.

Di sinilah muncul keharuan, mbah Waliyah yang selama bedah rumah diungsikan ke rumah warga, ia seperti tak sabar untuk menempati rumah barunya. Nenek yang telah pikun itu, segera bergegas pulang. Duh ! Gestur mau pun wajah duafa ini terlihat bahagia saat memasuki pintu rumahnya, bahkan, dirinya memaksa para relawan untuk berfoto bersama.

Akhirnya rumah sederhana itu jadi juga (foto: dok pri)
Akhirnya rumah sederhana itu jadi juga (foto: dok pri)
Itulah catatan energi baik yang ditularkan Relintas, mereka bahu membahu berupaya membuat duafa renta tersenyum. Selanjutnya, ke depan kebutuhan mbah Waliyah tetap akan dijamin oleh relawan.

Menurut Bamset sendiri, Relintas nantinya akan kembali membedah rumah milik duafa- duafa di wilayah Kabupaten Semarang. " Jangan mengenal kosa kata penat dalam berbagi," ujarnya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun