Waliyah (85) Â warga Dusun Karangsalam RT 1 RW 1, Desa Segiri, Pabelan, Kabupaten Semarang sungguh ngenes hidupnya. Ia yg sebatangkara, tinggal di gubuk reyot di ujung dusun. Tak ada fasilitas MCK, sehingga dirinya tidak pernah mandi. Seperti apa penderitaan nenek tersebut, berikut catatannya.
Rumah nenek Waliyah yang biasa disapa dengan panggilan mbah Waliyah, berjarak sekitar 15 kilometer dari Kota Salatiga. Posisinya di pojok, dekat kebun bambu dan hanya ada jalan setapak. Ketika saya mengunjunginya, beliau tengah tiduran di ranjang kayu tanpa kasur mau pun bantal. Fungsi ranjang itu, bukan sebatas untuk beristirahat, namun juga dimanfaatkan menaruh beragam barang. Sehingga, hanya menyisakan ruang sedikit bagi dirinya.
Tak terlihat kasur, bantal mau pun selimut yang bisa menghangatkan tubuh rentanya. Ketika menyambut tamu yang datang, mbah Waliyah bertelanjang dada sehingga bentuk tubuhnya yang dipenuhi keriput jauh dari kesan sexy. " Biar kalau sewaktu- waktu meninggal, orang tidak repot menyopot baju yang saya pakai," jelasnya sewaktu ditanya kenapa enggan memakai baju.
Karena mbah Waliyah belum makan, kebetulan ada relawan Lensa (Lentera Kasih untuk Sesama) yang membawakan nasi bungkus, maka beliau diminta mengisi perutnya terlebih dulu. Sembari menikmati nasi ayam goreng, ia diajak berbincang. Sayang, indera pendengaran mau pun penglihatannya telah jauh berkurang. Untuk menggali jati dirinya, terpaksa harus setengah berteriak.
Sepertinya, penderitaan nenek satu ini sangat komplit. Tinggal di rumah yang hampir roboh. Tak ada fasilitas MCK, makan hanya dari pemberian warga dan tidak mempunyai harta apa pun. Bisa disebut, satu- satunya harta berharga yang dimilikinya hanya raganya yang telah membungkuk mirip udang itu. Siang mau pun malam, selalu dalam kegelapan serta kesendirian.
Sedangkan perkakas dapur yang dimilikinya hanyalah tungku , terbuat dari susunan genting. Beberapa alat dapur seperti panik mau pun wajan, bentuknya menghitam akibat dibakar menggunakan kayu. Sedangkan di dalam rumah mau pun di luar, berserakan kayu- kayu bakar. " Itu persediaan untuk memanaskan air kalau ada yang memberi air tawar," ungkapnya.
Sehari kemudian, puluhan relawan Lensa kembali mengunjunginya. Mereka memandikan mbah Waliyah, di sinilah relawan menemukan penyakit serius di bagian kelamin sang nenek. Terdapat benjolan cukup besar yang selama ini disembunyikannya. Sebab, berdasarkan keterangan warga, dirinya tak pernah cerita mengidap penyakit tertentu. " Ini kalau dibawa ke dokter, pasti akan dioperasi karena secara kasat mata terlihat parah," kata salah satu relawan perempuan yang memandikannya.
Diduga keras, mbah Waliyah enggan bercerita tentang penyakitnya karena malu. Kendati virus kepikunan sudah lumayan akut, namun, beliau masih juga memiliki rasa malu. Padahal, bila tak segera memperoleh pengobatan medis, penyakit tersebut bisa semakin parah. Akibat keawaman serta kemiskinannya, benjolan di tempat vital hanya dinikmatinya sendiri.
Para relawan yang membawakan kasur, bantal, selimut, handuk dan sembako, rupanya tak sabar melihat kondisi rumah mbah Waliyah. Mereka bersatu padu membersihkan  kayu bakar yang teronggok di setiap sudut. Selain memasang lampu penerangan yang aliran listriknya diambil dari rumah tetangganya, relawan juga mengganti empat genting dengan genting kaca agar sinar matahari bisa masuk ke dalam.
Beberapa relawan, sebenarnya sudah tak sabar ingin merobohkan gubuk lapuk tersebut. Namun, karena ada informasi yang menyebutkan bahwa rumah mbah Waliyah telah diusulkan pemerintah desa untuk menerima program bedah rumah, maka niat itu sementara ditangguhkan. Maksimal hingga satu bulan mendatang, bila bantuan program pemerintah belum terealisasi, maka relawan akan membedahnya.
Memang, hanya berjarak sekitar 20 meter dari rumah mbah Waliyah, tetangganya memiliki sumur yang untuk mendapatkannya perlu menimba terlebih dulu. Celakanya, tenaga nenek ini sangat tidak memungkinkan menimbanya. Jangankan mengambil air, berjalan kaki saja ia harus dibantu tongkat kayu. Sungguh malang nian  kehidupan sang nenek. (*)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H