Impian nenek Tayem (80) janda uzur asal Dusun Gejugan  RT 24 RW 05,   Cukilan, Suruh, Kabupaten  Semarang untuk memiliki rumah permanen, akhirnya terwujud. Berkat bantuan para relawan kemanusiaan, rumah mungil yang ia idamkan puluhan taun telah terealisasi. Seperti apa realisasi impiannya, berikut perjalanannya.
Berpuluh tahun nenek Tayem tinggal di rumah berukuran 3 X 6 meter sendirian, anak perempuan satu- satunya ikut sang suami. Sedangkan dirinya, enggan tinggal bersama menantunya. Rumah miliknya merupakan perpaduan papan dan anyaman bambu, ironisnya banyak lobang yang menganga sehingga tanpa menggunakan pending udara pun, di dalam terasa sejuk.
Rumah yang lebih pas disebut gubuk itu, praktis tidak mempunyai sekat- sekat ruang seperti kamar tidur, dapur mau pun ruang tamu. Segala sesuatunya, menyatu di satu ruangan. Bahkan, nenek Tayem tidur bareng ayam- ayamnya yang dikurung menggunakan kurungan bambu. Yang lebih menyedihkan, menu makan beliau selalu tetap, yakni nasi plus bubuk kacang yang ditumbuk sendiri.
Nestapa yang dialami oleh nenek Tayem yang uzur tersebut, mulai agak berubah ketika bulan Desember 2017 lalu terdeteksi oleh relawan yang tergabung dalam Lentera Kasih untuk Sesama (Lensa) Kota Salatiga. Secara rutin, tiap pekan relawan selalu menyambanginya untuk memberikan bantuan sembako mau pun nasi bungkus agar nutrisi yang masuk ke tubuhnya lebih terjamin. " Tetangga juga kerap memberikan sayuran," kata salah satu relawan bernama Kartini Riko.
Demi melihat kondisi rumah nenek Tayem yang sangat tidak layak untuk dihuni, amak- anak muda yang tergabung dalam Lensa, akhirnya sepakat untuk membedahnya. Sedangkan anggarannya, sudah diniatkan bakal diambil dari kas Lensa, semisal taka da donatur yang membantu. Terkait hal tersebut, di akhir bulan Febuari lalu, bedah rumah akan direalisasikan.
Kendati begitu, tekad merealisasikan rumah mungil yang representatif tetap harus diwujudkan. Apa lagi, kepala dusun Gejugan dan warga mendukung sepenuhnya rencana ini. Atha selaku Ketua Lensa, akhirnya memutuskan melakukan bedah rumah , targetnya dalam tempo 3 hari sudah selesai. " Dengan dukungan warga setempat, perhitungan kami tiga hari kelar," ungkap Atha.
Jumat (22/2) seusai aksi pembagian nasi bungkus bagi para duafa, sekitar 50 relawan Lensa langsung menuju dusun Gejugan. Rumah nenek Tayem diratakan sekaligus penurunan material. Rupanya, kegiatan ini tercium para donatur, sehingga, selain ada bantuan batako, pasir dan semen, belakangan ikut tergabung beberapa relawan asal kecamatan Suruh, salah satunya Sulistyono bersama anak- anaknya.
Sayang, ketika rumah nenek Tayem sudah diratakan, ternyata cuaca kurang bersahabat. Hujan terus mengguyur lokasi, sehingga proses pembuatan fondasi dihentikan. Praktis selama tiga hari berturut- turut, hujan terus menghambat. Bedah rumah hanya berlangsung setengah hari, artinya target penyelesaian 3 hari meleset. Meski begitu, relawan tetap bersemangat.
Belum tuntas bedah rumah milik nenek Tayem, relawan Lensa disibukkan oleh evakuasi janda duafa yang terkena kanker kelenjar getah bening akut. Untuk menyelamatkan janda bernama mbok darmi (63) warga Dusun Kebondowo RT 02 RW I, Tlompakan, Tuntang, Kabupaten Semarang ini, para relawan pontang panting beberapa hari. Alhamdulillah, sekarang mbok Darmi telah menjalani perawatan di RSUP Karyadi Kota Semarang.
"Kami masih harus melengkapi dengan tempat tidur, kursi tamu dan pernak pernik lainnya. Mungkin hari Minggu besok sudah tuntas," ungkap Sulistyono.
Ya, sangat wajar bila nenek Tayem selalu mengumbar senyum penuh kebahagiaan. Tak salah pula dirinya berpendapat Allah mengirimkan anak- anak muda itu untuk menyiapkan rumah yang nyaman di sisa hidupnya. Memang, membuat duafa bahagia bukanlah sesuatu yang mudah, namun, selama ada niat dan keikhlasan, siapa pun mampu melakukannya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H