Namanya sederhana, Kasrun (75) warga Dusun Sawit RT 10 RW 02, Desa Medayu, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, biasa disapa dengan panggilan mbah Kasrun. Di usia uzurnya, selain didera kemiskinan, duda beranak empat tersebut masih harus merawat putrinya yang mengalami gangguan jiwa.
Menempati rumah berukuran 3 X 5 meter yang berdiri di atas lahan milik kerabatnya, jelas terlihat level kemiskinan yang dialami mbah Kasrun. Pasalnya, rumah itu hanya berdinding anyaman bambu yang telah lapuk sehingga terlihat banyak lobang. Bisa dipastikan , di malam hari udara dingin bebas menerobos ruangan dalam.
Putrinya yang bernama Poniyem (50) biasa tidur di atas bangku tua, maklum Poniyem sejak 30 tahun lalu mengalami gangguan jiwa.
"Dulu sempat berumah tangga, tinggal di Desa Regunung, Tengaran, Kabupaten Semarang. Namun, tak lama kemudian jiwanya terguncang dan pulang," tuturnya saat ditemui di rumahnya.
Sehari- hari, mbah Kasrun menjadi perajin tampah (semacam wadah bundar terbuat dari anyaman bambu). Dengan penghasilan berkisar Rp 20.000 per hari, otomatis pola hidupnya teramat sangat sederhana. Ibarat, bisa makan nasi saban hari sudah disyukurinya.
Di tengah hidupnya yang terengah -- engah itu, kadang mbah Kasrun harus direpotkan oleh ulah Poniyem. Perempuan berusia setengah abad tersebut, sering uring- uringan tak jelas juntrungnya.
"Namanya saja orang edan (gila), ya suka- suka dirinya," ungkap mbah Kasrun seakan pasrah menerima takdirnya.
Dari segi fisiknya, sangat terlihat kalau mbah Kasrun sudah kenyang dengan derita. Tubuhnya kurus, tanda kurang asupan gizi.
Sementara tiga orang anaknya yang lain, tinggal di tempat terpisah, celakanya penghasilan mereka juga pas- pasan. Karena mereka hanya buruh serabutan dan masing- masing telah berkeluarga.