Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lintas Komunitas Berbagi dengan Hati

10 Juni 2018   15:26 Diperbarui: 10 Juni 2018   15:26 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Relawan menyerahkan sembako pada dhuafa Kumpulrejo (foto: dok pri)

Lintas Komunitas (LK) yang ada di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang, Minggu (10/6) pagi, membagikan sedikitnya 250 bungkus sembako bagi para dhuafa di berbagai pelosok pedesaan. Tak ada insiden apa pun, pasalnya, relawan memilih mendatangi target untuk menyerahkan bantuannya.

Seperti diketahui, sebelumnya LK yang dimotori Lentera Kasih untuk Sesama (Lensa) Kota Salatiga, Minggu (20/5)  lalu telah membagikan sekitar 2.400 nasi bungkus kepada para dhuafa yang tengah menjalankan ibadah puasa. Melibatkan 50 komunitas, hanya dalam tempo 30 menit, ribuan nasi berikut lauknya ludes terdistribusikan.

Ratusan sembako siap didistribusikan (foto: dok pri)
Ratusan sembako siap didistribusikan (foto: dok pri)
Karena menilai masih banyak dhuafa, baik di Kota Salatiga mau pun Kabupaten Semarang yang belum tentu mampu merayakan hari Raya Idhul Fitri secara layak, akhirnya digulirkan kembali program Berbagi Sembako. Dengan melibatkan berbagai komunitas, target yang dipatok mencapai 250 bungkus sembako yang terdiri atas beras 5 kilogram, minyak goreng, sirup, gula pasir serta biskuit kaleng senilai Rp 100 ribu- Rp 120 ribu perbungkusnya.

Ternyata, gayung bersambut, dalam waktu yang ditentukan, masing- masing komunitas mampu menyetorkan target yang dipatok. Bahkan, komunitas Gojekan Solotigonan dan Sekitarnya (GSS) yang nota bene merupakan ajang slengekan, ternyata mampu menyiapkan 50 bungkus paket sembako. " Selain dari member GSS, kami juga dibantu oleh Walikota Salatiga Yulianto sebanyak 20 bungkus sembako," kata Yekti Lestari didampingi Charisa selaku pengurus GSS.

Tentunya, hal ini sangat menggembirakan karena personil GSS mayoritas sulit diajak serius. Ternyata, di bulan Ramadan, mereka mampu memilah guyonan dengan berbagi untuk dhuafa. " Bahkan, dari total dana yang masuk mencapai Rp 6,1 juta, kami juga mendapat diskon khusus dari donatur sehingga masih tersisa uang tunai hampir Rp 2 juta," ungkapnya.

Para pentolan GSS bergaya sebelum beraksi (foto: dok pri)
Para pentolan GSS bergaya sebelum beraksi (foto: dok pri)
Jalannya berbagi sembako bagi dhuafa sendiri, berjalan relatif lancar. Di mana, sejak Pk 07.00, ratusan sembako yang tersimpan di basecamp Lensa, mulai diangkut menuju titik kumpul, yakni di gedung Korpri, Kridanggo, Kota Salatiga. Dengan menggunakan mobil pick up, beragam bahan pokok tersebut , satu jam kemudian telah siap di lapangan parkir.

Di sini, masing- masing komunitas dibagi menjadi 18 kelompok dengan dilengkapi daftar nama target. Karena memang sudah mengetahui tugasnya masing- masing, tepat Pk 09.00, seluruh kelompok mulai bergerak menuju sasaran hingga menembus pelosok pedesaan Kabupaten Semarang.

Mayoritas kelompok, mampu mengeksekusi target yang dibebankan membutuhkan waktu 1 jam. Hanya kelompok yang bergerak di wilayah Ungaran butuh tempo lebih lama, pasalnya jarak satu target dengan target lainnya berjarak agak jauh. Selain hal tersebut, jarak Kota Salatiga menuju Ungaran sendiri perlu hampir 30 menit perjalanan. Bahkan, ada kelompok yang hingga pk 15.00 belum tuntas tugasnya. Kendati begitu, praktis tidak ada hambatan yang berarti.

Sembako diangkut siap diantar ke rumah dhuafa (foto: dok pri)
Sembako diangkut siap diantar ke rumah dhuafa (foto: dok pri)
Berbagi dengan Hati

Berbeda dengan pembagian sembako yang dikemas dalam pasar murah atau sistem kupon yang sering menimbulkan insiden, berbagi sembako LK sama sekali tak menuai masalah sedikit pun. Pasalnya, pihak Lensa selaku inisiator cenderung memilih mendatangi sasaran.

" Kami berbagi dengan hati, artinya target penerima jangan sampai direpotkan untuk mengambil ke tempat yang ditentukan. Mereka cukup di rumah masing- masing, relawan yang mendatanginya," kata Atha Ketua Lensa.

Salah satu rumah sasaran yang memperihatinkan (foto: dok pri)
Salah satu rumah sasaran yang memperihatinkan (foto: dok pri)
Apa yang dijelaskan Atha, memang benar adanya. Berbagi dengan hati, sebab, dari relawan yang terlibat, tak semuanya beragama Islam. Banyak dari relawan yang non Muslim, kendati begitu, mereka melaksanakan tugasnya secara ikhlas tanpa memandang siapa yang menjadi target.

Beberapa nama relawan yang datang dari non Muslim, seperti Rina Harjani, Kartini Riko, Louise Alexander, Theresia Retno hingga Wisnu terlihat selalu hadir dalam kegiatan di bulan suci puasa ini. Menurut Ria yang datang bersama putrinya yang bernama Stephani Agnes, untuk urusan kemanusiaan bagi mereka harus mengabaikan suku, ras, agama serta antar golongan. " Kami sangat bahagia bisa ikut di dalamnya," ujar Rina.

Mbah Kasni dhuafa yang tinggal di bekas kandang (foto: dok pri)
Mbah Kasni dhuafa yang tinggal di bekas kandang (foto: dok pri)
Begitu pun dengan Theresia Retno, ia yang tergabung dalam komunitas Jalinan Kasih Salatiga, merasa nyaman berbaur dalam LK. Bahkan, sejak lama dirinya berkiprah di berbagai aktifitas sosial. " Anak asuh saya, Afifatul berbeda keyakinan dengan saya. Toh, hubungan kami sangat harmonis," tuturnya.

Ya, memang seharusnya dalam berbagi kita harus mengabaikan hal- hal yang menimbulkan sekat. Pasalnya, kalau bicara kemanusiaan, maka segala pandangan politik, agama, suku hingga strata perlu dibuang jauh- jauh.Sebab, beragam perbedaan yang ada di Republik ini, membuat bangsa Indonesia semakin kuat hingga diperhitungkan oleh bangsa lain.

Mbah Tayem yang dibangunkan rumah oleh relawan (foto: dok pri)
Mbah Tayem yang dibangunkan rumah oleh relawan (foto: dok pri)
Lantas, bagaimana dengan sikap para dhuafa sendiri ? Ratusan dhuafa yang menerima paket sembako, mayoritas merasa gembira. Salah satunya mbah Tayem (80) warga Gejukan, Cukilan, Suruh, Kabupaten Semarang yang dulu rumahnya dibedah relawan Lensa, mengaku tak menyangka bahwa ia akan didatangi para relawan lagi. Nenek yang dulunya bertahun tahun hanya makan berlauk bubuk kacang, sekarang lebih terjamin hidupnya.

Itulah sedikit catatan berbagi di bulan suci yang dimulai dirintis dari kota paling toleran Salatiga, harusnya kalau Salatiga saja mampu berbuat untuk sesama dengan mengabaikan perbedaan, tentunya daerah lain yang lebih maju lebih bisa berbuat dong. Selamat berpuasa saudara ! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun