Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Guru Mengaji Itu Sudah 1 Tahun Alami Kelumpuhan

16 Juli 2018   17:07 Diperbarui: 16 Juli 2018   19:58 2425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbah Siti Aminah tergolek tak berdaya (foto: dok pri)

Siti Aminah (65) warga Dusun Gundi RT 1 RW 8, Desa Suruh, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang yang berpuluh tahun menjadi guru mengaji dengan honor  Rp 25 ribu sebulan, belakangan tergeletak tak berdaya di atas ranjang. Diduga, asam urat akut telah menggerogoti dua kakinya. Seperti apa sosok unik tersebut, berikut penelusurannya.

Selama dua hari berturut- turut, saya bersama mantan kekasih mengunjungi Siti Aminah di desa yang terletak sekitar 20 kilometer dari Kota Salatiga. Yang pertama mengecek keberadaannya sekaligus mengantar sembako titipan hamba Allah, yang terakhir mengiriminya obat herbal buatan Cina yang kebetulan di rumah selalu tersedia bagi kepentingan para dhuafa.

Rumah Taslimah yang untuk merawat mbah Siti (foto: dok pri)
Rumah Taslimah yang untuk merawat mbah Siti (foto: dok pri)
Kabar mengenai guru ngaji yang mengalami kelumpuhan ini, beberapa hari yang lalu kami dapatkan dari relawan sosial. Di mana, disebutkan bahwa Siti Aminah dalam kondisi lumpuh akibat asam urat ditambah kadar gula yang tinggi. Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, akhirnya berhasil menemui perempuan malang itu. Duh ... dirinya mirip bayi tua yang hanya mampu tiduran di ranjang kayu.

Sosok Siti Aminah yang biasa dipanggil mbah Siti memang unik, selain tubuhnya tak mampu berkembang sempurna, yakni hanya setinggi 1 meteran, selama hidupnya juga belum pernah menikah. Sedari muda, dirinya berkutat di dunia pendidikan keagamaan. " Mungkin hampir 30 tahun mengajar ngaji di desa ini," kata Taslimah (70) mantan kakak iparnya, Senin (16/7) siang.

Taslimah yang setia merawat mbah Siti (foto: dok pri)
Taslimah yang setia merawat mbah Siti (foto: dok pri)
Menurut Taslimah, mbah Siti merupakan empat orang bersaudara, kebetulan dirinya paling bungsu. Karena kepiawaiannya menghafal Alquran, ia diminta mengajar anak- anak di salah satu Taman Pendidikan Alquran (TPA). Aktifitasnya tersebut, sebenarnya lebih condong pada kegiatan sosial, sebab, honor yang diterimanya juga sekedarnya, yakni Rp 25 ribu perbulan.

Jiwa sosial yang dimiliki mbah Siti memang lebih besar dibanding tubuhnya yang mungil, di mana, selain semasa sehat aktif menularkan ilmunya, belakangan rumahnya juga diwakafkan pada Madrasah setempat. Hal itu dilakukan setelah almarhum kakak kandungnya terlebih dulu mewakafkan lahan miliknya.

" Sebenarnya Siti ikhlas mewakafkan tanah yang dimilikinya, namun pihak Madrasah malah memberikan lahan pengganti di lokasi yang berbeda," tutur Taslimah didampingi putra tirinya yang bernama Dalhari (55).

Hingga 1 tahun terakhir, mbah Siti mengalami kelainan pada bagian kakinya. Dua kakinya mulai sulit diajak menopang tubuhnya, hasil pemeriksaan dokter, asam urat menyerang dirinya. Sejak saat itulah ia berhenti menularkan ilmunya, sebab, untuk berjalan saja harus dibantu tongkat.

Awalnya, kata Taslimah, mbah Siti mengeluhkan rasa nyeri yang menyerang bagian dua kakinya. Rasa nyeri yang menyengat, diikuti pembengkakan sehingga menyebabkan cara berjalannya menjadi tertatih. " Sejak 9 bulan terakhir, Siti benar- benar mengalami kelumpuhan. Jangankan untuk berjalan, berdiri pun sudah tidak mampu," jelasnya.

Sosok Taslimah janda dhuafa berhati mulia (foto: dok pri)
Sosok Taslimah janda dhuafa berhati mulia (foto: dok pri)
Dirawat Janda Dhuafa

Ya, asam urat laknat sudah menghentikan segala aktifitas perempuan uzur tersebut. Karena pada dasarnya mbah Siti tidak memiliki penghasilan tetap, akhirnya untuk makan sehari- hari ia dibantu para kerabatnya. Tentunya, jangan berharap menu yang disantap merupakan makanan padat gizi. Sebab, baginya, yang penting ada nasi pengganjal perutnya.

Sebelum dihajar asam urat, mbah Siti hidup bersama kakak kandungnya yang bernama Rohkiat. Setelah sang kakak meninggal, penyakitnya makin parah sehingga memaksanya menghentikan segala aktifitas. Kendati masih mempunyai semangat mengajarkan ilmu yang dikuasainya, namun, kondisi dua kakinya enggan diajak kompromi.

Dalhari yang ikut setia merawat mbah Siti (foto; dok pri)
Dalhari yang ikut setia merawat mbah Siti (foto; dok pri)
Paska meninggalnya Rohkiat, hidup mbah Siti diambil alih oleh Taslimah. Padahal, kondisi ekonomi janda dua anak itu juga kembang kempis, rumahnya hanya berdinding papan, berlantai tanah. Aliran listrik didapat dari program pemerintah yang memberikan bantuan listrik cuma- cuma. Kenapa Taslimah mau menampungnya ?

" Pertanyaannya saya balik saja, kalau saya menolak merawatnya, terus siapa yang mau merawat Siti ? Sedangkan semua saudara kandungnya sudah meninggal," tukas Taslimah.

Konsekuensi menampung mbah Siti, maka sehari- harinya Taslimah bertugas mirip seorang perawat. Dengan dibantu Dalhari, mereka menyiapkan segala kebutuhannya mulai makan, mandi, buang air besar dan keperluan lainnya. Pasalnya, mbah Siti hanya mampu tergolek di atas kasur.

" Siti sebenarnya bukan type orang yang suka merepotkan orang lain, hanya karena kondisinya seperti itu, mau tak mau ya harus dibantu orang lain," kata Taslimah.

Obat untuk mbah Siti Aminah (foto: dok pri)
Obat untuk mbah Siti Aminah (foto: dok pri)
Demi melihat kondisi mbah Siti, kami menawarkan diri untuk membawa mbah Siti berobat ke dokter. Namun, Taslimah mau pun mbah Siti menolaknya. Alasannya, bila diperiksa secara medis, pasti disuruh menjalani opname. Padahal, tak mungkin dibiarkan mondok sendirian. " Saya juga tidak kuat menjaganya terus menerus," ungkap Taslimah.

Karena tidak ada titik temu, akhirnya kami bersepakat untuk datang lagi sembari membawakan obat bagi mbah Siti. Beliau sangat antusias saat menerima sebotol obat herbal, sepertinya  obat tersebut pasti mampu menyembuhkannya. Secara spontan, mulutnya melantunkan berbagai doa- doa yang  seakan membaluri tubuh kami. Itulah sedikit cerita pilu seorang perempuan berusia senja, hidup tanpa keluarga namun tetap percaya akan kebesaranNya. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun