Saat prestasi Dragon mulai redup, dari Salatiga muncul Alwy Mugiyanto yang di tahun 1972 tercatat sebagai atlet di  Pekan Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia (POPSI). Alwy merintis berdirinya klub atletik yang diberi nama Salatiga Putra. Karena prestasinya tak kunjung berkembang, akhirnya di tahun 1990 nama klub diganti menjadi Tiger Atletik.  Perubahan nama tersebut membawa dampak positif, terbukti , salah satu atletnya yang bernama Ruwiyati mampu menyabet beragam rekornas.
Padahal, Alwy melatih anak asuhnya di areal pemakaman Ngebong. Selama bertahun-tahun Alwi melatih anak didiknya di lokasi yang sama, di mana ada hal yang bisa diambil hikmahnya berlatih di jalanan tanah berbatu tersebut. Sebab, sulitnya medan pemakaman, ternyata membuat atlet- atlet Tiger memiliki porsi berlebih saat latihan. Dampak positifnya, ketika diturunkan di lomba lari 10 K yang berlangsung di jalanan aspal mendatar, mereka dengan enteng melahap rute itu dan menjadi raja jalanan.
Tahun 1993, angin segar  menerpa klub atletik Tiger. Setelah malang melintang di lomba 10 K, Prestasi atlet binaan Alwi ,rupanya memikat Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia, Anwar Supriyadi (waktu itu). Melihat kondisi keuangan klub atletik Tiger yang megap- megap, akhirnya Anwar menawari untuk menjadi sponsor utama. Kompensasinya, nama Tiger diganti dengan nama Locomotif. Tanpa menunggu lebih lama, Alwi langsung menyambutnya. Sehingga, terhitung sejak tahun 1993, nama klub atletik Tiger secara resmi berubah menjadi Locomotif.
Mendapat sokongan logistik dari perusahaan pengelola kereta besi itu, prestasi atlet -- atlet klub atletik Locomotif semakin berkibar. Salah satu atletnya, yakni Ruwiyati yang menjadi ratu 10 K dan marathon dalam negri. Tahun 1994, PB PASI mengirim Ruwiyati mengikuti kejuaraan internasional yang berlangsung di Seoul Korea Selatan. Dalam event reli marathon tersebut, Ruwiyati berhasil menjadi juara favorit di bawah Kenya, China dan Jepang. Bahkan, di tahun 1995, Alwi bersama ruwiyati dikirim ke Sea Games yang berlangsung di Chiang mai, Thailand. Ruwiyati yang diturunkan di nomor marathon (42,195 km) , ternyata mampu memecahkan rekor Sea Games dengan catatan waktu 2 jam 45 menit.
Saat prestasi Ruwiyati mulai ada indikasi meredup, Alwy yang sebelumnya sudah menyiapkan penggantinya, yakni Triyaningsih yang merupakan adik kandung Ruwiyati. Cukup lama Triyaningsih diperam, masalahnya, Triyaningsih masuk ke klub atletik Locomotif dalam usia yang relative belia dan tak mungkin diikutkan dalam kejuaraan lari.
Gadis mungil yang saat itu masih kelas I SMP terus dipoles selama berbulan- bulan. Hingga akhirnya, ia mulai diarahkan ke nomor 10 kilo meter (10 K). Selama tiga bulan berlatih di nomor jarak menengah, ternyata prestasi Triyaningsih membuat pelatihnya terkesima. Ketika diturunkan di lomba lari 10 K di Bukittinggi mau pun 10 K di Riau, ia berhasil mengalahkan atlet- atlet pelatnas SEA Games dan menyabet juara 1. Semenjak kejuaraan ini, praktis nama Triyaningsih makin berkibar.
Melonjaknya prestasi Triyaningsih, akhirnya membuat KONI mau pun PB PASI "kesengsem". Ia menjadi salah satu langganan atlet yang bertarung di ajang SEA Games. Bahkan, di SEA Games tahun 2011 yang berlangsung di Palembang, Sumatera Selatan, dirinya diturunkan di tiga nomor , yakni 5.000 meter, 10.000 meter dan Marathon (42.195 kilo meter). Jika ditotal, selama berlangsungnya SEA Games, dia berlari sejauh 57.185 kilo meter !. Hasilnya 3 medali emas di tangan.
Di saat nama Triyaningsih semakin berkibar karena mampu memegang beberapa nomor Rekornas, menjelang akhir tahun 2011, Alwy didera penyakit kelenjar getah bening sehingga ia harus keluar masuk Rumah Sakit. Sabtu tanggal 24 Maret 2012, raganya tak bisa menahan ganasnya penyakit tersebut dan menghembuskan nafas terakhirnya. Paska meninggalnya Alwy, klub atletik yang dirintisnya mengalami kekosongan hingga sekarang.
Saat ini, di Kota Salatiga sendiri, selain Padepokan Dragon mulai berdiri beberapa klub atletik. Kemunculan mereka sebenarnya merupakan angin segar bagi perkembangan atletik, sebab, selain direspon oleh masyarakat, para pegiat olahraga juga mengapresiasinya. Terbukti, belakangan digelar event lumayan bergengsi dan diharapkan bakal menjadi hajatan tahunan. Apakah hal ini akan berhasil ? Waktu jua yang mampu menjawabnya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H