Siti Aminah (65) warga Dusun Gundi RT 1 RW 8, Desa Suruh, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang yang berpuluh tahun menjadi guru mengaji dengan honor  Rp 25 ribu sebulan, belakangan tergeletak tak berdaya di atas ranjang. Diduga, asam urat akut telah menggerogoti dua kakinya. Seperti apa sosok unik tersebut, berikut penelusurannya.
Selama dua hari berturut- turut, saya bersama mantan kekasih mengunjungi Siti Aminah di desa yang terletak sekitar 20 kilometer dari Kota Salatiga. Yang pertama mengecek keberadaannya sekaligus mengantar sembako titipan hamba Allah, yang terakhir mengiriminya obat herbal buatan Cina yang kebetulan di rumah selalu tersedia bagi kepentingan para dhuafa.

Sosok Siti Aminah yang biasa dipanggil mbah Siti memang unik, selain tubuhnya tak mampu berkembang sempurna, yakni hanya setinggi 1 meteran, selama hidupnya juga belum pernah menikah. Sedari muda, dirinya berkutat di dunia pendidikan keagamaan. " Mungkin hampir 30 tahun mengajar ngaji di desa ini," kata Taslimah (70) mantan kakak iparnya, Senin (16/7) siang.

Jiwa sosial yang dimiliki mbah Siti memang lebih besar dibanding tubuhnya yang mungil, di mana, selain semasa sehat aktif menularkan ilmunya, belakangan rumahnya juga diwakafkan pada Madrasah setempat. Hal itu dilakukan setelah almarhum kakak kandungnya terlebih dulu mewakafkan lahan miliknya.
" Sebenarnya Siti ikhlas mewakafkan tanah yang dimilikinya, namun pihak Madrasah malah memberikan lahan pengganti di lokasi yang berbeda," tutur Taslimah didampingi putra tirinya yang bernama Dalhari (55).
Hingga 1 tahun terakhir, mbah Siti mengalami kelainan pada bagian kakinya. Dua kakinya mulai sulit diajak menopang tubuhnya, hasil pemeriksaan dokter, asam urat menyerang dirinya. Sejak saat itulah ia berhenti menularkan ilmunya, sebab, untuk berjalan saja harus dibantu tongkat.
Awalnya, kata Taslimah, mbah Siti mengeluhkan rasa nyeri yang menyerang bagian dua kakinya. Rasa nyeri yang menyengat, diikuti pembengkakan sehingga menyebabkan cara berjalannya menjadi tertatih. " Sejak 9 bulan terakhir, Siti benar- benar mengalami kelumpuhan. Jangankan untuk berjalan, berdiri pun sudah tidak mampu," jelasnya.

Ya, asam urat laknat sudah menghentikan segala aktifitas perempuan uzur tersebut. Karena pada dasarnya mbah Siti tidak memiliki penghasilan tetap, akhirnya untuk makan sehari- hari ia dibantu para kerabatnya. Tentunya, jangan berharap menu yang disantap merupakan makanan padat gizi. Sebab, baginya, yang penting ada nasi pengganjal perutnya.
Sebelum dihajar asam urat, mbah Siti hidup bersama kakak kandungnya yang bernama Rohkiat. Setelah sang kakak meninggal, penyakitnya makin parah sehingga memaksanya menghentikan segala aktifitas. Kendati masih mempunyai semangat mengajarkan ilmu yang dikuasainya, namun, kondisi dua kakinya enggan diajak kompromi.

" Pertanyaannya saya balik saja, kalau saya menolak merawatnya, terus siapa yang mau merawat Siti ? Sedangkan semua saudara kandungnya sudah meninggal," tukas Taslimah.
Konsekuensi menampung mbah Siti, maka sehari- harinya Taslimah bertugas mirip seorang perawat. Dengan dibantu Dalhari, mereka menyiapkan segala kebutuhannya mulai makan, mandi, buang air besar dan keperluan lainnya. Pasalnya, mbah Siti hanya mampu tergolek di atas kasur.
" Siti sebenarnya bukan type orang yang suka merepotkan orang lain, hanya karena kondisinya seperti itu, mau tak mau ya harus dibantu orang lain," kata Taslimah.

Karena tidak ada titik temu, akhirnya kami bersepakat untuk datang lagi sembari membawakan obat bagi mbah Siti. Beliau sangat antusias saat menerima sebotol obat herbal, sepertinya  obat tersebut pasti mampu menyembuhkannya. Secara spontan, mulutnya melantunkan berbagai doa- doa yang  seakan membaluri tubuh kami. Itulah sedikit cerita pilu seorang perempuan berusia senja, hidup tanpa keluarga namun tetap percaya akan kebesaranNya. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI