Sepertinya belum lengkap penderitaan Afi meski sudah menjalani operasi empat kali, sebab, ibu jari kaki kanannya ternyata juga mengalami infeksi. Untuk itu, dokter terpaksa harus mengamputasinya juga. Karena taka da pilihan lain, akhirnya Afi diboyong ke meja operasi. Selama menjalani perawatan di RSUP Karyadi, keluarga ini wajib membayar biaya sebesar Rp 28 juta dari total Rp 56 juta.
Dalam kondisi seperti ini, bisa dibayangkan betapa kalutnya Parjan mau pun Damiah. Dengan penghasilan yang pas- pasan, dalam sekejab diharuskan membayar operasi pertama Rp 21 juta, ditambah yang terakhir Rp 26 juta. Untungnya, dalam situasi genting tersebut, banyak donatur yang bersedia membantunya, termasuk Bupati Semarang dr Munjirin.
Kendati sempat pontang panting, namun kewajiban memberesi administrasi keuangan di RSUP Karyadi akhirnya beres setelah banyak pihak yang ikut membantunya. Apakah pihak PLN juga membantu pendanaan ? " Setahu saya PLN tidak membantu apa pun," jelas Damiah. Mungkin perusahaan setrum itu berpendapat, kejadian naas merupakan kesalahan Afi sendiri, sehingga merasa tidak perlu cawe- cawe.
Hingga urusan dengan masalah keuangan sudah beres, belakangan timbul persoalan baru. Paska kepulangan Afi ke rumahnya, ia mengalami depresi berat. Dirinya menolak untuk sekolah, juga tak mau ada orang menjenguknya berlama lama di rumahnya. " Cukup lama Afi mengalami hal itu, sampai akhirnya mami There datang kerumah untuk membujuknya," tutur Damiah.
Yang dimaksud mami There, adalah Theresia Retno Widayatsih (57), seorang guru sekaligus relawan sosial asal Kota Salatiga. Theresia yang pernah kehilangan anak gadisnya akibat serangan kanker, merasa perlu berulangkali mengunjungi Afi. Ia berupaya membangkitkan mental anak malang ini. " Saya berjanji akan membantunya sekolah setinggi mungkin, agar kelak mampu bermanfaat bagi orang lain," kata Theresia di rumah Afi.
Agar Afi merasa memiliki kesetaraan, Theresia sering mengajak Afi plesiran bersama komunitas difabel Kota Salatiga. Dengan berinteraksi bersama anak- anak berkebutuhan khusus, diharapkan Afi lebih percaya diri. Saban ada acara wisata, dirinya selalu diajak oleh maminya.
Sekarang, Afi telah duduk di kelas VII bangku SMP Negeri II Suruh, Kabupaten Semarang. Untuk berangkat menuju sekolahnya yang berjarak sekitar 2 kilometer, dirinya selalu dijemput sahabatnya Masitoh yang kebetulan bersekolah di tempat yang sama. Sementara aktifitas selepas jam sekolah, Afi melakukannya seperti layaknya anak remaja lainnya. Ia juga menyetrika pakaiannya sendiri, kadang mencuci pakaiannya sendiri. " Atas kemauannya sendiri, Afi melakukan segala sesuatu tanpa bantuan saya," tutur Damiah.
Afi memang sudah menerima takdir atas dirinya, ia tak pernah mengeluh paska kaki, tangan kiri dan ibu jari kaki kanannya dirampas pisau bedah. Keinginannya bersekolah setinggi mungkin, sehingga mampu membantu orang lain yang membutuhkan. Hal itu bukan sesuatu yang mustahil, pasalnya bila di desanya belum dibangun sekolah lanjutan tingkat atas (SMK/SMA), Theresia menyatakan siap membawa Afi ke Kota Salatiga.