Kendati Kompasianival  saban tahun dihelat oleh para punggawa Kompasiana, namun, saya baru pertama kalinya bisa menikmati keriuhan  ajang kopi darat terbesar di Republik ini ketika digelar di Lippo Mall Kemang, Jakarta Selatan. Celakanya, kehadiran saya tak lebih dari 30 menit karena harus mengikuti acara lainnya yang jauh hari telah teragendakan.
Jauh sebelum Kompasianival 2017 digelar, beberapa rekan Kompasianer menanyakan apakah saya akan hadir atau tidak. Salah satunya adalah dr Posma Siahaan yang konon akan ngobrol banyak tentang berbagai hal, terkait hal tersebut, beliau bakal membawakan oleh- oleh seporsi empek- empek Palembang. Meski begitu, bukan berarti saya bisa memastikan diri datang ke pesta para bloger. Pasalnya, banyak faktor  yang menjadi pertimbangan.
Kebetulan di Kompasianival 2017, nama saya termasuk nominator  Best in Citizen Journalism yang memang kurang saya kehendaki. Di mana, menjelang pemilihan para nominator, saya sengaja menghilang tiga minggu, tujuannya agar rekan- rekan mengabaikan nama Bambang Setyawan. Sayang, hingga nama nominator mengerucut jadi lima orang, nama saya tetap tercantum. Sehingga menjelang voting, lagi- lagi saya menghilang hampir 10 hari. Bahkan, beberapa sahabat yang tahun lalu sempat menulis tentang diri saya, saya himbau agar tak mengupasnya.
Hingga Sabtu (21/10), sekitar pk 14.00, saya memastikan nama saya tak bakal naik panggung. Untuk itu, saya segera memesan tiket pesawat melalui jalur penerbangan Semarang- Bandara Soekarno- Hatta. Kebetulan, mendapat jadual terbang ideal, yakni pk 16.35. Tanpa menunggu lebih lama, seorang rekan yang dulunya pernah menjabat sebagai Redaktur Eksekutif majalah ekonomi di Jakarta langsung saya kontak, saya memintanya untuk menjemput ke Bandara pk 17.40.

Begitu memasuki lokasi Kompasianival 2017, puncak acara yakni pembagian 7 penghargaan  Best in Citizen Journalism, Best in Fiction, Best in Opinion, Best in Specific Interest, Lifetime Achievement, People's Choice, dan Kompasianer of the Year sudah usai. Para jawara telah berjajar untuk pengambilan gambar, sempat menyalami jagoan- jagoan Kompasiana (meski ada beberapa yang tak mengenali saya, termasuk mas Yon Bayu), akhirnya saya duduk dibarisan depan.
Best in Citizen Journalism  dan People's Choice
Usai pembagian award terhadap tujuh jagoan, panggung dihentak oleh penampilan Kunto Aji yang menyuguhkan beberapa lagu. Di sini, rekan Kompasianer yang pertama mengenali kehadiran saya adalah mas Edy Priyatna, berikutnya ia memberitahu mbak Tamita Wibisono, mbak Marla La'sappe Thalib dan lain- lain. Sempat mengambil foto bersama beberapa kali, hingga akhirnya saya bertemu dr Posma yang tengah asyik mengabadikan Kunto Aji.
"Saya cari dari pagi, saya tanya semua orang ga ada yang tahu. Tadi saya bawakan empek- empek pesanan, tapi karena dipikir tak datang trus diabisin teman- teman," kata dr Posma seakan menyesali kehadiran saya di ujung acara.

Dalam Kompasianival 2017, ada yang menarik saat mbak Lilik  Fatimah Azzahra menerima dua penghargaan berupa Best in Fiction dan People's  Choice.Hal ini sangat mirip dengan yang terjadi pada diri saya di Kompasianival 2016 lalu yang berlangsung di Smesco. Kebetulan, saya mendapat  jatah Best in Citizen Journalism  serta  People's Choice. Perbedaannya, saya tak hadir ketika berlangsung penyerahan dua award, saat itu saya diwakili oleh rekan Boris  Toka Pelawi. Hingga sekarang, dua piala tersebut belum saya ketahui keberadaannya. Entahlah, mungkin raib ditelan bumi.
Pada hari H Kompasianival 2016 lalu, terselip cerita lucu. Di mana, bang  Kevin Kevinalegion berulangkali melakukan konfirmasi tentang kehadiran saya. Beberapa kali ia telepon, hingga akhirnya saya menjawab bahwa saya tak bakal hadir. Untuk itu, hal- hal terkait saya (penghargaan) sebaiknya digugurkan saja. Sayang, permintaan saya diabaikan hingga Boris ditunjuk mewakili saya untuk naik ke panggung kehormatan.

Paska Petrus tahun 1983, ia dibawa ibunya ke Jakarta dan sang ibu hanya bercerita ayahnya meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Hampir 34 tahun cerita yang ada di benaknya tak berubah, sampai di bulan Maret lalu, seseorang menyodorkan artikel tentang Petrus yang menyebut nama ayahnya. Usai menyimak artikel tiga episode tersebut, ia menggebu ingin bertemu saya untuk mengetahui cerita yang sebenarnya soal ayah kandungnya.
Itulah catatan singkat saya tentang Kompasianival 2017, kendati tak bisa mengikuti ritual sejak pagi, namun saya meyakini hajatan Kompasianival yang terakhir terbilang sukses. Terbukti, ratusan orang bak terhipnotis oleh beragam kegiatan. Untuk rekan- rekan yang memboyong penghargaan, saya pribadi mengucapkan selamat. Percayalah, anda semua adalah Kompasianer terbaik. Sampai bertemu tahun depan kawan. Yang pasti, janji saya untuk hadir telah terbayarkan. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI